Komisi III DPR Tolak Panggil Agus Rahardjo: Buat Apa Membuka Luka yang Sudah Sembuh

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Desember 2023 10:53 WIB
Agus Rahardjo, eks Ketua KPK (Foto: Ist)
Agus Rahardjo, eks Ketua KPK (Foto: Ist)
Jakarta, MI - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI menolak usulan pemanggilan terhadap mantan Ketua KPK Agus Rahardjo untuk rapat dengan anggota dewan, buntut dari pengakuannya bahwa kasus korupsi e-KTP yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto diintervensi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa menilai pengakuan Agus soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintervensi kasus korupsi e-KTP sudah tak relevan lagi untuk didalami. "Buat apa membuka luka jika luka itu sudah sembuh," kata Supriansa, Selasa (5/12).

Supriansa tak mau mengungkit kembali kasus yang telah lalu. Apalagi, kasus itu telah inkracth alias berkekuatan hukum tetap.

Adapun usul memanggil Agus itu datang dari anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman. Ia mengaku ingin mendengarkan penjelasan lebih rinci dari pernyataan Agus soal Jokowi mengintervensi proses hukum di KPK.

Benny tak mau pernyataan Agus itu hanya menjadi hoaks di masyarakat. "DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi proses hukum di KPK," kata Benny saat dihubungi, Jumat (1/12).

Sebagaimana diketahui, di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo (2015-2019), KPK mengusut kasus mega korupsi e-KTP yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.

Setya Novanto yang juga merupakan eks Ketua Umum Golkar itu divonis 15 tahun penjara. Baru-baru ini, Agus mengaku mendapat intervensi dari Jokowi kala mengusut kasus tersebut.

"Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan, saya heran yang dihentikan apanya," kata Agus.

"Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambungnya.

Agus tak menghentikan proses hukum atas kasus e-KTP. Sebab, pada UU yang lama, KPK tak memiliki kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Ia pun meyakini hal itu kemudian berimbas pada revisi UU KPK pada 2019. Melalui revisi UU, KPK jadi berada di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3 atau penghentian kasus.