SYL Ogah Masuk Penjara Sendirian, NasDem Tiarap!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Juli 2024 17:00 WIB
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengeledahan di rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di perumahan Widya Chandra, Jakarta, Kamis (28/9/2023)
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengeledahan di rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di perumahan Widya Chandra, Jakarta, Kamis (28/9/2023)

Jakarta, MI - Nyanyian mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta makin merdu. Hal ini sebagai tanda bahwa SYL ogah masuk penjara sendirian.

Sebab, corak korupsi yang selalu dilakukan secara komunal, mustahil dinikmati dan dilakukan SYL seorang diri. Karena itu, KPK harus menindaklanjuti nyanyian SYL ini. Nyanyian SYL soal ada duit korupsi untuk bangun Pulau Ketum Parpol, adalah pintunya. 

Setelah mengakui ada Tunjangan Hari Raya (THR) dan jam mewah ke Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, terdakwa  pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) itu mengungkap mengakui terdapat pemberian uang senilai Rp1,3 miliar ke mantan Ketua KPK, Firli Bahuri hingga melalui kuasa hukumnya, Djamaludin Koedoeboen menyatakan bahwa uang haram dari Kementan mengalir ke pembanguna rumah kaca atau Green House diduga milik pimpina partai politik (Parpol).

Green House ini disebut-sebut milik Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh. Sementara SYL merupakan kader Partai NasDem.

Perlu diingat kembali, bahwa pada beberapa waktu lalu sejumlah petinggi Parpol Koalisi Perubahan mengadakan pertemuan di sebuah pulau di kepulauan seribu. Tepatnya di green house yang ada di pulau Kaliage, Kepulauan Seribu.

Soal kepemilikan Paloh, sudah pernah dikonfirmasi oleh Bupati Kepulauan Seribu Junaedi pada Juni 2023. Ia menjelaskan 40 persen dari Pulau Kaliage merupakan wewenang Pemprov DKI Jakarta. 

Maka dari itu, sebanyak 60 persen milik Surya Paloh. "Kalau bicara Pulau Kaliage itu memang di situ ada kewajiban 40 persen kepada pemerintah daerah (pemda) yang saat ini sudah kita proses dari kewajiban itu. Memang itu pulaunya Pak Surya Paloh," kata dia pada Rabu (21/6/2023) lalu.

Terkait korupsi, Surya Paloh juga pernah berjanji akan membubarkan partainya jika terbukti korupsi. Dalam kasus SYL ini, terbukti ada duit korupsi SYL masuk ke bendahara NasDem, nyatanya partai ini tak juga kunjung dibubarkan.

Pulau dengan fasilitas wah dan fantastis milik Surya Paloh ini, diduga dibangun dari duit korupsi. Sayangnya, KPK hanya fokus ke korupsinya karena tidak memiliki kewenangan menindak perkara TPPU. 

Kalau saja kasus korupsi ini disidik bersamaan dengan perkara TPPU nya, bisa selesai tuh barang. Perlu diingat lagi, pidato Surya Paloh yang berapi-api, meminta segenap bangsa Indonesia memberikan kesempatan kepada Partai NasDem untuk memimpin negeri ini. 

Apakah, tujuannya agar Surya Paloh bisa leluasa korupsi? Agar bisa membeli dan membangun banyak pulau mewah untuk fasilitas warisan anak cucu keturunannya?

Kalau saja ada Undang-Undang pembuktian terbalik, maka Surya Paloh akan kesulitan membuktikan hartanya diperoleh bukan dari korupsi. Hanya saja, karena sudah ada pengakuan dari SYL, sebaiknya KPK segera melakukan pengembangan kasus dan melakukan penyelidikan terhadap Surya Paloh.

Sebab, meski KPK tidak berwenang menyidik perkara TPPU, tapi KPK dapat mengembangkan kasus dengan dasar Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dan menjerat seluruh pihak yang terlibat dan/atau menikmati duit korupsi melalui kekuatan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bakal dilaporkan
Djamaludin Koedoeboen, menyatakan kliennya berencana melaporkan dugaan aliran uang korupsi di lingkungan Kementan itu "mengalir" ke pembangunan rumah kaca atau green house milik pimpinan partai politik.

"Sedang kami diskusikan dengan Pak SYL. Mungkin setelah persidangan pembacaan nota pembelaan (pleidoi) ini akan dipertimbangkan ke arah sana," kata Koedoeboen kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Maka dari itu dalam persidangan pembacaan pleidoi kali ini, Koedoeboen menuturkan SYL akan fokus membacakan pembelaan terhadap tuntutan jaksa terkait dengan berbagai fakta persidangan yang mengemuka serta tuntutan yang diberikan jaksa. Dengan demikian, kata dia, SYL belum akan mempertajam pembacaan pleidoi ke arah dugaan aliran dana ke rumah kaca di Kepulauan Seribu tersebut.

"Fokus hari ini untuk tuntutan saja. Surat tuntutan dengan banyak 2.000 halaman sekian itu menjadi fokus utama," ucap dia.

Silakan saja
JPU KPK, Meyer Simanjuntak, mempersilakan kubu mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), melaporkan dugaan aliran dana Kementerian Pertanian (Kementan) ke green house di Kepulauan Seribu milik pimpinan partai.

“Pada intinya setiap tindak pidana yang dilaporkan akan ditindaklanjuti," kata Meyer di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).

"Silakan kalau pihak Pak SYL maupun pengacara, penasihat hukumnya mempunyai data informasi yang terkait bahwa ada aset, baik itu yang kami dengar di Kepulauan Seribu, green house dan sebagainya, silakan dilaporkan,” sambungnya.

Indonesia, kata Mayer, memiliki lembaga penegak hukum yang bisa memproses dugaan tersebut. Hal ini, kata dia, agar asumsi itu tidak menjadi sebatas bola liar tanpa validasi.

“Silakan itu dibuktikan dan dilaporkan saja, supaya tidak menjadi bola panas atau bola liar. Kami menghargai kalau memang ada info itu, tentu siapa pun ya akan didalami, harus siap untuk mengikuti proses hukum selanjutnya. Kami menunggu," ujarnya.

KPK bakal periksa Surya Paloh
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, siapapun pihak yang diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi bakal dipanggil dan dimintai keterangan oleh tim penyidik. 

Termasuk, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, mengingat ada dugaan aliran dana Kementan ke pembangunan green house milik Paloh di Kepulauan Seribu

"Masalah pembangunan green house ini. Siapapun yang terkait dengan tindak pidana korupsi, Itu akan kita minta keterangan," ujar Asep di Gedung  Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2024).

Asep menerangkan, nantinya Surya Paloh bakal dipanggil sebagai saksi untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Syahrul Yasin Limpo. "Nah yang sedang di penyidikan itu adalah TPPU-nya," tegas Asep.

NasDem tiarap
Elite Partai NasDem ramai-ramai memilih bungkam usai terdengarnya nyanyian mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) berkaitan dengan dugaan adanya aliran duit 'panas' Kementan itu.

Sejumlah elite NasDem yang dihubungi Monitorindonesia.com untuk dimintai tanggapan seperti Willy Aditya (ceklis 2), Fauzi Amro (ceklis 1), Taufik Basari (ceklis 1), Irma Suryani (ceklis 1), Muhammad Farhan dan Martin Manurung (ceklis 1). Irma Suryani justru menyarankan mengonfirmasi hal itu kepada Sekjen NasDem. "Ke Sekjen aja ya," singkat Irma, anggota Komisi IX DPR RI.

Namun di lain sisi, Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Syahroni pada beberap waktu lalu sempat diulik KPK. Dia diperiksa soal dugaan aliran uang dari tersangka Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Partai NasDem pada Jumat (22/3/2024).

Usai diperiksa, Sahroni mengatakan penyidik KPK menyarankan NasDem mengembalikan Rp 40 juta yang diberikan SYL."Ada Rp 40 juta yang perlu dikonfirmasi dan penyidik sudah menyarankan untuk pengembalian hari ini untuk segera ditransfer ke virtual account," kata Sahroni.

Dia mengatakan NasDem juga menerima Rp 820 juta dari SYL. Namun, katanya, duit itu sudah dikembalikan ke KPK lebih dulu. "Udah, udah (dikembalikan), Rp 820 juta," ucapnya. Pun, dia tak menjelaskan detail kapan uang itu dikembalikan.

Ahmad Sahroni juga mengatakan ketua umumnya, Surya Paloh, lelah dengan pemberitaan mengenai SYL. Hal itu diungkapkannya dalam sidang lanjutan pemerasan dan gratifikasi SYL saat ditanya terkait apakah Partai NasDem membicarakan soal kadernya yang korupsi.

"Siap, ketua umum sudah capek Yang Mulia, sudah capek melihat beritanya," ujar Sahroni di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Meski demikian, dia mengatakan Surya Paloh merupakan sosok yang mengusulkan SYL menjadi menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).  

Menurut dia, nama SYL masuk bersama eks Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. “Siap Yang Mulia, kalau untuk menteri langsung ketua umum,” tuturnya. 

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, berikut berbagai bantahan yang disampaikan oleh SYL pada persidangan.

Bantah arahkan ajudan belikan mobil untuk putrinya
SYL, pada persidangan mengatakan bahwa ia tidak pernah sekalipun mengarahkan Panji, yang merupakan ajudannya untuk membelikan mobil dengan merek Innova Venturer yang menggunakan uang sharing atau patungan dari berbagai pejabat di Kementan.

Saat itu, SYL hanya mengarahkan ajudannya untuk mencarikan mobil lain karena putrinya, Indira Chunda Thita, kerap menggunakan kendaraan dinas milik Kementan untuk mengikuti kegiatan organisasi sayap Partai Nasdem, Garnita Malahayati. “Oleh karena itu, [saya minta ke panji] carikan mobil. Bukan untuk membeli,” kata SYL.

SYL juga mengatakan bahwa ia tidak mengetahui bahwa kendaraan tersebut dibeli menggunakan uang patungan yang kerap dilakukan oleh pejabat di Kementan. Tidak hanya itu, SYL pun membela Thita dengan mengatakan bahwa putri nya tidak mengetahui uang yang digunakan untuk membeli kendaraan tersebut.

Bantah arahkan eks sekjen pungut uang pejabat Kementan
SYL juga menyampaikan bantahannya atas tuduhan mengarahkan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono, yang juga merupakan terdakwa pada kasus tersebut, untuk mengumpulkan sejumlah uang dengan menggunakan kata ‘sharing’ untuk kepentingan operasional SYL dan keluarganya.

Bantahan tersebut disampaikannya saat Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh pertanyakan apakah SYL mengetahui kebiasaan sharing yang dilakukan oleh sejumlah pejabat di Kementan. “Pernah nggak, mendengar ada sharing pengumpulan dana dari pada eselon I?” tanya Hakim Pontoh.

SYL mengaku ia tidak pernah mengetahui kebiasaan yang dilakukan oleh sejumlah bawahannya di Kementan tersebut. Bahkan, ia mengetahui kebiasaan tersebut saat persidangan mulai.

Bantah copot pegawai yang tak penuhi permintaan
SYL juga lakukan bantahan terhadap sejumlah fakta persidangan yang disampaikan oleh saksi-saksi sebelumnya yang mengklaim bahwa adanya ancaman akan dicopot jabatannya apabila tidak memenuhi permintaannya.

Hal tersebut disampaikan SYL saat Hakim Pontoh mempertanyakan apakah terdapat ancaman pencabutan jabatan terhadap eks Sekjen Kementan periode 2019-2021, Momon Rusmono. Atas hal tersebut, SYL membantah pernah menyampaikan hal tersebut dengan dalih telah terlalu lama menjadi birokrat, sehingga hal tersebut tidak memungkinkan.

“Yang pasti tidak yang mulia. Saya ini terlalu lama menjadi birokrat, tidak pernah menyampaikan hal-hal seperti itu” kata SYL.

Fakta-fakta persidangan
Selain bantahan, SYL juga menyampaikan sejumlah pengakuan terkait fakta-fakta yang terungkap melalui saksi-saksi sebelumnya di persidangan kasus tersebut. Pengakuan pertama yang disampaikan oleh SYL adalah terkait pemberian uang ke istri sebesar Rp30 juta per bulan, yang ternyata menggunakan uang dari Kementan.

Meskipun telah mengakui hal tersebut, SYL membantah bahwa pemberian uang tersebut merupakan permintaan oleh istrinya, Ayu Sri Harahap. Lanjutnya, SYL klaim bahwa pemberian uang tersebut merupakan anggaran rumah tangga menteri dan uang dharma wanita. "Ini semua sesuai protap semua menteri. Semua protap pejabat. Ada uang rumah tangga, ada uang Dharma Wanita," kata SYL.

Akui ada THR dan jam mewah ke Ketua Komisi IV DPR
Selanjutnya, SYL mengakui bahwa memang terdapat pemberian sejumlah uang dengan dalih Tunjangan Hari Raya (THR) dan jam tangan mewah kepada pimpinan dan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang ternyata uang THR dan jam tersebut berasal dari patungan para eselon Kementan.

Dia mengatakan sebelumnya memang memiliki janji untuk memberikan hadiah jam tangan mewah kepada Ketua Komisi IV DPR, Sudin. Pemberian jam tangan tersebut merupakan bentuk apresiasi kepada politikus PDIP tersebut yang telah menggolkan pengajuan anggaran kementerian, terutama terkait dengan pengadaan pupuk.

“[Usai rapat di DPR, SYL dan Sudin] kita sambil duduk, minum kopi, sepakat akan membelikan jam. Saya tak tahu berapa harga jamnya. Sepikiran saya paling harganya Rp20-30 juta saya, karena bukan rolex atau apa,” ungkapnya.

Setelah dilakukan pemberian tersebut, SYL baru menyadari bahwa jam tangan yang diminta oleh politikus tersebut ternyata memiliki harga mencapai ratusan juta rupiah.

Akui ada permintaan keluarga bekerja di Kementan
SYL pada persidangan tersebut juga mengakui terdapat permintaan kepada Dirjen Kementan untuk menjadikan kakaknya, Tenri Olle Yasin Limpo sebagai tenaga ahli di Kementan. Permintaan tersebut dengan dalih bahwa kakaknya tidak memiliki pekerjaan dan Tenri Olle merupakan satu-satunya keluarganya yang merawat ibunya yang sedang sakit.

“Pada saat saya menjadi Menteri, yang merawat ibu saya yang sudah tua, sudah sakit itu cuma kakak saya, Tenri Olle. Oleh karena itu, secara manusiawi saya minta pada Dirjen, untuk kalau mungkin dia menjadi staf ahli atau tenaga ahli” kata SYL.

Akui beri Rp1,3 miliar ke Firli Bahuri
SYL juga mengakui memang terdapat pemberian uang senilai Rp1,3 miliar ke mantan Ketua KPK, Firli Bahuri. Dia mengaku bahwa pemberian uang tersebut hanya sebagai tanda persahabatannya dengan Firli, yang kebetulan Firli memang kerap mengirim pesan melalui pesan singkat.

“Saya merasa bahwa kenapa saya dipanggil terus-menerus ini, dan yang proaktif mengirim Whatsapp ke saya adalah Pak Firli” kata SYL.

SYL juga mengatakan bahwa pemberian uang tersebut berlangsung sebanyak dua kali, yang pertama sebesar Rp500 juta dalam bentuk mata uang asing yang diberikan saat bermain bulu tangkis bersama dengan Firli, dan yang kedua sejumlah Rp800 juta yang diberikan melalui Polrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar yang merupakan saudara dari SYL.

“Irwan yang mengantarkan saya bertemu dengan Pak Firli, dan dia memang pernah di bawah struktur Pak Firli sewaktu menjabat sebagai Kapolda di Nusa Tenggara Barat,” pungkasnya.