Usai 4 Eks Dirut PLN 2011-2019, Kasus Tower Transisi hingga HDD Menyeruak: Siapa Bakal 'Kesetrum' Korupsi Berikutnya?


Jakarta, MI - Setelah 4 eks Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) 'kesetrum' kasus dugaan korupsi, siapa yang bakal terbidik aparat penegak hukum selanjutnya.
Catatan Monitorindonesia.com, dari tahun 2011 sampai dengan 2019 setidaknya ada 4 mantan bos PT PLN yang terlibat dalam kasus dugaan rasuah di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelat merah itu. Eddie Widiono, Dahlan Iskan, Nur Pamudji dan Sofyan Basir.
Eddie terseret kasus korupsi proyek outsourcing Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Tangerang tahun 2004-2007. Kasus ini terjadi saat Eddie menjabat sebagai Direktur Utama PLN periode 2001-2008.
Dahlan Iskan tersangkut kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013. Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut.
Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek senilai Rp1,06 triliun ini.
Menolak semua sangkaan, Dahlan kemudian mengajukan gugatan praperadilan Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Dalam putusannya pada Agustus 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya gugatan praperadilan Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Alasannya, majelis hakim sependapat bahwa Dahlan terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, baru kemudian dicari alat buktinya. Padahal untuk bisa menetapkan seseorang tersangka, seharusnya sudah ada dua alat bukti yang cukup.
Nur Pamudji, terseret kasus korupsi yang bermula saat PLN membuka tender untuk memenuhi kebutuhan 9 juta ton BBM. Sebanyak 2 juta ton dibagi menjadi lima tender. Sedangkan sisanya, 7 juta ton diadakan Pertamina tanpa melalui tender. Saat itu dia didakwa telah merugikan keuangan negara Rp 188,7 miliar terkait pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) tahun 2010.
Namun, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi Nur Pamudji. Dengan putusan kasasi itu, Nur Pamudji lepas dari vonis hukuman tujuh tahun penjara.
Sementara Sofyan Basir terseret dalam perkara suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Saat itu Sofyan Basir didakwa sebagai pembantu dalam tindak pidana korupsi suap yang dilakukan oleh Eni M Saragih (mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR), Idrus Marham (mantan Menteri Sosial), dan Johannes B Kotjo (pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd) yang telah dijatuhi vonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Adapun bukti keterlibatan Sofyan, yakni untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd, dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
"Padahal terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, suap Rp4,75 miliar dari Kotjo," ucap Febri Diansyah, Juru Bicara (Jubir) KPK, Rabu (6/11/2019).
Oleh karena itu, KPK menerapkan pasal suap yang dihubungkan dengan Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 56 ke-2 KUHP. Peran terdakwa Sofyan sebagai pembantu dalam tindak pidana korupsi. Pertama, mempertemukan Eni dan Kotjo dengan Direktur Pengadan Strategis 2 PT PLN dan melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pembangunan proyek PLTU Riau-1. Pertemuan dilakukan di kantor dan rumah terdakwa.
Kedua, meminta pada Direktur Perencanaan PT PLN sebagai jawaban dari permintaan Eni dan Kotjo agar proyek PLTU Riau-1 tetap dicantumkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017-2026.
Ketiga, menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) proyek pada 29 September 2017 sebelum semua prosedur dilalui dan hal tersebut dilakukan tanpa membahas dengan Direksi PLN lainnya. Adapun, PPA secara resmi tertanggal 6 Oktober 2017.
"Padahal, saat PPA ditandatangani belum dimasukan proposal penawaran anak perusahaan, belum ada penandatanganan LoI (letter of intent) belum dilakukan persetujuan dan evaluasi dan negosiasi harga jual-beli listrik antara PLN dengan anak perusahaan atau afiliasi lainnya," kata Febri.
Bagaimana dengan Dirut PLN sekarang?
Saat ini, PT PLN dinahkodai Darmawan Prasodjo sejak 6 Desember 2021 lalu. Di era Darmawan ini juga, terdapat kasus dugaan korupsi disidik Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Adalah KPK menyidik kasus dugaan korupsi royek PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) tahun 2017-2022 dan kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) pada 2016 yang hingga saat ini masih nihil tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Baru-baru ini, Darmawan dikabarkan mencopot 6 anak buahnya. Karyawan Adji, Muhammad Reza, Agung Nugraha Putra, Abdul Muchlis, Eric Rossi Priyo Nugroho, dan Maria I Gunawan.

Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, Muhammad Abrar Ali dalam surat kaleng yang beredar pada Rabu, 23 Oktober 2024 lalu menuding sejumlah pejabat di PLN sebagai biang kerok permasalahan, dengan menggunakan istilah karakter pewayangan Sengkuni dan Kurawa untuk menggambarkan mereka.
Surat itu disampaikan secara rinci dan menuding bahwa kebijakan di PLN banyak dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu, yang diduga demi kepentingan pribadi.
Dalam isi surat yang berhasil dihimpun oleh wartawan, sejumlah masalah disebutkan, termasuk dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pembentukan Sub Holding Pembangkit, pengelolaan sumber daya manusia, dan kecenderungan narsistik yang dituding melekat pada salah satu pimpinan PLN.
Salah satu poin yang disoroti adalah pembentukan Sub Holding Pembangkit yang dianggap tidak memberikan manfaat signifikan, karena pengelolaan keuangan tetap terpusat di Holding PLN.
Selain itu, penulis surat juga menuding adanya praktik pengambilan keputusan yang didominasi oleh figur yang disebut sebagai Sengkuni, yang diduga adalah salah satu pejabat teras PLN.
Selain itu, terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya manusia. Beberapa pejabat dilaporkan dicopot dari jabatannya karena tidak sejalan dengan kebijakan yang diarahkan oleh sosok yang disebut sebagai Sengkuni.
Surat itu juga menyoroti sikap arogansi dalam memimpin, yang dianggap tidak mencerminkan kepemimpinan profesional di lingkungan BUMN. Surat itu juga mengkritik pencapaian penghargaan yang diterima oleh PLN selama dipimpin oleh Darmawan Prasodjo.
Dirut PLN Darmawan Prasodjo belum memberikan tanggapan atas berbagai tuduhan yang disampaikan. Hingga kini, pihak-pihak terkait dalam hal ini Direksi PLN masih menunggu klarifikasi lebih lanjut mengenai permasalahan internal yang diangkat dalam surat kaleng tersebut.
Era Jokowi 3 kali Dirut berganti hingga LHKPN Darmawan Prasodjo jadi sorotan
Menteri BUMN diharapkan benar-benar mampu menunjuk sosok berintegritas tinggi, beretika dan menguasai bidangnya, untuk nantinya ditetapkan sebagai Direktur Utama PLN.
Dalam ini, pejabat Dirut PLN mendatang merupakan dari kalangan internal yang memang meniti karir dari PLN sejak awal. Apalagi, hingga tiga kali pergantian Dirut di era pemerintahan Jokowi, semuanya berasal dari kalangan eksternal.
"PLN ini merupakan salah satu BUMN yang memiliki peran strategis, karena itu harus dipimpin orang yang memahami dan mengerti urat nadi tentang manajemen dan sistem kelistrikan, serta bagaimana memahami berbagai aspek di dalamnya. Karena itu sudah seharusnya ada perubahan pola di Kementerian BUMN ini nantinya dalam menetapkan Dirut, sehingga bukan sekadar jadi jatah politik," kata Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Re-LUN), Teuku Yudhistira di Jakarta, Rabu (16/10/2024) lalu.
"Lantas siapa yang memahaminya, jelas kalangan internal sendiri, bukan lagi-lagi dari eksternal. Saya yakin, sangat banyak sosok yang memiliki leadership di PLN apalagi itu rumah bagi mereka sebagai pegawai sejak awal berkarir," tambahnya.
Menunjuk dan menetapkan posisi Dirut PLN sebagai salah satu jabatan politis, memang menjadi hak Menteri BUMN melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) jajaran Komisaris di institusi tersebut. Namun, tegas dia, alangkah baiknya segala masukan positif dari berbagai kalangan, bisa menjadi pertimbangan pemilik kekuasaan.
"Lihat kondisi sekarang, cenderung yang populer bukan PLN nya, namun sosok individu. Harusnya kan yang dikedepankan prestasi institusi dalam menjalankan tupoksinya menerangi hingga seluruh pelosok negeri," katanya.
"Tapi faktanya malah lebih mementingkan mengejar penghargaan yang sekarang jumlahnya mencapai ratusan di banding kinerja," timpalnya.
Sosok Dirut ke depan juga diharapkan lebih humanis dan beretika baik, sehingga jajaran di PLN bisa bekerja dengan tenang, tidak dibayang-bayangi rasa takut bersalah dalam berbuat ketika menjalankan tugasnya baik di jajaran Boards Of Director (BOD) atau pun manajemen dibawahnya.
"Bukan sebaliknya malah mengedepankan arogansi dan ditakuti karena posisinya pimpinan. Harusnya pimpinan lebih beretikalah, jangan seperti orang kalap kalau lagi emosi, sehingga tidak peduli sekalipun pejabat jajarannya berusia lebih tua darinya".
"Hindarilah memaki-maki, apalagi sampai gebrak-gebrak meja dan memberi hukuman layaknya militer kepada pejabat yang dinilainya salah. Saya rasa ini bukan cerminan pemimpin," jelasnya.
Di samping itu, tambah dia, seorang pemimpin juga tidak boleh mengedepankan power kekuasaannya. Misalnya pilih kasih dalam menentukan pejabat yang akan ditempatkannya dan mengutak-atik posisi jabatan sesukanya.
Jenjang karir setiap pegawai itu harus diperhatikan sesuai fakta kinerja, jangan hanya mementingkan circle-nya semata, lantas yang diluar lingkaran sengaja dimatikan karirnya. Kalau memang berprestasi, kenapa tidak diapresiasi," imbuhnya.
Yudis juga mengaku bahwa apa yang disampaikannya merupakan momen pas, sebelum pasangan Prabowo-Gibran dilantik pada 20 Oktober mendatang.
"Apalagi sesuai dengan informasi, jajaran kabinet termasuk Menteri BUMN akan langsung diumumkan pada malam harinya setelah pasangan Prabowo-Gibran dilantik. Mudah-mudahan ini bisa menjadi referensi dan masukan".
"Apalagi bicara PLN, jelas bicara orang banyak karena listrik adalah kebutuhan primer yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu untuk mengendalikannya dibutuhkan sosok internal yang berintegritas dan memahami apa sebenarnya mau perangkatnya dari level paling bawah sampai ke atas," tegasnya.
Soal Darmawan Prasodjo diduga lebih mengejar kekayaan selama menduduki posisi Dirut PLN, menurut dia, karena itu terlihat jelas dari lonjakan harta kekayaannya sesuai dengan LHKPN ke KPK yang naik secara signifikan dalam kurun waktu 3 tahun ia menjabat.
Jika pada saat Darmo menjabat sebagai Wadirut PLN pada tahun 2020, total harta kekayaannya sesuai LHKPN hanya berjumlah Rp14,1 miliar. Lalu di tahun 2021 setelah yang bersangkutan naik menjadi Dirut PLN, kekayaannya naik menjadi Rp30,1 miliar.
Di tahun 2022, kekayaan Darmo terus naik menjadi Rp46,2 miliar. Dan terakhir sesuai LHKPN pada tahun 2023, kekayaannya melonjak tajam hingga menjadi Rp70,9 miliar.
"Jelas kenaikan yang tidak biasa. Ketidakwajaran ini seharusnya menjadi sorotan BPK, KPK, Kepolisian hingga Kejaksaan, dari mana kekayaan yang naik secara signifikan itu diperolehnya. Apalagi yang bersangkutan kami dengar cukup berambisi kembali duduk di posisi Dirut PLN atau menjadi Wamen ESDM yang notabene juga tupoksinya mengurusi PLN, ini hendaknya bisa menjadi catatan bagi Presiden Prabowo dan Menteri BUMN yang dipilih nanti," beber Yudhis.
Beredar isu pula, terkait Holding Sub-Holding (HSH), lanjutnya, yang bersangkutan terlalu mencampuri urusan pengelolaan perusahaan Sub Holding, seperti di PT Indonesia Power, Nusantara Power, Icon Plus atau pun di PT Energi Primer Indonesia. "Pertanyaannya tentu ada apa?" tanyanya.
Hal lain yang diduga cukup merugikan PLN, kata Yudhis, di era kepemimpinannya, adalah masalah pemasangan saluran kabel tegangan menengah (SKTM) di seluruh areal kampus Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Kami juga dengar dan sudah menjadi rahasia umum, anggaran mencapai miliaran rupiah untuk SKTM di UGM itu, informasinya pembiayaan itu semua ditanggung PLN. Bahkan karena GM Distribusi Jateng-Jogja kala itu menolak mengeksekusi, malah ditukar gulingkan jabatannya dengan GM yang unit induknya lebih kecil. Ini jelas pelanggaran yang telah merugikan negara jika memang terjadi. Untuk itu, aparat penegak hukum kami minta turun tangan untuk memeriksa siapa-siapa yang terlibat dalam masalah ini, jangan dianggap sepele, karena ini menyangkut keuangan negara," katanya panjang lebar.
Pun dia menambahkan, bahwa seharusnya menjadi catatan bagi pemangku kekuasaan khususnya Presiden Prabowo melalui Menteri BUMN nantinya dalam menetapkan siapa Dirut PLN selanjutnya.
"Kepada Presiden Prabowo, kami minta jangan pernah memberi ruang untuk orang-orang yang mengejar kekuasaan, kekayaan dan kurang beretika dalam memimpin PLN, apalagi dari kalangan eksternal yang mengatasnamakan jatah 'kue' politik," katanya.
"Ini sangat berbahaya ke depannya dengan kelangsungan PLN. Dan yang jelas, mendudukkan pihak eksternal di posisi Dirut PLN bakal mematikan harapan pegawai PLN yang meniti karir dari awal," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, konfirmasi Monitorindonesia.com kepada Dirut PLN Darmawan belum direspons.
KPK Diminta Buka Penyelidikan Proyek HDD PT PLN yang Rugikan Negara Triliunan Rupiah. Selengkapnya di sini...
Topik:
4 eks Dirut PLN Eddie Widiono Dahlan Iskan Nur Pamudji Sofyan Basir Korupsi PLN Darmawan PrasodjoBerita Terkait

Dirut PLN Darmawan Prasodjo Diduga Lakukan Abuse of Power Melaui Praktik Rombak Petinggi Anak Perusahaan dan Sub Holding
22 September 2025 13:16 WIB

BUMN dan BPK Didesak Audit Anggaran Jasa Hukum PLN oleh Legal and Human Capital
19 September 2025 01:30 WIB

APH Didesak Usut Dugaan Markup Anggaran Bantuan Hukum di PT PLN Belasan Miliar Rupiah
18 September 2025 21:44 WIB

Dugaan Mark Up Anggaran Legal di PT PLN: Dari Rp 15 M, yang Diterima hanya Rp 1,5 M
18 September 2025 21:21 WIB