Ungkap Korupsi Kelas Kakap 2024: Kejagung Tokoh Utama, KPK Terlambat Panas!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Desember 2024 16:07 WIB
Ilustrasi - KPK - Kejagung - Koruptor (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - KPK - Kejagung - Koruptor (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Tercatat sebanyak empat kasus jumbo berhasil diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) sepanjang tahun 2024. Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya tiga kasus dugaan rasuah. Itu pun salah satunya juga didapatkan dari Kejagung.

Seperti dirangkum Monitorindonesia.com, Minggu (29/12/2024), berikut deret kasus korupsi dengan kerugian negara jumbo oleh Kejagung:

Korupsi Timah 
Kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015–2022, menjadi kasus dengan nilai kerugian negara pertama yang diungkap Kejagung di tahun ini. Angkanya mencapai Rp300 triliun. 

Kerugian ini mencakup, Rp2,28 triliun dari penyewaan alat pengolahan timah yang tidak sesuai ketentuan, Rp26,65 triliun dari pembayaran bijih timah ilegal, dan Rp271,07 triliun akibat kerusakan lingkungan.

Terdapat sejumlah pihak baik perseorangan maupun korporasi yang kemudian ‘berpesta pora’ mendapat aliran uang. Mereka yakni: Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 Amir Syahbana sebesar Rp 325,99 juta; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta melalui PT RBT sebesar Rp 4,57 triliun; Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon melalui CV VIP senilai Rp 3,66 triliun.

Lalu, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto melalui PT SBS sejumlah Rp 1,92 triliun; Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi melalui PT SIP sebanyak Rp 2,2 triliun; Pemilik Manfaat PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie melalui PT TIN sebesar Rp 52,57 miliar; 375 mitra jasa usaha pertambangan senilai Rp 10,38 triliun; CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) sebesar Rp 4,14 triliun; Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986,79 miliar.

Selain itu, terdapat uang Rp 420 miliar, yang merupakan pengumpulan dana dari smelter-smelter swasta melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang dikelola perpanjangan tangan PT RBT Harvey Moeis dan Manajer PT QSE Helena Lim, yang penggunaannya tidak dapat diketahui karena tidak ada pencatatan, baik oleh Harvey maupun Helena.

Dalam kasus ini, sebagian tersangka sudah divonis oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Korupsi Emas Antam
Kasus korupsi rekayasa jual beli emas sebanyak 1 ton yang melibatkan Crazy Rich asal Surabaya Budi Said dan mantan General Manager PT Antam Abdul Hadi Aviciena. 

Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa Abdul Hadi memanfaakan jabatannya sebagai General Manager Antam untuk berkongkalikong dengan Budi Said terkait pembelian emas 1,136 ton.

Pembelian itu dilakukan di luar mekanisme legal yang telah diatur, sehingga dibuat seolah-olah ada diskon yang diberikan Antam.

Budi Said dinyatakan bersalah melakukan rekayasa jual beli emas PT Antam sampai merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Crazy rich Surabaya itu 15 tahun penjara. Sidang pembacaan putusan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (27/12/2024).

Korupsi Impor Gula 
Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula pada Selasa, 29 Oktober 2024. Penetapan tersangka Tom Lembong berkenaan dengan perannya ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016.

Berdasarkan penjelasaan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.

Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan Tom Lempong itu, tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

Selain itu, berdasarkan aturan perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN. Akibatnyam negara ditaksir merugi hingga Rp400 miliar.

Selain Tom Lembong, Kejagung juga menyeret  mantan Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus.

Tom Lembong dan Charles Sitorus dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2021 Jo, UU 31/1999 Tentang Perubahan Atas UU 31/1999 Tentang Tindakan Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.

Markus MA Zarof Ricar 
Kejagung menemukan uang sebesar Rp920 miliar dan emas Batangan 51 kilogram dari rumah seorang mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik Kejagung, didapatkan fakta kalau uang itu dikumpulkan Zarof selama mengurus perkara di MA sejak 2012 hingga pensiun pada 2022.

Zarof Ricar awalnya ditetapkan tersangka karena perantara alias makelar guna memuluskan Ronald Tannur memenangkan kasasi kasus pembunuhan.

Zarof mendapatkan upah Rp1 miliar dari Lisa terkait pengkondisian perkara kasasi Ronald Tannur. Lisa pun telah memberikan uang Rp5 miliar kepada Zarof untuk menyogok majelis hakim kasasi.

Akan tetapi, uang tersebut belum diberikan oleh Zarof kepada tiga hakim agung tersebut karena lebih dulu ditangkap Kejagung.

Selain itu, Zarof yang mengenalkan Lisa kepada tiga hakim PN Surabaya yang memutuskan bebas perkara pembunuhan yang menjerat Ronald Tannur. Tiga hakim ini kemudian menerima suap dari Lisa sebesar Rp4,6 miliar. Tiga hakim yang didakwa menerima suap tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

Hingga saat ini, Kejagung masih memeriksa sejumlah saksi dan tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru dalam kasus ini.

Sementara di KPK adalah sebagai berikut:

Korupsi ASDP
Hingga saat ini KPK masih menghitung potensi kerugian negara dari kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Potensi kerugian mencapai Rp1,27 triliun, yang dapat bertambah dari nilai kontrak proyek sebesar Rp1,3 triliun.

Diketahui, terdapat 53 unit kapal yang diakuisisi PT ASDP dari PT Jembatan Nusantara. Proses akuisisi tersebut, terdapat pembelian kapal bekas dan sejumlah utang dengan total nilai mencapai Rp600 miliar.

Berdasarkan sumber didapat, tersangka dalam perkara ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry nonaktif Ira Puspita Dewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry MAC; Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi; serta Bos PT Jembatan Nusantara Grup, Adjie. Hingga kini, mereka belum ditahan karena proses audit kerugian negara masih berlangsung.

Tim penyidik KPK juga telah menyita belasan aset bernilai ekonomis milik Adjie dengan total nilai ratusan miliar rupiah. KPK membuka peluang untuk mengembangkan perkara ini ke dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Korupsi LPEI
KPK mengusut dugaan korupsi fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dengan modus tambal sulam pembayaran utang menggunakan dana pinjaman sebelumnya. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun.

Sejumlah aset, termasuk 44 tanah dan bangunan senilai Rp200 miliar, telah disita. Tersangka dalam kasus ini  adalah Ngalim Sawego selaku Direktur Eksekutif LPEI, Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI, Basuki Setyadjid selaku Direktur Pelaksana II LPEI.

Selanjutnya, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI, Omar Baginda Pane selaku Direktur Pelaksana V LPEI, Kukuh Wirawan selaku Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI, dan Hendarto selaku Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit.

Adapun kasus ini bermula dari laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Maret 2024 dan awalnya ditangani oleh Kejaksaan Agung sebelum dilanjutkan oleh KPK. Versi Kejagung awalnya terindikasi melakukan fraud dengan nilai total Rp2,505 triliun.

Korupsi Dana Hibah Jatim
KPK mengungkap kerugian negara hingga Rp1 triliun dalam kasus pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Jawa Timur. Modusnya, anggaran senilai Rp1–2 triliun dipecah ke proyek-proyek bernilai di bawah Rp200 juta untuk memudahkan pencairan dana.

Suap sebesar 20% dari nilai dana hibah diterima oleh oknum anggota DPRD Jatim, termasuk Ketua DPRD Kusnadi dan beberapa anggota lainnya. 

Kasus ini telah menyeret sejumlah nama besar. Mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P. Simanjuntak, telah divonis 9 tahun penjara. Selain itu, empat pimpinan DPRD Jatim periode 2019–2024 juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kusnadi, Anik Maslachah, Anwar Sadat, dan Achmad Iskandar.

KPK juga telah mencegah 21 orang tersangka bepergian ke luar negeri hingga enam bulan ke depan, untuk memastikan kelancaran proses hukum. Namun, APMA tetap mempertanyakan lambannya perkembangan penyidikan kasus ini.

21 orang tersebut adalah:

1.  Kusnadi (Ketua DPRD Jatim)
2. Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim)
3. Anawar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim)
4. Bagus Wahyudyono (Staf Sekwan, disebut Tessa Swasta)
5. Jodi Pradana Putra (Swasta)

6. Hasanuddin (Swasta)
7. Sukar (Kepala Desa)
8. A Royan (Swasta)
9. Wawan Kritiawan (Swasta)
10. Ahmad Jailani (Swasta)

11. Mashudi (Swasta)
12. Fauzan Adima (Wakil Ketua DPRD Sampang)
13. Ahmad Affandy (Swasta)
14. Ahmad Heriyadi (Swasta)
15. Mahdud (Wakil Ketua DPRD Jatim)

16. Achmad Yahya M (Guru)17.  RA Wahid Ruslan (Swasta)
18. M Fathullah (Swasta)
19. Abdul Mottollib (Ketua DPC Gerindra Sampang)
20. Jon Junadi (Wakil Ketua DPRD Probolinggo)
21. Mochamad Mahrus (Bendahara Gerindra DPC Probolinggo)

Sebagai lembaga anti rasuah, KPK diharapkan mempercepat proses hukum dan menunjukkan keberpihakannya kepada keadilan, bukan pada kepentingan politik.

"Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah? Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor." 

(wan)

Topik:

KPK Kejagung