BI Jaga Stabilitas Rupiah kok Keluarkan Dana CSR ke Komisi XI DPR? Kini Dalam Bidikan KPK


Jakarta, MI - Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Pasal 7 yang mengatur tentang tujuan bank pusat, tertulis bahwa Bank Indonesia selaku bank pusat harus mampu mengatur stabilitas nilai rupiah yang dilihat dari dua aspek.
Pertama, kestabilan nilai mata uang terhadap harga bahan pokok yang dapat diukur berdasarkan tingkat inflasi. Kedua, kestabilan rupiah terhadap mata uang asing yang diukur dengan kurs atau nilai tukar.
Selain itu, tujuan pokok Bank Indonesia sebagai bank pusat yaitu menjaga stabilitas nilai mata uang, mengatur keseluruhan sistem finansial negara, serta menjaga kestabilan sektor perbankan.
Namun yang membuat heran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Bank Indonesia bisa mengeluarkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) ke Komisi XI DPR.
Padahal, menurut KPK, tugas utama BI adalah menjaga stabilitas rupiah, bukan bank yang berorientasi pada keuntungan dan memiliki tanggung jawab sosial berupa CSR.
Atas hal demikian, KPK kini mencari tahu siapa pejabat BI yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan dana CSR tersebut.
"Ini BI bukan bank yang profit ya, yang menghasilkan keuntungan gitu ya, tapi ini mengeluarkan kebijakan CSR. Siapa yang mengeluarkan dan lain-lain ya tentunya itu bagian yang sedang kita dalami," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (30/12/2024) kemarin.
Di lain sisi, Asep memastikan bahwa pihaknya akan mendalami sumber dana CSR BI dan pihak-pihak yang diduga terlibat atau menikmati aliran dana tersebut, termasuk di dalamnya Anggota DPR Komisi XI, OJK, hingga BPK. "Dari mana uangnya? Siapa yang punya ini?" tegas Asep.
Sebelumnya, tim penyidik KPK juga telah menggeledah ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo, di kantor pusat BI di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan, menyebutkan bahwa sejumlah barang bukti terkait dugaan korupsi penggunaan dana CSR telah disita. Di antaranya, barang bukti berupa dokumen hingga bukti elektronik telah diamankan.
"Di sana ada beberapa ruangan yang kita geledah, di antaranya adalah ruang Gubernur BI," ujar Rudi kepada awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
Setelah menggeledah kantor BI, KPK juga melanjutkan penggeledahan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bagaimana duduk perkaranya?
Pada September 2024 lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan lembaganya tengah mendalami dugaan dana CSR di Bank Indonesia yang juga disebut sebagai Program Sosial BI (PSBI).
Saat itu Asep mengatakan pangkal permasalahannya adalah dana CSR yang tidak sesuai dengan peruntukan. "Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Artinya, ada beberapa, misalkan CSR-nya ada 100, yang digunakan hanya 50, dan 50 sisanya tidak digunakan," kata Asep (9/12/2024).
Ia menyebut dana tersisa tersebut dinikmati oleh sejumlah pihak. Tiga bulan kemudian KPK menggeledah kantor BI, Jakarta (16/12/2024). Kantor Gubernur BI, Perry Warjiyo termasuk yang digeledah KPK.
Dalam penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen. KPK kemudian berjanji mengusut tuntas kasus ini. "Tentunya kami akan ungkap semua fakta-fakta, bagaimana keputusannya, siapa yang mengambil keputusan, perencanaannya CSR ini bagaimana, siapa-siapa yang menerima," kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan (17/12/2024).
KPK juga melakukan penggeledahan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kaitannya kasus dana CSR Bank Indonesia (19/12).
Selang beberapa hari setelah penggeledahan, KPK mengatakan menjadwalkan pemanggilan dua pejabat BI. Mereka adalah Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono, Kepala Divisi Program Strategis BI Data dan Komunikasi Hery Indratno.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan menghormati upaya pengusutan KPK dalam konferensi pers, di Jakarta (18/12/2024).
Dia mengatakan setiap tahunnya Dewan Gubernur membuat alokasi CSR berdasarkan tiga pilar. Ketiganya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti lewat UMKM; ibadah; serta beasiswa pendidikan.
Ia menjelaskan pemberian CSR BI harus memenuhi persyaratan bahwa penerima adalah yayasan yang sah. Kemudian, penerima dana diperiksa dan harus memenuhi laporan pertanggungjawaban.
Ia mengatakan alokasi besarannya "diajukan oleh satuan kerja", baru kemudian diputuskan rapat Dewan Gubernur secara tahunan. Senada dengan BI, OJK juga menyatakan "menghormati dan mendukung upaya penegakan hukum" yang dilakukan KPK.
KPK juga sempat menyebut telah menetapkan dua tersangka dalam perkara tersebut. Pernyataan itu diutarakan Direktur Penyidikan KPK Rudi Setiawan.
Belakangan pernyataan itu diralat KPK. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut Rudi "mungkin salah" menyebut karena teringat perkara lain.
Direktur Penyidikan KPK Rudi Setiawan
"Kaitannya dengan apa yang disampaikan oleh bapak deputi kemungkinan beliau salah melihat atau mengingat dengan perkara yang lain, ya.
"Jadi, ada mix di situ sehingga disebut sudah ada tersangka. Bahwa sampai dengan saat ini surat perintah penyidikannya tidak menyebut nama tersangka. Saya pertegas di sini," tandas Tessa (19/12/2024).
Topik:
KPK BI OJK CSR DPR Komisi XI DPR