Cukup 5 Hari! Polisi Setop Kasus Kematian Brigadir RAT, Motif Masih Nihil

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 30 April 2024 18:31 WIB
Rekaman CCTV lokasi Brigadir RAT diduga bunuh diri (Foto: Ist)
Rekaman CCTV lokasi Brigadir RAT diduga bunuh diri (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Cukup lima hari saja, pihak kepolisian memutuskan menutup kasus kematian anggota Satlantas Polres Kota Manado Brigadir Ridhal Ali Tomi (RAT). Namun sejauh ini belum diketahui motif di baliknya.

Brigadir RAT ditemukan tewas meninggal dunia dengan luka tembak di dalam mobil di halaman rumah No 20 di Jalan Mampang Prapatan IV RT 10/ RW 02, Tegal Parang, Mampang Jaksel pada Kamis malam 25 April 2024 lalu.

"Penyidik dalam hal ini telah memeriksa 13 orang saksi, termasuk pemilik rumah inisial D," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro saat konferensi pers, Senin (29/4/2024).

Selain itu, menganalisa barang bukti berupa DVR yang berisi rekaman video CCTV di lokasi. Dipastikan, kata Bintoro, tidak ada orang lain yang berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

"Berdasarkan keterangan saksi didukung barang bukti disimpulkan bahwa jenazah yang ditemukan di dalam mobil pada halaman rumah di jalam Mampang Prapatan IV nomor 20, Tegal Parang Mampang, Jakarta Selatan, karena korban bunuh diri," bebernya.

Bintoro mengatakan, korban dipastikan menembakkan senjata api jenis pistol HS kaliber 9 mm ke arah kepala. Senjata api ditemukan di bawah kaki kanan korban. "Ada pula 7 butir peluru yang ditemukan di dashboard pada bagian tengah mobil," jelasnya.

Bintoro mengatakan, kejadian resmi bunuh diri sehingga kasus ini pun dinyatakan selesai. "Setelah kami sampaikan bukti-bukti yang ada dengan kolaborasi secara komprehensif, baik itu dari kedokteran forensik, laboratorium forensik, maupun dari siber, kita buka semua. Kami simpulkan bahwa kejadian ini resmi bunuh diri. Sehingga kami anggap perkara ini kami tutup, selesai," ungkapnya.

Sementara itu, Bintoro belum menjawab motif korban nekat melakukan bunuh diri. Dia berasalan, hal ini masih perlu digali oleh polisi. "Kami dalami untuk motif yang bersangkutan bunuh diri ini apa," katanya.

Kesimpulan itu juga didasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) yang menunjukkan kecocokan DNA korban dan berbagai barang bukti yang diperiksa.

Barang bukti itu antara lain swab kunci mobil, swab tombol start engine, hingga swab pada gagang senpi. "Itu cocok dengan profil DNA yang kami ambil dari sampel darah korban yang ada pada jok sopir," ungkap Tim Puslabfor Mabes Polri, Kompol Irvan.

Irvan juga memastikan tidak ada DNA lainnya selain DNA milik korban yang ditemukan di dalam mobil tersebut. Sementara, tim kedokteran forensik RS Polri, dr Asri Megaratri Pralebda, menjelaskan pihaknya telah melakukan tiga metode pemeriksaan terhadap jenazah Brigadir RAT. 

Hasilnya, tidak ditemukan tanda kekerasan pada anggota tubuh Brigadir RAT selain luka tembak di bagian kepala. 

Sebelumnya, sejumlah pengamat memandang kasus ini penting bagi polisi untuk melakukan penyelidikan secara terbuka dan tidak ditutupi-tutupi. Saran itu dilontarkan lantaran di masyarakat sudah berkembang macam-macam spekulasi terkait kematian anggota polisi itu.

Keterangan yang berbeda dari polisi dan keluarga korban tentang kehadiran RA di Jakarta juga menjadi penyulut spekulasi tersebut.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri, misalnya. Dia menilai bahwa polisi terlalu dini dalam menyimpulkan kematian Brigadir RAT sebagai bunuh diri. Pun Reza mempertanyakan langkah polisi dalam mengambil kesimpulan bahwa Brigadir RAT melakukan upaya bunuh diri dengan menembak kepalanya.

Pasalnya, simpulan bunuh diri tersebut muncul tak lama setelah Brigadir RAT ditemukan tewas. “Bagaimana mungkin pihak kepolisian dalam waktu hanya sekian jam sudah bisa menyimpulkan bahwa ini bunuh diri,” kata Reza, Sabtu (27/4/2024).

Ia meminta agar polisi harus melakukan penelusuran terlebih dahulu. Pasalnya, ada beberapa kemungkinan yang bisa saja mengakibatkan Brigadir RAT tewas dengan luka tembakan di kepala.

Misalnya, kemungkinan mobil Toyota Alphard yang dikendarai RAT menabrak kendaraan lain sehingga terjadi benturan dan membuat senjata api tidak sengaja meletus. 

“Seandainya kita kaitkan ada benturan kendaraan sehingga senpi tidak sengaja meletus, apakah itu disebut dengan bunuh diri? Boleh jadi itu kecelakaan,” jelas Reza.

Apabila benar Brigadir RAT bunuh diri, polisi seharusnya dapat mengusut peristiwa yang terjadi sebelum hari kematian RAT. Jika ada intimidasi, paksaan, atau pengaruh dari pihak lain yang membuat Brigadir RAT bunuh diri, maka insiden ini tidak dapat dipandang sebagai peristiwa tunggal.

“Seandainya ditelusuri ke belakang, ada pengaruh, intimidasi terhadap personel tersebut, maka alih-alih menyebutnya sebagai peristiwa tunggal, maka boleh jadi ada peristiwa pendahuluan yang bisa jadi berkonsekuensi pidana".

"Misalnya seseorang menyuruh orang lain untuk melakukan tindakan fatal. Ini merupakan kesimpulan yang terlalu dini,” tandasnya.