Pengusutan Korupsi di Pertamina: KPK 'Tancap Gas', Kejaksaan di 'Jalur Lelet'


Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi tengah menyelimuti perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina (Persero). Di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'tancap gas', sementara di Kejaksaan di 'jalur lelet'.
Bahwa, KPK tengah mengusut dugaan rasuah terkait digitalisasi SPBU di PT Pertamina (Persero). Kasus itu diusut sejak 2024. Perkara lain yakni dugaan rasuah pengadaan liquefied natural gas (LNG).
Kasus dugaan rasuah LNG merupakan pengembangan atas perkara, yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Karen kini masih menjalani masa pemenjaraannya. Belum lagi soal kasus korupsi di Petral yang kembali di gas KPK.
Lalu bagaimana dengan di Kejaksaan? Bahwa soal skandal geomembrane Pertamina Hulu Rokan yang sempat menyeruak di Senayan melalui Anggota Komisi III DPR, Hinca Pandjaitan.
Dia sempat melaporkan kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina Hulu Rokan ke Kejaksaan Tinggi Riau. Kasus pertama terkait dugaan perbuatan melawan hukum atas kontrak geomembran yang dilakukan PT Total Safety Engineering. Penerimaan barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan berpotensi merugikan negara miliaran.
Selain itu ada juga pemalsuan sertifikasi laboratorium test produk geomembran di Wilayah Kerja Blok Rokan. Dalam kasus itu, diduga kontraktor memalsukan sertifikasi yang diterbitkan BRIN.
"Hari ini saya datang ke kantor kejati diterima langsung Kajati, Pak Abas. Ini sebenarnya rangkaian pengawasan saya di Riau khususnya PHR, ini sudah sejak jamannya Pak Supardi," kata Hinca di Kejati Riau, Rabu (26/6/2024).
Hinca menilai kedatangannya setelah Komisi III menggelar rapat bersama Kejaksaan Agung. Dalam rapat itu, ia mempersoalkan terkait pengawasan yang dilakukan Korps Adhiyaksa terhadap PT Pertamina.
"Menurut saya sangat parah ya, terutama di pengadaan-pengadaan. Ini kan kalau di Pertamina holdingnya besar sekali, ya saya banyak menerima pengaduan. Bahkan sempat pernah ada yang jatuh," kata Hinca.
"Jadi hari ini kita menerima banyak pengaduan saya teruskan ke Kejati Riau untuk diperiksakan dan ditindaklanjuti yang saya laporkan. Mudah-mudahan, saya minta Kejati jangan lama-lama, segera tindak lanjuti karena data dan dokumen yang saya beri cukup valid," katanya lagi.
Hinca mengaku datang untuk melaporkan kasus dugaan korupsi tersebut secara resmi. Ia berharap pengawasan akan ada pengawasan serius yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Riau.
"Pelaporan saya resmi, kali ini saya mencoba penegakan hukum benar-benar dijalankan. Karena ketika masyarakat yang lapor belum tentu difollow up dengan baik, nah biar saya wakil rakyat yang melapor supaya seriuslah pengawasan".
"Perkara geomembrane yang menurut saya ini pemalsuannya luar biasa. Ternyata itu surat-surat BRIN dipalsukan dan PHR percaya saja bayarin itu, jadi kalau kontrak panjang sudah ditemukan harusnya disetop supaya kerugian tidak semakin besar," katanya.
Dalam laporan, ada empat nama yang telah resmi dilaporkan. Keempat nama tersebut antara lain Edi Susanto, Irfan Zanuri dan dua nama lain yang telah dilaporkan ke Korps Adhiyaksa.
"Karena locusnya di sini, supaya Kajati Riau seriuslah. Ini sudah saya kasih tau baik-baik waktu jaman Pak Supardi, waktu itu fungsi pengawasan saya sampaikan. Kalau tidak dianggap juga ya lapor langsung".
"Kasus-kasus di Pertamina ini harus dibongkar, besar-besar ini. Dengan alasan pendampingan kejaksaan, ini proyek nasional dan sebagainya tidak tersentuh," imbuhnya.
Hingga saat ini, kasus ini tak nyaring lagi.
Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024) lalu mengatakan bahwa kasus di PHR itu tengah berproses. “Sedang berjalan, sedang berproses,” katanya dikutip pada Selasa (19/11/2024).
Kendati, Asep enggan memerinci detail kasusnya. Dugaan rasuahnya terkait digitalisasi di perusahaan pelat merah tersebut. Namun kata Asep, perkara itu hampir rampung untuk naik ke tahap penyidikan. “(Perkaranya) diantaranya (dari tahap penyelidikan ke penyidikan),” jelas Asep.
Adapun kasus baru di Pertamina diyakini bukan cuma satu. Koordinator pegiat antikorupsi Amatir, Nardo Ismanto Pasaribu mengungkapkan pihaknya dipanggil pihak KPK untuk dimintai keterangannya dan diminta menyerahkan bukti tambahan terkait dugaan korupsi tersebut.
"Kita hari ini menyampaikan bukti tambahan pendukung salah satunya beberapa bukti tentang hubungan antara PT MCP (Mutiara Cahaya Plastindo)
dengan PT TSE (Total Safety Energy), PT Mutiara dengan PT Total Safety dalam pelaksanaan geomembrane," kata Nardo kepada wartawan usai diminta keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 18 September 2024.
Dia menduga nilai tender yang jadi bancakan tembus hingga ratusan miliar rupiah.
"Nilai tendernya itu kurang lebih Rp209 miliar, tapi yang sekarang kita ketahui pelaksanaan pengadaan itu baru terlaksana sekitar pembayaran baru dilakukan sekitar Rp20 miliar, ada sekitar 2-3 RO (Realese Order,Red)," beber Nardo.
Berdasarkan data-data yang dimiliki, dan hasil diskusi bersama tim KPK, tender Supply Geomembrane di PT PHR menurutnya, dikorupsi bukan cuma pada proses pelaksanaan saja tapi ada dugaan upaya pengkondisian tender sejak awal.
"Kemungkinan besar ini indikasi potensi korupsinya tidak dalam pelaksanaan saja, tetapi mulai dari proses tender sudah diduga, dicurigai ada gratifikasi ataupun pengkondisian peraturan-peraturan agar disesuaikan," ungkapnya.
Nardo tak menampik ada keterlibatan para petinggi Pertamina untuk memuluskan PT Total Safety sebagai pemenang tender.
"Ya, petinggi-petingginya ya keterlibatan para pejabat. Ada intervensi lah supaya PT Total Safety ini dimenangkan, tapi kita menduga ini kan gitu, ada arahnya ke sana. Jadi, sebagai VP dan Dirut ada intervensi ke bawah supaya dalam tender ini dipaksakan supaya dialah yang menang," jelasnya.
Pada prosesnya, KPK akan mendalami keterangan pelapor untuk kemudian menjalankan proses hukum selanjutnya atas laporan tersebut.
Adapun pegiat antikorupsi Amatir melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Geomembrane di PT Pertamina Hulu Rokan ke KPK, karena adanya indikasi-indikasi PT Total Safety Energy (TSE) sebagai pemenang tender mengirim Geomembrane HDPE dengan Sertifikat yang diduga direkayasa/palsu dan tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi yang ditetapkan oleh PT Pertamina Hulu Rokan pada Surat Pesanan “Release Order” Nomor 4300012786.
Lalu, memberikan Certifikate of Analysis yang diterbitkan oleh pabrik PT MCP No. 402/MCP/COA tanggal 21 Agustus 2023, disinyalir adanya Rekayasa karena poin 7 Oxidative Induction Time (OIT) belum ada pengujiannya di Indonesia.
Kemudian, disinyalir melakukan rekayasa terhadap dokumen milik Lembaga Negara yaitu BRIN pada Laporan Pengujian Nomor 18/Lap/LUP/I/ETC/Dec/22 tanggal 27 December 2022 dengan melakukan Penambahan Pengujian Oxidative Induction Time (OIT) pada poin 7 sampai 9.
Tak hanya itu, juga adanya konfirmasi oleh E-Layanan Sains (ELSA) BRIN bahwa Pengujian Geomembrane HDPE hanya dapat dilakukan pengujian untuk Tensile Properties saja, yang artinya Pengujian Oxidative Induction Time (OIT) tidak dapat dilakukan di BRIN.
Kasus teranyar disidik KPK
Berbekal Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang terbit pada September 2024 lalu, KPK 'tancap gas' memeriksa sejumlah saksi kasus dugaan korupsi
proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) Tahun 2018-2023.
Ada 9 orang yang dipanggil pada Senin (20/1/2025) kemarin, namun Direktur PT LEN Industri, Bobby Rasyidin dan VP Sales Enterprise PT Packet Systems tahun 2018, Antonius Haryo Dewanto, tak hadir. Pun KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang.
7 saksi lainnya yang hadir adalah Koordinator Pengawasan BBM di BPH Migas, Agustinus Yanuar Mahendratama; Head of Outbound Purcashing PT SCC 2018-2020, Aily Sutejdah; VP Corporate Holding and Portfolio IA Pertamina, Anton Trienda; VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga, Aribawa; mantan Direktur PT Dabir Delisha Indonesia, Asrul Sani; mantan Direktur Sales & Marketing PT PINS Indonesia, Benny Antoro; dan Komisaris PT Ladang Usaha Jaya Bersama, Charles Setiawan.
Dugaan korupsi tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan proyek di PT Telkom (TLKM) yang digunakan untuk PT Pertamina. "Sudah ada tersangka. Namun belum bisa disampaikan saat ini," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, kepada Monitorindonesia.com, Selasa (21/1/2025).
Terkait penyidikan itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari mengatakan, pada kasus dugaan korupsi digitalisasi SPBU yang dikerjakan Telkom sebagai pelaksana, Pertamina Patra Niaga menegaskan pemanggilan beberapa pekerjanya hanyalah sebagai saksi.
"Sebagai saksi yang dimintai keterangan dan informasi lebih detail untuk mendukung investigasi yang dilakukan oleh KPK," kata Heppy, Selasa (21/1/2025).
Pertamina Patra Niaga, tambah Heppy, sebagai entitas bisnis senantiasa melaksanakan operasional bisnisnya dalam koridor GCG (Good Corporate Governance). "Pertamina Patra Niaga menghormati proses hukum yang berjalan dengan memenuhi panggilan pihak berwenang,” jelas Heppy.
Sementara itu, VP Corporate Communication Telkom, Andri Herawan Sasoko mengatakan Telkom senantiasa berkomitmen untuk menjalankan seluruh aktivitas bisnis sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Terkait dengan proyek digitalisasi SPBU, Telkom menghormati proses hukum dan siap bekerja sama dan mendukung penuh setiap proses yang dilakukan oleh pihak berwenang."
"Sesuai dengan ketentuan hukum sebagai bagian dari komitmen kami dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Langkah ini juga sejalan dengan program bersih-bersih BUMN yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN RI," imbuhnya.
Topik:
KPK Kejagung Pertamina Hulu Rokan SPBU Pertamina