Prof Suparji: KPK Jangan Main-main di Kasus Korupsi CSR BI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Januari 2025 13:21 WIB
Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad (Foto: Dok MI/Aswan)
Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad, menyoroti lambannya penanganan kasus korupsi tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia, yang hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

“Dalam konteks penanganan kasus kasus CSR di Bank Indonesia dan ini kan menimbulkan spekulasi juga tentang validasi data yang dimiliki dalam penanganan kasus tersebut," kata Suparji kepada Monitorindonesia.com, Selasa (28/1/2025).

Dia bingung dengan sikap internal KPK yang tak kompak dalam pengusutan kasus ini. Bahkan, dia meminta KPK agar tak main-main. “Katanya sudah ada tersangka, tapi tiba-tiba diralat dan sampai mereka minta maaf,” tandasnya.

Pada Desember 2024 lalu, KPK merevisi pernyataan tentang penetapan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility di Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan; atau kasus korupsi dana CSR BI-OJK.

Hal ini merujuk pada pernyataan Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan yang mengatakan telah ada dua tersangka berlatar belakang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kedua tersangka adalah penerima aliran dana CSR dari BI dan OJK.

"Kemungkinan beliau salah melihat atau mengingat dengan perkara yang lain. Jadi, ada miss di situ sehingga disebut sudah ada tersangka. Bahwa sampai dengan saat ini surat perintah penyidikan tidak menyebut nama tersangka," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Jumat (20/12/2024).

Menurut dia, KPK memang baru saja mengeluarkan surat perintah penyidikan atau sprindik terhadap kasus dana CSR BI-OJK. Akan tetapi, dia mengklaim sprindik tersebut bersifat umum atau tanpa menyebut nama tersangka dalam dokumen tersebut.

Hal ini juga yang membuat dia belum bisa mengkonfirmasi tentang jumlah kerugian negara dan modus korupsi yang terjadi pada kasus tersebut. Dia mengklaim, belum mendapatkan informasi apakah kasus ini melibatkan praktik suap atau gratifikasi kepada pejabat BI atau OJK.

"Bahwa ada pihak-pihak yang menerima keuntungan itu pasti. Tapi nanti kita akan petakan. Penyidiknya akan memetakan apakah ada potensi pemberi suap di situ, atau nanti akan menjadi sebuah perkara kerugian negara," jelas Tessa.

Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan menyatakan pihaknya telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Akan tetapi, tersangka tersebut justru bukan berasal dari pejabat BI atau pun OJK. 

Menurut Rudi, para tersangka ini adalah orang-orang yang diduga menerima dana CSR dari BI dan OJK. Padahal, keduanya tak memenuhi kriteria sebagai penerima dana yang tepat.

“Kita sudah dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan dua orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana yang berasal dari CSR-nya Bank Indonesia,” kata Rudi.

Salah satu tersangka, menurut KPK, berlatar belakang jabatan sebagai anggota DPR. Karena kasus ini terjadi pada 2023; anggota DPR yang dimaksud berada pada periode 2019-2024.

Topik:

KPK CSR BI BI