Korupsi dan TPPU Pagar Laut


Jakarta, MI - Pagar laut membentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten yang heboh di awal tahun 2025 hingga saat ini tak kunjung ketahuan siapa dalangnya. Bahkan proses hukum pun belum juga dibongkar aparat penegak hukum (APH), mulai dari Polri, KPK hingga Kejaksaan Agung.
Pagar laut ini membentang dari Kecamatan Teluknaga sampai Kronjo, meliputi 16 desa di enam kecamatan. Yakni, tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga di Kecamatan Kemiri, empat di Kecamatan Mauk, satu di Kecamatan Sukadiri, tiga di Kecamatan Pakuhaji dan dua desa di Kecamatan Teluknaga. Nelayan bilang kalau pagar laut sudah ada sejak dua tahun lalu, sudah melapor ke pihak berwenang tapi tak ada tindak lanjut.
Ombudsman RI Perwakilan Banten menyebutkan ada 3.888 nelayan terdampak. Kerugian ekonomi sebesar Rp 24 Miliar terhitung sejak Agustus 2024-Januari 2025. Hitungan ini perkiraan dengan menurunnya hasil tangkap nelayan, kerusakan kapal nelayan akibat pagar laut Tangerang dan bertambahnya pembelian bahan bakar perahu.
Heru, nelayan di Desa Kronjo harus berhati-hati melewati pagar laut agar tidak menabraknya. Alternatif lain, nelayan memutar jauh dengan konsekuensi waktu dan biaya operasional membengkak. Biasanya hanya perlu 10 liter solar, kini jadi 20 liter. Jika menabrak pagar, perahu rusak bahkan tenggelam.
Tak hanya nelayan tangkap, 503 pembudidaya laut juga terdampak adanya pagar laut Tangerang. Ini karena mengganggu aliran air dan perubahan kualitas air.
Tak hanya kerugian ekonomi, kondisi ekosistem laut juga turut terkena imbas negatif karena keberadaan pagar laut. Adriani Sunuddin, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, memaparkan sejumlah dampak negatif dari pagar laut.
Menurutnya, pagar laut ini memantik terjadinya modifikasi aliran air dan sedimen, gangguan biota laut, kerusakan habitat, hingga pembatasan akses nelayan.
Lebih lanjut, Adriani juga menyebut bahwa munculnya pagar laut merupakan bukti dari buruknya koordinasi lintas sektor pembangunan. “Khususnya, terkait pengelolaan ruang yang mendorong pengelolaan perikanan dan keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir, serta sentralisasi pembangunan yang masih berorientasi darat,” katanya.
Pagar laut ini dikuasai sejumlah pihak dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Data situs Bhumi ATR/BPN mengungkap bahwa perairan berpagar di Desa Kohod dan Tanjung Burung sudah bersertifikat. Jika diukur, luasnya mencapai 400 hektare.
Bahkan penelusuran melalui teknologi menunjukkan kepemilikan sertifikat ini berada di laut. Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR menyebutkan ada hak atas tanah di sepanjang pagar laut dengan jumlah 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 390,7 hektare dan 17 bidang hak milik seluas 22 hektare.
SHGB itu milik PT Intan Agung Makmur (IAM) 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) 20 bidang, perorangan 9 bidang dan 17 SHM perorangan. Sertifikat itu terbit pada 2023 dan 2024.
CIS merupakan anak perusahaan pengembang PIK 2 yakni PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), ada afiliasi dengan PT Agung Sedayu Group (ASG). Sedangkan IAM juga masih memiliki hubungan dengan Agung Sedayu Group.
Hingga 4 Februari 2025, Direktorat Tindak Pidana Umum atau Dittipidum Polri menaikkan status kasus pagar laut di Tangerang ke tahap penyidikan. Dari gelar perkara, ditemukan bukti pidana dugaan pemalsuan akta otentik sertifikat HGB dan SHM di lokasi tersebut.
Dari 263 sertifikat HGB, Bareskrim Polri menggunakan 10 dokumen untuk dijadikan sampel dalam perkara. Sisanya, sertifikat lainnya akan diuji di Labfor Polri.
Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mulai mengusut kasus dugaan korupsi terkait pagar laut di Desa Kohod, Tangerang, Banten.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto memastikan bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh KPK tidak akan berbenturan dengan penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Kejagung. Menurutnya, kedua lembaga penegak hukum tersebut akan melakukan proses yang saling melengkapi.
"KPK akan melakukan proses analisa, verifikasi, dan mencari sisi-sisi yang tidak bertabrakan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung," ujar Tessa, Sabtu, 1 Februari 2025.
Hingga saat ini, Kejagung masih melakukan pengamatan terhadap kasus tersebut dan belum menentukan objek perkara korupsinya. Meski demikian, Tessa menjelaskan bahwa KPK akan melihat dari sudut pandang yang berbeda dari aparat penegak hukum lainnya dalam mengusut dugaan korupsi ini.
"Aparat penegak hukum di perkara korupsi yang telah melakukan proses penyelidikan atau penyidikan, maka kita akan mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda terhadap objek yang sedang disorot dan apakah ada tindak pidana korupsi yang dapat diusut dan ditindaklanjuti oleh KPK," lanjut Tessa.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) turut memantau perkembangan kasus pagar laut yang ditemukan di beberapa titik, seperti kawasan Tangerang hingga Bekasi.
Terlebih, belakangan mencuat adanya dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk laut.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, pihaknya masih melakukan pengamatan atas perkara tersebut.
“Posisi kami akan terus melakukan pengamatan secara seksama terhadap perkembangan permasalahan ini di lapangan,” tutur Harli kepada wartawan, Kamis (31/1/2025).
Menurutnya, sejauh ini Kejagung akan tetap mendahulukan instansi, lembaga, atau kementerian terkait yang menjadi leading sektor dalam penanganan kasus pagar laut.
“Katakan misalnya KKP atau dan lain sebagainya. Mengapa, karena kita mengharapkan jika misalnya kementerian atau lembaga ini dalam pemeriksaan pendahuluannya menemukan ada peristiwa pidana di sana, tentu kita akan lihat peristiwa pidana seperti apa. Apakah ada peristiwa pidana terindikasi tidak pidana korupsi atau bukan,” jelas dia.
Jika kasus tersebut berkaitan dengan kejahatan jalanan alias street crime, atau kejahatan umum seperti pemalsuan dan lainnya, maka itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum lain.
“Kalau misalnya terindikasi ada tindak pidana korupsi, katakanlah dalam penerbitannya dan seterusnya ada suap gratifikasi, nah tentu ini menjadi kewenangan kami,” ungkapnya.
Harli mengaku turut memantau adanya pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dinonaktifkan buntut penerbitan sertifikat pagar laut.
“Nah tentu kaitan konteks apa. Nah apakah dalam kaitan itu, apa misalnya, dalam konteks pemalsuan, apa tidak profesional dalam menjalankan jabatannya, apakah ada suap, dan seterusnya. Nah ini nanti yang kita lihat,” kata dia.
Sejauh ini, penyidik Kejagung telah melakukan pengumpulan bahan data dan keterangan. Sifatnya pun belum pro justisia sehingga perlu ada kehati-hatian dalam menjalankan tugas.
“Karena ini sifatnya penyelidikan, pulbaket. Jadi tidak mendalam seperti katakanlah proses penyidikan dan seterusnya. Kami hanya mengumpulkan bahan data keterangan. Supaya apa, karena sebagai aparat penegak hukum, jangan sampai tertinggal melihat,” tutup Harli.
TPPU
Polisi terus mengusut kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk proyek pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten itu.
Selain pemalsuan dokumen, penyidik juga menelusuri kemungkinan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara tersebut.
"Kami masih pada lingkup membuktikan tentang pemalsuan. Nanti berjalan waktu kami pasti akan mengarah ke sana (TPPU)," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di kantornya, Selasa (4/2/2025).
Djuhandhani mengatakan saat ini penyidik masih berfokus pada dugaan pemalsuan yang telah naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan usai ditemukan unsur pidana dalam perkara pagar laut. Namun, tidak menutup kemungkinan kasus ini berkembang ke arah dugaan pencucian uang.
"Nanti itu setelah kita bisa mewujudkan predikat crime, baru kita akan mengerucut apakah ini ada terkait TPPU atau tidak," ujar dia.
Kasus pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten memasuki babak baru. Penyidik Bareskrim Polri meningkatkan kasus pagar laut tersebut ke tahap penyidikan setelah ditemukan adanya unsur pidana.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, keputusan itu diambil setelah dilakukan gelar perkara pada Selasa (4/2/2025). Penyidik menemukan unsur pidana berupa pemalsuan surat Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Hadir saat gelar perkara, tim penyidik utama, penyidik madya, dan para penyidik di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
"Dari hasil gelar, kami sepakat bahwa kami telah menemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan akta otentik," kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Selasa (4/2/2025).
Djuhandhani mengatakan, hasil gelar perkara sekaligus menaikkan status perkara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Karena itu, penyidik akan kembali memanggil saksi-saksi yang pernah diperiksa pada tahap penyelidikan.
Sejauh ini, total ada 12 orang saksi yang telah dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus pagar laut di Desa Kohod.
Dia menyebut, lima di antaranya telah diperiksa. Para saksi yang diperiksa hari ini adalah KJSB Raden Muhamad Lukman Fauzi Parikesit, perwakilan dari Kementerian ATR/BPN, perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Bapeda Kabupaten Tangerang.
"Hari ini kami menambah beberapa orang saksi, yang sebelumnya kita interview kita formilkan, kita periksa lima orang saksi" ujar Djuhandhani.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Raharjo Puro memastikan, sertifikat yang diterbitkan Kementrian ATR/BPK terkait pagar laut di Tangerang tidak sah.
Diketahui, Kementerian ATR/BPN telah melakukan pemecatan terhadap delapan orang pegawainya beberapa waktu lalu.
"Sementara diduga seperti itu (sertifikat tidak absah). Kalau dipernyataan seperti itu, kita sampaikan tadi, kita akan melaksanakan penyidikan secara saintifik. Hasil labfor seperti apa? Itu yang akan nanti," kata Djuhandhani kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2024).
"Dan ini langsung kita koordinasi dengan Kapus Labfor untuk segera menguji. Ya menguji labfor kan tentu saja perlu proses, itulah yang mungkin kita kalau ditarget waktu belum bisa menjawab saat ini," sambungnya.
Kemudian, saat ditanyakan soal ketidakabsahan atau dokumen ilegal sebanyak 263 sertifikat HGB, Jenderal bintang satu ini menyebut, hanya ada 10 dokumen yang dijadikan sampel dalam perkara yang kini tengah ditangani.
"Sementara yang kita uji adalah sampel 10. Nanti itu akan terus berkembang menjadi 263 seperti yang sudah diserahkan kepada kita," pungkasnya.
Polri sebelumnya resmi meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan terkait kasus pemalsuan dokumen soal pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Hal ini dipastikan setelah dilakukan gelar perkara serta pengumpulan barang bukti atas kasus tersebut.
"Dari hasil pemeriksaan ataupun pengumpulan barang bukti dan keterangan, kami langsung melaksanakan gelar perkara, di mana gelar perkara tersebut dihadiri oleh tim dari Bareskrim, yaitu penyidik utama, penyidik madya, dan para penyidik di lingkungan Direktorat Tindak Pidana Umum," kata Djuhandani.
"Dari hasil gelar, kami sepakat bahwa kami telah menemukan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan atau Pemalsuan Akta Otentik yang selanjutnya kami dari penyidik siap melaksanakan penyidikan lebih lanjut," imbuhnya.
Topik:
KPK<Polri Kejagung Pagar LautBerita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
2 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
13 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB