Kejagung Didesak Usut TPPU Korupsi ASABRI Seret Tan Kian, Gandeng PPATK!


Jakarta, MI - Konglomerat Tan Kian tertangkap kamera ikut serta dalam acara lelang jam tangan super mewah François-Paul Journe (FP Journe) yang dijual dengan harga US$6,5 juta atau sekitar Rp106 miliar di Jenewa, Swiss.
Sementara nama Tan Kian sendiri disebut-sebut terlibat TPPU Teddy Tjokrosapoetro terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
Kini Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak agar memeriksanya. Yakni soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di PT ASABRI itu.
Begitu disapa Monitorindonesia.com, Jumat (7/2/2025) malam, pakar hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf, mempertanyakan ke mana duit-duit hasil kejahatan rasuah itu mengalir.
"Selama ada aliran yang jelas terhadap yang bersangkutan dari Aabari seharusnya diperiksa oleh Kejagung," kata Hudi.
Nama Tan Kian memang sempat terseret dalam kasus Asabri jilid II telah merugikan negara hingga Rp23,7 triliun. Bahwa, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kala itu mengklaim telah menemukan adanya aliran dana dari tersangka Benny Tjokrosaputro kepada Tan Kian.
Dirdik Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah kala itu menyebut, pihaknya sudah mengonfirmasi hal itu kepada Tan Kian, untuk memastikan aliran dana dari tersangka Benny Tjokrosaputo kepada Tan Kian tersebut terkait kasus korupsi PT Asabri atau tidak.
Namun demikian hingga saat ini nama Tan Kian tak ada kejelasan lagi. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan nama Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), dan Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) sebagai tersangka korupsi PT Asabri.
Menyoal itu, pakar hukum pidana dari UBK, Hudi Yusuf kembali mendesak korps Adhyaksa yang dikomandoi Jaksa Agung Burhanuddin itu agar memeriksa Tan Kian agar dugaan TPPU itu tidak menggantung.
"Kasus tidak boleh menggantung begitu saja. Dengan video yang viral itu menjadi celah Kejagung menyelidikinya. Nah uangnya itu dari mana saja kalau sanggup beli jam sedemikian besar," katanya.

Di lain sisi, Hudi mendesak agar Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) agar turut membantu Kejagung menelusuri transaksinya.
"Peran PPATK sangat strategis di sini," tegasnya.
Sementara itu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, kepada Monitorindonesia.com, sempat menyatakan bahwa pihaknya selalu diminta koordinasi dalam hal pengungkapan kasus hukum. "Kami kan selalu diminta koordinasi oleh penyidik dalam hal proses penegakkan hukum yang dilakukan," katanya.
Tan Kian membantah
Tan Kian angkat bicara terkait isu yang menyebut video pendek yang menyebut dirinya ikut lelang jam tangan super mewah François-Paul Journe (FP Journe) di Jenewa, Swiss itu. Pemilik pusat perbelanjaan papan atas Pasific Place, Hotel JW Marriot, Hotel Ritz dan Carlton itu, The Plaza Office Tower menyebut hal itu adalah berita bohong alias hoaks.
Hal ini diungkap Tan Kian merespon video yang menunjukan dirinya tengah ikut lelang jam tangan senilai US$6,5 juta atau sekitar Rp106 miliar tersebut. "Itu Hoaks," kata Tan Kian di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Tan Kian mengaku, tak memiliki satu pun koleksi jam tangan super mewah tersebut. Karena itu, mustahil sosok video tersebut adalah dirinya. "Saya sama sekali tidak memiliki satu pun jam tangan merk FP Journe," ujarnya.
Dalam kesempatan sama, dia juga mengklarifikasi tuduhan dirinya yang terlibat kasus korupsi Jiwasraya. Ia mengaku tidak ada keterkaitan mengenai masalah tersebut. "Saya juga tidak ada urusan mengenai Jiwasraya. Itu semua hoaks. 100 persen saya bantah," kataTan Kian.
Tan Kian lolos?
Sekadar tahu bahwa, Tan Kian juga pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus PT Asabri pada tahun 2009 silam. Hanya saja, waktu itu kasus yang menjerat Tan Kian tak terkait dana investasi, melainkan pinjaman uang senilai Rp410 miliar dari Badan Pengelola Kesejahteraan Rumah Prajurit oleh pengusaha Henry Leo pada tahun 1996.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, Henry telah mengalirkan dana milik prajurit TNI itu ke Tan Kian. Usut punya usut, duit ratusan miliar itu diduga digunakan untuk membangun Plaza Mutiara. Tan pun kemudian menjadi tersangka dalam perkara tersebut.
MONITOR JUGA: Tentang Tan Kian, Konglomerat Properti yang Lolos dari Kasus ASABRI
Namun demikian, pengungkapan kasus Tan Kian pada tahun 2009 mencapai antiklimaks. Pasalnya, di tengah penyidikan berlangsung, Kejagung yang waktu itu dipimpin oleh Hendarman Supandji, menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan perkara atau SP3 atas kasus Tan Kian.
Penerbitan SP3 itu dilakukan atas dasar Tan telah mengembalikan uang senilai US$13 juta. Sehingga pada tanggal 13 April 2009, pihak Kejagung menerbitkan SP3 atas Tan Kian.
Tan Kian juga sempat disebut dalam perkara korupsi Jiwasraya. Pada awal pengungkapan perkara, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami keterlibatan konglomerat bisnis properti Tan Kian dalam perkara Jiwasraya pada medio tahun 2019.
Kala itu Kejaksaan Agung atau Kejagung RI mengungkapkan bahwa Tan Kian telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Benny Tjokro-Direktur Utama PT Hanson International Tbk pada hari ini Senin 27 Januari 2019.
Pada saat itu Kejagung juga menyebut Tan Kian dan Benny Tjokro tersangka kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya sempat bekerja sama untuk membangun sejumlah properti di beberapa wilayah di Indonesia.
Saat itu Tan Kian sendiri memenuhi panggilan tim penyidik sejak pukul 09.00 WIB pagi tadi dan masih diperiksa hingga pukul 22.00 WIB malam.
Tan Kian pun lebih memilih bungkam usai diperiksa 13 jam oleh tim penyidik Kejagung.
Dalam kasus tersebut Tan Kian juga disebut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara Rp13,7 triliun. Namun lagi-lagi, sampai akhirnya kasus ini diputus pengadilan, Tan Kian lolos dalam perkara Jiwasraya.
Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK
Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin, 27 Mei 2024 lalu. Yang melaporkannya adalah Indonesia Police Watch (IPW) bersama organisasi masyarakat lainnya bernama Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST).
Febrie Adriansyah dilaporkan atas dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi milik PT Gunung Bara Utama (GBU) yang dilakukan Kejagung. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator KSST, Ronald.
Adapun benda sita korupsi tersebut adalah berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama yang disita dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Dijelaskan Ronald, KSST koalisi sipil selamatkan tambang melaporkan aduan masyarakat bahwa ada indikasi dugaan korupsi yang dilakukan terhadap lelang aset tambang PT Gunung Bara Utama yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung.
Ronald memastikan pihaknya telah menyerahkan data-data terkait dugaan korupsi yang dilakukan Jampidsus Febrie Adriansyah ke KPK. Tak hanya data, dia menyebut fakta-fakta seputar praktik rasuah itu juga sudah diserahkan ke lembaga anti rasuah.
Diungkapkan Ronald terlapornya Jaksa Agung Jampidsus, kemudian penilai aset PPA Kejaksaan Agung, kemudian dari DJKN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan lain-lain.
Lebih lanjut Ronald menjelaskan, ada kerugian negara terhadap aset saham tersebut. Pasalnya, kata dia, nilai lelangnya tidak sesuai dengan kerugian yang dialami negara. “Jadi kerugiannya itu kita taksir senilai Rp 11 triliun tapi dilelang hanya kemudian Rp1,9 triliun. Berarti ada indikasi kerugian Rp9 triliun,” tutur Ronald kepada wartawan Gedung Merah Putih KPK.
Pada kesempatan yang sama, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebut aset-aset milik PT Gunung Bara Utama yang disita Kejagung dalam kasus korupsi Jiwasraya senilai Rp10 triliun di tahun 2023.
Namun, dia mengungkapkan Kejagung melelang barang sitaan milik PT Gunung Bara Utama hanya senilai Rp1,945 triliun, tidak sampai Rp10 triliun pada Juli 2023.
“Selisih Rp9 triliun ini jadi tanda tanya? Padahal infonya ada yang menawar Rp4 triliun bahkan kewajiban pengembalian kerugian negara itu sekitar Rp9,6 triliun pengembaliannya tapi dijual cuma Rp1,945 triliun," kata Sugeng.
Terkait perkembangan laporan tersebut, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Senin (22/7/2024) belum memberikan respons.
Hanya saja pada beberapa waktu lalu dia menyatakan bahwa "Pada prinsipnya bila dokumen yang diajukan sebagai lampiran laporan lengkap, akan diproses dan ditindaklanjuti. Bila tidak, akan dimintakan untuk dilengkapi terlebih dahulu oleh pelapor".
Sementara itu, menurut Kapuspenkum Kejagung sebelumnya, Ketut Sumedana, laporan yang dilayangkan terhadap Febrie salah alamat. "Ya laporan salah alamat lah," kata Ketut saat ditemui, Kamis (30/5/2024).
Sedianya, Ketut mengaku tak masalah jika ada yang melaporkan pihaknya. Sebab, hal tersebut merupakan suatu bentuk kontrol sosial. Namun disayangkan jika laporan yang dibuat tidak berdasar.
"Silakan aja kita seneng kalau proses laporan itu bener. itu sebagai bentuk kontrol masyarakat terhadap penegak hukum, kalau bener kita apresiasi, tapi kalau enggak kan kasihan nama baik orang, nama baik institusi," kata Ketut. (wan)
Topik:
ASABRI KPK Kejagung PPATK Jiswasraya Tan Kian