Lomba Kritik Polisi Digelar, Giliran Ada Lagu Bayar Bayar Bayar Malah Gerah!


Jakarta, MI - Polri mengklaim bahwa institusinya terbuka terhadap masukan, bahkan secara rutin mengadakan berbagai kegiatan seperti stand-up comedy, lomba mural, hingga kompetisi musik jalanan untuk menampung kritik masyarakat.
Akan tetapi dengan adanya lagu "Bayar Bayar Bayar" milik Band Punk asal Purbalingga, Sukatani, mereka gerah? Lagu ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan kritik tajam terhadap praktik korupsi yang marak di kalangan oknum kepolisian.
Adapun 'Bayar Bayar Bayar' merupakan lagu dari band post-punk asal Purbalingga, Sukatani, yang dirilis pada tahun 2023. Dengan lirik yang menyoroti berbagai situasi di mana masyarakat merasa harus membayar untuk mendapatkan layanan atau menghindari sanksi.
Pada 20 Februari 2025, Sukatani mengumumkan penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform streaming dan menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri serta institusi Polri.
Meskipun lagu tersebut telah ditarik, pesan yang disampaikan melalui liriknya tetap menjadi refleksi penting mengenai hubungan antara masyarakat dan institusi penegak hukum di Indonesia.
Lirik lagunya begini:
Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Baru-baru ini Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa Polri bukan institusi yang antikritik. “Sebelumnya Bapak Kapolri sudah selalu menyampaikan bahwasanya Polri itu menuju organisasi atau institusi yang sangat modern. Modern di sini adalah salah satu syaratnya adalah tidak antikritik,” kata Trunoyudo saat diwawancarai di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2025).
Menurutnya, Polri justru membuka ruang bagi kritik melalui berbagai medium seni.“Maka ada beberapa kegiatan-kegiatan setiap tahunnya, kita ada stand up comedy. Bagaimana dengan segmen-segmen komunitas-komunitas itu bisa memberikan masukan melalui kritik, misalnya stand up comedy,” jelasnya.
“Terkait dengan seni musik, komunitas melalui institusi musisi jalanan, itu juga berpartisipasi, pernah kita lombakan juga melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya kritikan-kritikan kepada Polri, itu melalui seni,” tambahnya.
Terkait kasus yang menimpa band Sukatani, Trunoyudo menyebut bahwa Polda Jawa Tengah sudah memberikan penjelasan resmi. “Artinya saat ini juga sudah dijelaskan oleh Polda Jawa Tengah dan semuanya ini sudah sampai pada penjelasan oleh Polda Jawa Tengah dan kemudian ini juga bagian daripada tadi, penjelasan bahwasanya Polri pada prinsipnya tidak antikritik,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Jateng menyatakan tidak pernah mengintervensi dan memaksa mereka membuat video permintaan maaf. Bahkan, polisi menyebut band Sukatani telah menjadi teman Kapolri.
"Pada prinsipnya kita menghargai mereka, berekspresi, berpendapat. Ini sebagai masukan Bapak Kapolri dan mereka menjadi teman Bapak Kapolri," Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jumat (21/2/2025).
Polisi pun mempersilakan band Sukatani untuk mengedarkan atau menyanyikan lagu Bayar Bayar Bayar. "Ya monggo saja silakan (diedarkan lagi)," kata.
Merendahkan?
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, menegaskan bahwa jika masyarakat memberikan kritik itu adalah hal yang wajib diterima oleh sebuah lembaga negara. Hal itu karena kelembagaan adalah pelayan yang bekerja untuk rakyat.
"Jadi ketika rakyat berbicara dalam memandang institusi negara itu jangan dianggap sebagai merendahkan. Tapi memang sarana yang harus diperhatikan oleh semua orang. Baik kemudian ada pendapat atau ekspresi dalam bentuk apapun," kata Isnur, inggu 923/2/2025).
Menurut dia, kritik dalam bentuk tulisan, ekspresi musik, hingga dalam bentuk karya jurnalistik tidak boleh mendapat upaya-upaya intimidasi dari pihak mana pun. Kata dia, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap Band Sukatani, mulai dari pemaksaan untuk meminta maaf hingga minta membuka topengnya adalah bentuk intimidasi kebebasan berekspresi dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Itu jelas bahwa aparat-aparat yang melakukan dengan dalih apapun itu bagian dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Aparat-aparat yang mencoba mendekati, mengintimidasi itu tidak mengerti apa itu kode etik kepolisian," ungkapnya.
Isnur mengatakan, di dalam kode etik kepolisian jelas polisi dilarang untuk bertindak arogan. Namun, kenyataannya banyak aparat kepolisian yang bertindak arogan terhadap sebuah kritik.
Karena itu, Isnur meminta pihak kepolisian untuk kembali membaca aturan-aturan kelembagaannya, serta membaca dan memahami undang-undang hak asasi manusia.
"Jadi Kapolri harus kembali menegaskan kepada seluruh anggotanya untuk membaca kembali pedoman Kapolri nomor 9 tentang implementasi hak-hak manusia. Jangan sampai kepolisian seolah tidak belajar apa itu ekspresi. Apa itu seni, apa itu musik, apa itu kritik, apa itu ekspresi. Jangan sembarang-sembarang ini menyinggung, ini menyakiti, ini merendahkan. Tidak ada itu," tukasnya. (an)
Topik:
Bayar Bayar Bayar YLBHI Sukatani PolriBerita Terkait

Sindikat Pembobol Rekening Dormant Rp240 M Ngaku jadi Satgas Perampasan Aset
25 September 2025 14:41 WIB

Diungkap Nikita Mirzani, Hakim Didesak Minta Polisi dan KPK Usut Dugaan Suap di BPOM
25 September 2025 12:52 WIB

Majelis Dewan Adat Masyarakat Rampi Beraudensi dengan Dittipiter Bareskrim Polri
25 September 2025 10:47 WIB