4 Kasus Menyeret Jampidsus Febrie Adriansyah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Maret 2025 13:16 WIB
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Dok MI)
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah terseret 4 dugaan perkara sebagaimana yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Laporan ini dilayangkan koalisi sipil masyarakat anti korupsi yang terdiri dari Indonesia Police Watch (IPW), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan (10/3/2025).

"Yang dilaporkan FA (Febrie Adriansyah). Ada kasus yang sudah pernah kami laporkan, kemudian ada tiga kasus tambahan," kata Koordinator Koalisi Sipil Anti Korupsi, Ronald Loblobly di Gedung Merah Putih KPK.

Empat kasus itu adalah kasus Jiwasraya, perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ronald Loblobly mengatakan, Jampidsus Ferbrie Adriansyah selaku penanggungjawab penyidikan menjalankan modus operandi ‘memberantas korupsi sembari korupsi.

1. Kasus Jiwasraya

Dalam kasus Jiwasraya, pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) milik terpidana Heru Hidayat yang dilaksanakan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI, dimenangkan PT Indobara Utama Mandiri (PT IUM).

Berdasarkan temuan KSST, perusahaan itu didirikan tiga bulan sebelum lelang oleh Andrew Hidayat, mantan terpidana kasus korupsi suap.

Selain itu, nilai keekonomian paket saham PT GBU sebesar Rp12,5 triliun itu dilelang hanya dengan nilai sebesar Rp1,945 triliun, melalui proses yang penuh rekayasa.

Negara dimanipulasi seolah-olah pelaksanaan lelang tidak ada peminatnya, diduga sebagai modus untuk merendahkan nilai limit lelang (mark down). Sehingga PT IUM sebagai satu-satunya peserta lelang yang menyampaikan penawaran, yang mengakibatkan terjadi potensi kerugian negara sedikitnya sebesar Rp9,7 triliun.

Ia melanjutkan, agar mekanisme penetapan nilai limit lelang terkesan sesuai aturan, digunakan appraisal yang ternyata ‘fiktif’ sebagaimana yang dikeluarkan oleh 2 (dua) Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni KJPP Syarif Endang & Rekan dan KJPP Tri Santi & Rekan.

2. Kasus Zarof Ricar
Jampidsus Febrie Adriansyah, diduga melakukan dugaan kejahatan ‘memberantas korupsi sembari korupsi’ dalam kegiatan penyidikan yang melibatkan terdakwa Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI RI.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Nurachman Adikusumo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 10 Februari 2025, terdakwa Zarof Ricar tidak dikenakan pasal pidana suap terkait barang bukti uang sebesar Rp920 miliar dan 51 kg emas.

Zarof Ricar hanya dikenakan pasal gratifikasi, sebagaimana yang dimaksud Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kendati hanya berperan sebagai perantara dan tidak berkedudukan sebagai majelis hakim yang memeriksa perkara, seharusnya Zarof Ricar lebih tepat dikenakan pasal suap.

Ia meyakini ada meeting of minds antara pemberi dan Zarof Ricar selaku perantara penerima suap dalam kaitan dengan barang bukti suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kg emas itu.

Dalam surat dakwaan, Ronald menyebut JPU tidak mengurai asal usul uang yang diduga suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kg emas, yang ditemukan jaksa penyidik pada saat menggeledah rumah kediaman Zarof Ricar.

Padahal saat penggeledahan ditemukan bukti catatan tertulis, antara lain “Titipan Lisa”, “Untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN”, dan “Perkara Sugar Group Rp200 miliar”.

“Patut diduga uang sebesar Rp200 miliar itu merupakan milik hakim agung yang menangani perkara sengketa perdata antara PT Sugar Group Company (SGC/Gunawan Yusuf) dkk melawan Marubeni Corporation (MC) dkk sebagaimana pengakuan Zarof Ricar dalam pemeriksaan,” ujar Ronald.

Oleh sebab itu, apabila ditinjau dari format surat dakwaan yang dibacakan JPU Nurachman Adikusumo, Ronald menilai wajar apabila terdapat kecurigaan bahwa Zarof Ricar diberi celah perlindungan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah untuk mendapat vonis bebas.

3. Penyalahgunaan Kewenangan Tata Niaga Batubara di Kaltim

Kasus ketiga, ujar Ronald, pada 18 Maret 2024 Jampidsus Febrie Adriansyah memerintahkan Direktur Penyidikan (saat itu) Kuntadi menandatangani dua Surat Perintah Penyelidikan dengan nomor: Prin-07/Fd.1/03/2024 dan Nomor: Prin-19A/F.2/Fd.1/04/2024 tanggal 02 April 2024.

Dua surat ini terkait dugaan tindak pidana korupsi Penyalahgunaan Kewenangan dalam Tata Kelola Pertambangan Batubara di Kaltim, yang dalam perkembangannya kemudian telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Penanganan kasusnya berujung tak jelas, padahal penyidik sudah mememiliki lebih dari dua alat bukti.

4. Dugaan TPPU

Selain itu, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi meminta KPK mendalami dugaan upaya penyembunyian atau penyamaran uang yang didapat hasil kejahatan penyalahgunaan kewenangan dan/atau tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Jampidsus Febrie Adriansyah.

Koalisi menduga Jampidsus Febrie menggunakan sejumlah gatekeeper, yakni Don Ritto dan Nurman Herin yang merupakan Keluarga Besar Alumni Universitas Jambi bersama-sama Febrie Adriansyah yang menjabat selaku Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan. Dua nama lain adalah Jeffri Ardiatma dan Rangga Cipta.

Para gatekeeper ini mendirikan PT Kantor Omzet Indonesia bergerak dalam bidang kegiatan Penukaran Valuta Asing, broker dan dealer valas.

Lalu ada PT Hutama Indo Tara bergerak dalam bidang Perdagangan Besar Atas Dasar Balas Jasa (Fee) dan Perdagangan Besar Bahan Bakar Padat Cair dan Gas dan Produk YBDI, dengan berlamat di Treasury Tower Lantai 03 Unit A-N Distric 8 Lot 28 SCBD Jalan Jenderal Sudirman, Kav. 52-53, Jakarta Selatan. Di dalam perusahaan itu terdapat nama Kheysan Farrandie, putra Febrie Adriansyah.

Topik:

KPK Kejagung Febrie Adriansyah