Habis BTS Kominfo Terbitlah Korupsi PDNS, Habis Johnny G Plate, Terbitlah...

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Maret 2025 00:39 WIB
Kemenkominfo/Kemenkomdigi (Foto: Dok MI/Aswan)
Kemenkominfo/Kemenkomdigi (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Habis kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), terbitlah dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Kasus dugaan korupsi BTS 4G Kominfo terjadi di era mantan Menkominfo Johnny G Plate yang kini telah divonis 15 tahun penjara. Sementara kasus dugaan korupsi PDNS itu turut terjadi di era Budi Arie Setiadi. 

Kemenkominfo kini telah berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kembali dibongkar. Sementara Budi saat ini menjabat sebagai Menteri Koperasi.

Teranyar kasus yang menyelimuti Kemekominfo pasca BTS adalah terkait pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang diduga buntut kasus penyerang dunia maya menyusup ke Pusat Data Nasional (PDN). Sehingga mengganggu beberapa layanan dari pemerintah dan sempat meminta uang tebusan 8 juta dolar Amerika.

Namun pengusutannya tidak lagi oleh Kejaksaan Agung melainkan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Setelah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerbitkan surat perintah penyidikan (sprintdik) Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.

“Pada hari yang sama Kajari juga menerbitkan surat perintah penggeledahan dan penyitaan kepada Tim penyidik untuk menggeledah di beberapa tempat,” kata Kasi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting, Jumat (14/03/2025) lalu.

Tempat-tempat yang digeledah ada yang di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor dan juga di Tangerang Selatan. “Dalam penggeledahan tersebut ada sejumah barang-bukti yang turut disita,” jelasnya.

Antara lain, beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik. “Serta barang-bukti lainnya yang yang patut diduga berhubungan dengan kasus tersebut," bebernya.

Kasus posisinya yaitu Kementerian Kominfo pada tahun 2020 hingga 2024 melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan pada PDNS dengan total pagu anggaran Rp958 Miliar.

Namun dalam pelaksanaannya tahun 2020 diketahui pejabat dari Kominfo bersama dari perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.

Kemudian, ujarnya, pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360. 

“Sedangkan di tahun 2022 kembali terjadi pengkondisian untuk memenangkan perusahaan yang sama,” ujarnya.

Caranya, dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.

“Begitupun perusahaan yang sama di tahun 2023 dan 2024 memenangkan kembai pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952,” ujarnya.

Adapun, kata dia, perusahaan tersebut dalam pengadaan barang/jasa yang telah dikondisikan bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.

“Akibat tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran. Sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ujarnya.

Padahal, ungkap Bani, anggaran pengadaan PDSN menghabiskan total sebesar Rp959 miliar. “Tapi pelaksanaan kegiatan tidak sesuai Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah membangun Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai BSSN,” jelasnya.

Bani menambahkan atas dugaan korupsi terhadap proyek tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah.

Bikin pening Budi?
Pakar telematika, Roy Suryo menilai pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024 bikin stres mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi.

Apalagi kasus ini diduga merugikan negara Rp959.485.181.470. Awalnya proyek PDN, sebelum jadi PDNS ini digagas Menkominfo Johnny Gerald Plate dengan peletakan batu pertama di Cikarang, Kabupaten Bekasi pada 9 November 2022, dan direncanakan selesai dua tahun sesudahnya. Sayang Johnny Gerald Plate tersangkut kasus Proyek BTS-5G dan diteruskan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi.

"Di periode Budi Arie Setiadi inilah terjadi kecerobohan akibat mau mencari muka Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi," kata Roy Suryo dalam opini terbukanya yang masuk ke dapur Redaksi Monitorindonesia.com, dikutip pada Sabtu (15/3/2025)

PDN yang seharusnya ada di empat lokasi, yakni Cikarang, Batam, Ibu Kota Nusantara (IKN) dan NTT, kemudian dishortcut dibuat menjadi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Serpong dan Surabaya. Menurut Roy, ini dilakukan Budi Arie untuk mengejar peresmiannya sebelum Jokowi lengser.

Budi Arie memajukan peresmian titik pertama PDN yang seharusnya di Cikarang pada November 2024 menjadi 17 Agustus 2025 agar seolah-olah bisa diresmikan Jokowi sebelum lengser. 

Bagi Roy, hal ini adalah sebuah keputusan konyol yang secara teknis sangat berbahaya. "Karena harusnya PDN sesuai dengan standar ISO dan TIER tertentu, menjadi specdown dan tidak sesuai standar lagi," kata Roy.

Tak hanya itu, Budi Arie juga telah secara serampangan memindahkan rencana detail PDN yang sebelumnya sudah dirancang di empat lokasi tetap, menjadi hanya dua lokasi yang bersifat sementara. Itu pun perangkatnya hanya menyewa alias buang-buang anggaran percuma.

"Karena sebelumnya sudah dianggarkan senilai Rp2,7 triliun dengan bantuan Prancis untuk Cikarang, Korea untuk Batam, Inggris dan Amerika untuk IKN dan NTT," beber Roy.

Roy menambahkan,  bahwa kasus PDN yang direkayasa jadi PDNS untuk sekedar memuaskan syahwat Jokowi sebelum lengser berkuasa itu akhirnya justru mengakibatkan kerugian besar bagi seluruh rakyat Indonesia, karena terjadi kebocoran data luar biasa besar.

"Mulai dari Dirjen Imigrasi, mayoritas Pemda seluruh Indonesia, BPJS-Kesehatan, bahkan hingga INAFIS-Polri dan BIA-TNI," tandas Roy Suryo.

Bagaimana kabar korupsi BTS Kominfo?

Kasus korupsi BTS Kominfo menjadi salah satu kasus besar yang pernah terungkap pada tahun 2023. Tak tanggung-tanggung, kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp 8,03 triliun. 

Kerugian negara ini terjadi karena ada persoalan pada kajian, markup barang, hingga pembayaran terhadap menara BTS padahal secara fisik tidak ada.

Hingga saat ini, hanya 16 tersangka dalam kasus ini. Mulai dari mantan Menkominfo Johnny G Plate hingga anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.

Usai menetapkan Achsanul sebagai tersangka pada 3 November 2023 lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) berlanjut pada 2024 sudah tidak memeriksa para saksi lagi.

Padahal, fakta-fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) menyeruak. Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo hingga Nistra Yohan, Staf Anggota Komisi I DPR RI Sugiono saat itu disebut-sebut dalam persidangan.

Belum ada kejelasan dari Kejaksaan Agung, apakah kasus ini sudah disetop atau masih berjalan. Yang jelasnya, beberap pihak sudah menggugat Korps Adhyaksa itu.

Bahwa Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melayangkan gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/2/2024). 

Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL ini dilayangkan lantaran Kejagung dinilai telah menghentikan penyidikan terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo. Dito Ariotedjo disebut telah menerima aliran dana senilai Rp 27 miliar dalam kasus korupsi itu.  Namun demikian, gugatan itu ditolak.

Usai gugatannya ditolak, Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho berencana aku melayangkan gugatan lagi. "Kejagung akan digugat lagi dengan menarik presiden sebagai termohon II," katanya kepada Monitorindonesia.com pada beberapa bulan yang lalu dikutip pada Senin (6/1/2025).

Menurut Kurniawan, langkah itu juga sekaligus menguji komitmen Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka usai dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. "Ini kami akan lakukan sekaligus untuk menguji komitmennya dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.

Soal fakta persidangan dalam kasus ini, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah sempat mengatakan semua itu akan diusut namun tergantung dari pada alat bukti yang ditemukan pihaknya. "Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," kata dia kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (10/1/2024).

16 tersangka 

Penetapan tersangka dalama kasus ini dilakukan Kejagung pertama kalinya pada awal Januari 2023.  Bhawa saat itu, tiga tersangka yang ditetapkan yakni eks Direktur Utama Bakti Kemkominfo Anang Achmad Latif (AAL); Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak (GMS); dan Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020. 

Pada akhir Januari 2023, Kejagung menetapkan Mukti Ali (MA) yang menjabat Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment sebagai tersangka. 

Setelahnya, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy sebagai tersangka pada awal Februari 2023. 

Setelah dikembangkan, Kejagung pun menetapkan Johnny Plate yang kala itu menjabat Menkominfo sebagai tersangka pada pertengahan Mei 2023. 

Johnny menjadi tersangka karena menjadi pemegang jabatan menteri dan pengguna anggaran. 

Dia juga diduga memperkaya diri sendiri dengan menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G. 

Di bulan yang sama, Direktur Utama PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2023. 

Bulan Juni 2023, Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki diumumkan sebagai tersangka. 

Tiga bulan setelahnya, di September 2023, sebanyak empat tersangka baru ditetapkan.

Mereka adalah Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan (JS); Elvano Hatorangan (EH) selaku pejabat pembuat komitmen proyek BTS 4G di Kominfo. 

Kemudian, Muhammad Feriandi Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile atau Backhaul Bakti Kominfo; dan Walbertus Natalius Wisang (WNW), tenaga ahli Kominfo. 

Pada Oktober 2023, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean (EH) dan Sadikin Rusli selaku pihak swasta ditangkap sebagai tersangka. 

Pada bulan yang sama, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menetapkan Muhammad Amar Khoerul (MAK) selaku Kepala Human Development Universitas Indonesia sebagai tersangka.

Terakhir, Kejagung juga menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi sebagai tersangka pada 3 November 2023. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana pada 16 Oktober 2023 mengatakan bahwa dari total tersangka yang ditetapkan pihaknya dibagi ke dalam tiga klaster. 

Pertama, soal pokok atau perkara korupsi. 

Kedua, terkait dugaan aliran dana dan tindak pidana pencucian uang. 

Ketiga, upaya menghalang-halangi proses penyidikan dan persidangan. 

"(Perkara) Pokoknya adalah Pasal 2, Pasal 3. Kualifikasi perkara aliran dana itu terkait Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12 yang tadi ya. Dan kualifikasi Pasal 21 itu adalah pasal yang menghalang-halangi penyidikan dan proses persidangan," kata Ketut. 

Vonis

Kasus ini sudah bergulir di meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.  Johnny G Plate divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. 

Anang Latif divonis 18 tahun penjara, namun Mahkamah Agung (MA) menyunatnya menjadi 10 tahun penjara. Anang tetap dihukum membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 5 miliar.

Yohan Suryanto divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Irwan Hermawan divonis hukuman 12 tahun penjara dan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. 

Galumbang Menak dan Mukti Ali divonis enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. 

Windi Purnama divonis pidana 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Muhammad Yusrizki divonis 2 tahun penjara dan pidana denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurangan.

Jemmy Sutjiawan divonis 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Elvano Hatorangan divonis 6 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Muhammad Feriandi Mirza divonis 5 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Walbertus Natalius Wisang divonis 3 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Edward Hutahaean divonis 5 tahun penjara dan pidana denda Rp125 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada sejumlah 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp15 miliar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sadikin Rusli divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sadikin Rusli divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim karena terbukti bersalah bertindak sebagai perantara mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi dalam menerima uang senilai USD 2,64 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus korupsi tersebut.

Achsanul Qosasi divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Muhammad Amar Khoerul belum pada tahap sidang pembacaan vonis terhadapnya. 

Amar sebagai Kepala Hudev UI disebut berperan memalsukan kwitansi pembayaran terkait kajian teknis proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo. Dari pemalsuan itu, Hudev UI disebut menerima uang Rp 1,9 miliar.

Penetapan Kepala Hudev UI Mohammad Amar Khoerul Umam sebagai tersangka baru korupsi BTS Kominfo cukup menarik, lantaran diserahkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi akhirnya mengungkap alasan pihaknya tidak langsung mengurus penetapan tersangka tersebut.

Amar dijerat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kronologi kasus 

Dalam persidangan terungkap bahwa Anang bersama 3 pihak swasta disebut sengaja "mengunci" persyaratan lelang proyek menara BTS 4G yang dibuat tanpa kajian memadai supaya hanya bisa dimenangkan perusahaan atau konsorsium tertentu. 

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Irwan Hermawan dan Galumbang Menak. Surat dakwaan keduanya dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (4/7/2023) lalu. 

Dalam dakwaan itu disebutkan, Anang beserta Irwan, Galumbang, serta Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali bertemu buat mengatur persyaratan pemilihan penyedia antara lain persyaratan pemilik teknologi, lisensi jaringan tertutup, dan kemitraan. 

"Dengan tujuan untuk membatasi peserta lelang dan memenangkan calon penyedia yang telah disiapkan," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan. 

Keempat orang itu kemudian sepakat buat memenangkan sejumlah perusahaan dalam proses lelang proyek itu.  Para perusahaan yang sudah diatur buat memenangkan lelang adalah PT. Telkominfra, PT. Multi Trans Data (MTD) dan Fiberhome, PT. Lintas Arta, PT. Huawei dan PT. Surya Energy Indotama (PT.SEI) dan PT. Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT. ZTE Indonesia. 

"Padahal persyaratan tersebut tidak ada kajian teknisnya," kata jaksa. 

Dalam dakwaan juga disebutkan, Irwan beserta Anang dan Galumbang juga menentukan kriteria pemilihan penyedia yang mengarah pada penyedia tertentu yang kemudian menjadi pemenang.

Pengerjaan proyek itu dibagi ke dalam 5 paket yang sudah ditentukan pemenangnya.  Pertama adalah konsorsium Fiber Home PT Telkominfra dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk pengerjaan paket 1 dan 2.

Kemudian, konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) mengerjakan paket 3. Lalu konsorsium PT Infra Struktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia mendapatkan paket 4 dan 5. (wan)

Topik:

BTS Kominfo PDNS Komdigi Kemenkominfo Kominfo Kejagung Johnny G Plate Budi Arie Setiadi