Korupsi Tower Transmisi PLN Rp 2,2 Triliun Jalan di Tempat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 April 2025 20:17 WIB
Pemeliharaan isolator tower transmisi SUTET dengan cara melakukan pembersihan dan inspeksi fisik isolator sudah ada keretakan atau flash akibat petir atau tidak (Foto: Dok MI/Diolah)
Pemeliharaan isolator tower transmisi SUTET dengan cara melakukan pembersihan dan inspeksi fisik isolator sudah ada keretakan atau flash akibat petir atau tidak (Foto: Dok MI/Diolah)

Jakarta, MI - Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Tower Transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang merugikan Rp 2,2 tiliiun lebih oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) jalan di tempat.

Pengusutan kasus ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022. Nyaris tiga tahun kasus ini nihil tersangka.

Tidak ada kepastian bagi pencari keadilan khususnya, buat Direksi PLN (saat itu) dan 14 Pabrikan Tower yang berulang kali diperiksa tanpa status. Skandal di tubuh PLN yang belakangan ramai di Medsos karena keluhan publik atas lonjakan tagihan bulan Maret 2024 kontras dengan perkara BTS, Tol MBZ dan Skandal BBM Oplosan.

“Saya sependapat, bila dibandingkan dengan perkara BTS, Tol MBZ dan Skandal Impor BBM dan BBM Oplosan,” kata Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia (TAPI) Iqbal D. Hutapea, Senin (7/4/2025).

Harusnya, menurut Iqbal Kejaksaan Agung bersikap tegas dan tidak membiarkan perkara yang pada akhirnya menimbulkan tanda tanya di Publik ada apa? “Lanjutkan, tetapkan tersangka, bawa ke pengadilan jika cukup bukti. Sebaliknya, hentikan dan terbitkan SP3 sehingga tidak mengesankan ada tebang pilih atau adanya tekanan karena melibatkan tokoh besar," tegas Iqbal.

Diketahui, bahwa PT PLN (Persero) pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.

Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin (25/6/2022) silam menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.

“Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” katanya.

Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. 

Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

“PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” tandasnya.

Topik:

Kejagung PLN Korupsi PLN