Modus Pengunaan Dana CSR BI oleh Yayasan yang Diajukan Satori: Dari 50 Rumah Tak Layak Huni, hanya Sebagian Kecil yang Dibangun!

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 23 April 2025 14:44 WIB
Anggota DPR RI Satori usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025) (Foto: MI/Ant)
Anggota DPR RI Satori usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025) (Foto: MI/Ant)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan modus penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia oleh yayasan yang diajukan oleh Anggota DPR RI Satori.

Modus itu terungkap saat penyidik lembaga antirasuah memeriksa Satori pada Senin (21/4/2025) lalu. "Penerimanya itu adalah yayasan, tetapi yayasan itu diajukan oleh yang bersangkutan (Satori, red)," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Rabu (23/4/2025).

Maka karena itu, penyidik KPK memanggil Satori untuk mengonfirmasi penggunaan dana CSR BI oleh yayasan tersebut. Menurut Asep, penyidik menemukan fakta bahwa tidak semua dana CSR BI digunakan untuk pembangunan rumah yang tidak layah huni.

Contohnya, dari 50 rumah tidak layak huni, hanya sebagian kecil yang dibangun. "Dari 50 misalkan, ya, misalkan nih, tidak semuanya, tidak 50-nya dibangun, tetapi hanya misalkan delapan atau sepuluh. Terus yang 40-nya ke mana?" jelasnya.

Dari temuan penyidik, dana CSR BI yang seharusnya untuk membangun 40 rumah lagi itu tidak dipakai membangun rumah. "Ya itu tadi, yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah, akhirnya dibelikan kepada properti. Yang baru ketahuan seperti itu modusnya," beber Asep. 

Sementara Satori yang diperiksa KPK sebagai saksi mengaku telah menjelaskan semua informasi yang dibutuhkan oleh penyidik. "Yang jelas berkaitan dengan BI," kata Satori di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Dalam menangani kasus ini, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang berarti belum ada tersangka yang ditetapkan saat itu. Namun, dalam perjalanannya, KPK menemukan bukti mengenai dugaan keterlibatan anggota DPR RI di Komisi XI.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan belum ada perubahan status hukum dari Satori. Hanya saja, dalam waktu dekat KPK akan mengumumkan ke publik nama-nama tersangka yang harus diminta pertanggungjawaban hukumnya.

"Belum [berubah status hukum Satori], sedang [proses]. Nanti sebentar lagi, sebentar lagi," kata Asep.

Menurutnya, seorang saksi bisa diperiksa berkali-kali tergantung kebutuhan tim penyidik. Teruntuk Satori, kata Asep, penyidik membutuhkan keterangan mendalam karena yang bersangkutan merupakan salah satu pihak penerima dan pengguna dana CSR BI.

"Jadi, beliau kan salah satu yang penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh yang bersangkutan. Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil ke sini, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR," jelas Asep.

Selain Satori, ada nama Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Heri Gunawan yang rumah kediamannya telah digeledah. Asep menjelaskan Heri Gunawan mempunyai peran yang sama dengan Satori. Keduanya mempunyai yayasan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing politisi tersebut.

Ke depan, penyidik bakal menjadwalkan pemeriksaan Heri. "Nanti kita akan memanggil bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh pak HG," kata Asep.

Adapun kasus korupsi dana CSR Bank Indonesia diungkap KPK pertama kali pada September lalu. Bahwa saat itu KPK menyebut penggunaan dana CSR BI diduga bermasalah karena tidak sesuai dengan peruntukan. Dana CSR BI diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.

Asep pada 18 September menyebut bahwa "Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi."

Modus korupsi dalam kasus ini dengan memberi contoh dana CSR yang seharusnya untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru disalahgunakan peruntukannya. "Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan," papar Asep.

KPK pada 21 Januari bahkan mencatat dana CSR dari BI yang disalurkan ke Komisi XI DPR mencapai triliunan rupiah. "Triliunan, lah. Kalau jumlah pasnya nanti lah ya. Takutnya nanti salah," kata Asep saat itu.

Kemudian Satori saat diperiksa 27 Desember 2024 mengaku telah menggunakan dana CSR BI untuk kegiatan di daerah pemilihannya. Tak hanya itu, Satori yang saat itu menjadi anggota Komisi XI DPR mengungkap bahwa seluruh anggota Komisi XI turut menggunakan dana CSR BI untuk berkegiatan di Dapil mereka.

Satori menyebut dana CSR itu mengalir melalui yayasan. "Semuanya sih semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan kita saja," katanya.

Tim penyidik KPK sudah melakukan serangkaian tindakan penggeledahan, seperti di Kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

KPK menggeledah ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo dan dua ruangan di Departemen Komunikasi. Penggeledahan itu berlangsung selama kurang lebih delapan jam.

Topik:

KPK CSR BI Bank Indonesia Satori Komisi XI DPR