Masih Ingat Kasus Jaksa Jovi dan Aktivis Daniel? Sebagian Gugatannya soal UU ITE Dikabulkan MK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 April 2025 23:35 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (Foto: Dok MI)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua permohonan uji materil mengenai UU ITE. Ada sejumlah pasal yang diubah oleh MK imbas dari dikabulkannya permohonan tersebut.

Kini MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut dengan mengubah sejumlah hal. Pertimbangannya adalah untuk mencegah perluasan tafsir, menjamin kepastian hukum yang adil, dan mencegah penyalahgunaan hukum pidana sebagai instrumen pembungkaman kebebasan berekspresi.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Selasa (29/4/2025).

Berikut perubahannya:

Menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan."

Menyatakan frasa “suatu hal” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang”.

Menyatakan frasa “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu” dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “hanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang secara substantif memuat tindakan/penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum, yang menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan”.

Adapun gugatan itu diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan hidup.

Jovi adalah seorang jaksa yang terjerat kasus UU ITE usai mengunggah video temannya sesama jaksa dengan narasi menggunakan mobil dinas untuk berpacaran.

Jaksa Jovi mengaku merasa dirugikan hak konstitusionalnya akibat ketidakjelasan atau ambiguitas dalam beberapa pasal pada UU ITE dan KUHP. 

Berikut rinciannya:
Frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP
Frasa ”melanggar kesusilaan” dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1)
Frasa ”dilakukan untuk kepentingan umum” dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a dan Pasal 45 ayat (7) huruf a
Frasa ”perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipidana dalam hal” dalam Pasal 45 ayat (7), serta Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 45A ayat (3) UU 1/2024

Jaksa Jovi mengaku berpotensi dikriminalisasi. Padahal menurutnya, dia hanya mengkritik agar mobil dinas Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan tidak disalahgunakan.

Atas sejumlah pertimbangan, MK mengabulkan sebagian permohonan Jaksa Jovi. Ada dua pasal yang diubah oleh MK, yakni:
Informasi penting disajikan secara kronologis

Pasal 28:
(3) Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Pasal 45A:
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000

Kedua pasal itu kemudian diubah MK menjadi:

Menyatakan kata “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber.”
Menyatakan permohonan Pemohon sepanjang frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a UU 1/2024 serta frasa “melanggar kesusilaan” dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 tidak dapat diterima.

Duduk perkara Jovi

Jovi ditangkap usai menuduh mobil milik Kepala Kejari (Kajari) digunakan untuk berpacaran oleh staf di Kejari tersebut. Peristiwa itu disebut terjadi pada bulan Mei 2024.

Tersangka saat itu mengambil foto korban dari TikTok. Kemudian dia mengunggah foto itu di Instagram story dengan narasi menuduh korban menggunakan mobil Kajari untuk berpacaran.

"Masyarakat harus melihat kasus ini secara utuh dan tidak sepotong-sepotong seperti yang diunggah Jovi Andrea Bachtiar di media soaial. ⁠Kejaksaan tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap pegawainya, melainkan yang bersangkutan sendirilah yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Kamis (14/11/2024).

Harli mengatakan Jovi mencoba membelokkan isu. Dia menyebut perkara hukum yang dihadapi Jovi merupakan persoalan pribadi dengan korban dan tidak terkait dengan institusi.

"Yang bersangkutan mencoba membelokkan isu yang ada dari apa yang sebenarnya terjadi sehingga masyarakat terpecah pendapatnya di sosial media. ⁠Ada dua persoalan yang dihadapi yang bersangkutan, yaitu perkara pidana dan hukuman disiplin PNS. Perbuatan ini bersifat personal antara yang bersangkutan dengan korban dan tidak terkait dengan institusi tetapi oleh yang bersangkutan menggunakan isu soal mobil dinas Kajari," ujarnya.

Harli menjelaskan Jovi dijerat Pasal 27 ayat (1) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan terhadap seorang PNS di Kejari Tapsel, Nella Marsella. 

Pada tanggal 14 Mei 2024, katanya, Jovi memposting tuduhan-tuduhan di Instagramnya dan kemudian pada 19 Juni 2024 kembali membuat enam postingan di TikTok yang diduga menyerang kehormatan Nella dan tidak pernah meminta maaf kepada korban.

"Dalam kurun waktu itu yang bersangkutan tidak pernah meminta maaf kepada korban dan korban merasa malu dan dilecehkan kemudian melaporkan yang bersangkutan ke Polres Tapsel. Unggahan tersebut merupakan kata-kata yang tidak senonoh menuduh korban menggunakan mobil dinas Kajari untuk berhubungan badan atau bersetubuh dengan pacar korban padahal itu hanya rekayasa dan akal-akalan yang bersangkutan," jelasnya.

Jovi sudah diberhentikan sementara sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai tersangka. Jovi, kata Harli, juga diusulkan untuk dijatuhi hukuman disiplin berat.

"⁠Ketika status yang bersangkutan dinyatakan tersangka dan ditahan maka yang bersangkutan diberhentikan sementara dari statusnya sebagai PNS berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Bahwa selain melakukan tindak pidana ITE yang bersangkutan juga telah diusulkan untuk dijatuhi hukuman disiplin berat karena selama 29 hari secara akumulasi tidak masuk kantor tanpa alasan yang sah/jelas."

"Perbuatan yang bersangkutan bertentangan dengan 15 juncto Pasal 4 huruf f jo Pasal 11 ayat (2) huruf d angka (3) Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Selama ini sudah dilakukan upaya pembinaan dan mediasi tetapi yang bersangkutan justru selalu mengalihkan isu dengan topik-topik lain di media sosial seolah-olah yang bersangkutan adalah pendekar hukum dan kebenaran," imbuhnya.

Permohonanan Daniel
Daniel Frits Maurits Tangkilisan adalah aktivis lingkungan hidup yang terlibat kasus UU ITE terkait unggahan media sosial tentang pencemaran limbah tambak udang Karimunjawa.

Menurut Daniel, permasalahan yang dihadapinya disebabkan karena pasal-pasal dalam UU 19/2016 diterapkan secara ‘karet’ terhadap dirinya yang mengunggah konten video yang menunjukkan tercemarnya salah satu pantai di Karimun Jawa. 

Padahal, unggahan Daniel disebut tersebut tidak ditujukan pada orang tertentu dan tidak pula ditujukan untuk menimbulkan kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antar golongan.

Dia dihukum 7 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jepara. Namun, Pengadilan Tinggi Semarang membatalkan vonis itu serta menjatuhkan putusan bebas kepada Daniel. Putusan bebas itu diperkuat di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Dalam permohonannya, pasal yang digugat oleh Daniel adalah Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024. 

Berikut bunyinya:

Pasal 27A UU 1/2024
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024
Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Duduk perkara Daniel

Kasus yang menyeret Daniel bermula pada 12 November 2022 lalu. Di laman akun Facebook, Daniel mengunggah video salah satu pantai di Karimunjawa yang sudah tercemar.

Dalam postingan, Daniel sempat membalas salah satu komentar sambil menyebut 'masyarakat otak udang' untuk menggambarkan kerusakan lingkungan yang terjadi. Daniel tidak pernah menulis spesifik masyarakat yang dimaksud. Dia juga mengaku tidak bermaksud menyerang suku, agama, ras, dan budaya mana pun.

Usai unggahan itu, Daniel mulai mendapatkan berbagai ancaman dari pihak pendukung keberadaan tambak udang. Rupanya unggahan Daniel di Facebook dilaporkan oleh pelapor bernama Ridwan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada 27 Maret 2023, tanpa somasi sebelumnya Daniel menerima surat pemanggilan polisi.

Di surat itu Daniel dikenakan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang UU ITE.

Setelah melalui beberapa kali pemeriksaan akhirnya pada 6 Juni 2023 lalu, Daniel menerima surat penetapan tersangka. Daniel kemudian ditahan pihak kepolisian Jepara pada Kamis (7/12/2023).

"Iya benar, kasusnya sudah P21, nunggu tahap 2," kata Kasat Reskrim Polres Jepara AKP Ahmad Masdar Tohari kepada detikJateng saat itu.

Saat itu, pihak Kawal Indonesia Lestari (Kawali Jateng) berupaya untuk mengajukan penangguhan. Upaya tersebut sempat dikabulkan pihak kepolisian dan Daniel ditangguhkan.

"Dari pagi kita berkoordinasi kepada Kasat Reskrim, Kapolres Jepara kita mengajukan penangguhan penahanan dan alhamdulillah di-acc, habis jumatan tadi dan saat ini sudah di luar bersama Mas Daniel administrasi sudah selesai kita sudah di luar," jelas Sekretaris Kawali Jateng, Tri Utomo, Jumat (8/12/2023).

Daniel yang sempat ditangguhkan akhirnya kembali ditahan di Kejaksaan Negeri Jepara pada 24 Januari 2024 lalu. Hal itu dilakukan karena berkas kasus Daniel dianggap lengkap atau P21.

"Benar sudah P21," kata Kasat Reskrim Polres Jepara AKP Ahmad Masdar Tohari saat dimintai konfirmasi terkait kasus Daniel yang diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jepara, Rabu (24/1/2024).

Daniel menjalani sidang perdana pada 1 Februari 2024 lalu. Usai mendengarkan dakwaan, Daniel mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut.

"Jadwal persidangan hari ini Kamis (1/2/2024) agendanya pembacaan dakwaan, persidangan ditunda 13 Februari 2024 agendanya eksepsi, keberatan dari penasihat hukum terdakwa," kata Humas Pengadilan Negeri Jepara Tri Sugondo kepada wartawan di Jepara, Kamis (1/2/2024).

Di sela sidang sejumlah warga dan partisipan terdakwa Daniel memberikan dukungan di depan PN Jepara. Mereka meminta agar Daniel dibebaskan.

Terdakwa Daniel melalui tim kuasa hukum pada persidangan itu mengajukan eksepsi. Namun, upaya tersebut ditolak oleh majelis hakim. Majelis hakim memerintahkan agar memeriksa pokok perkara kasus UU ITE yang menjerat Daniel.

"Menolak eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa, kedua memerintahkan agar pemeriksaan pokok perkara atas nama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dilanjutkan. Tiga menangguhkan biaya perkara ini sampai dengan putusan hakim," jelas Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona.

Proses persidangan terus bergulir. Sidang putusan dibacakan oleh Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona pada Kamis (4/4/2024) kemarin. Majelis memvonis terdakwa Daniel dengan hukuman 7 bulan penjara.

"Mengadili, satu, menetapkan Terdakwa Daniel terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara hukum tindak pidana tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA," jelas Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona saat membacakan sidang putusan di PN Jepara, Kamis (4/4/2024).

"Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh bulan dan denda Rp 5 juta, dengan ketentuan denda itu tidak dibayar digantikan kurungan penjara selama satu bulan," dia melanjutkan.

"Tiga, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Empat, menetapkan terdakwa tetap ditahan. Lima, menetapkan barang bukti berupa handphone milik terdakwa, satu buah akun Facebook Daniel dimusnahkan. Enam, dibebankan kepada terdakwa sejumlah Rp 5 ribu," lanjut hakim Parlin Mangantas Bona.

Lantas tim advokasi Daniel mengajukan banding atas vonis hakim tersebut. "Secara proses kita akan banding karena keberatan dengan hasil persidangan hari ini," kata tim advokasi terdakwa, Rapin Murdiharjo usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jepara, Kamis (4/4/2024).

Rapin mengaku kaget dengan putusan dari majelis hakim yang memvonis 7 bulan terdakwa Daniel. Menurutnya, Daniel merupakan pejuang lingkungan di Karimunjawa yang terdampak akibat tambak udang ilegal. (an)

Topik:

MK UU ITE Jaksa Jovi Daniel