Pimpinan BUMN Tak Bisa Ditangkap KPK Narasi Salah?


Jakarta, MI - Narasi pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak bisa ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah perubahan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut narasi yang salah alias tidak benar.
“Tidak benar pimpinan BUMN tidak bisa lagi ditangkap oleh KPK,” kata eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu dikutip Monitorindonesia.com, dari unggahannya di X, Selasa (6/5/2025).
Kini beredar opini bahwa seakan setelah perubahan Undang-Undang BUMN yang tidak memasukkan lagi Pimpinana BUMN sebagai pejabat Negara, KPK tidak bisa lagi menangkap Pimpinan BUMN adalah salah.
“Pelurusan ini diperlukan agar publik tidak salah kaprah. Atas perubahan tersebut KPK dan aparat penegak hukum lain tetap dapat menangkap dan memeriksa korupsi pimpinan BUMN,” jelasnya.
Ia menjelaskan, hal yang terjadi sebenarnya adalah syarat dianggap korupsi menurut UU Tipikor ada tiga. Pertama melanggar hukum, kedua merugikan negara, dan ketiga menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
“Dari pengertian tersebut siapapun bisa dijerat kasus korupsi - bukan hanya pejabat dan faktanya saat ini sangat banyak pihak swasta dan individu yang masuk penjara karena kasus korupsi,” tukasnya.
Selain itu sial perubahan status pimpinan BUMN menjadi bukan lagi pejabat negara, tidak serta merta tidak bisa ditangkap KPK. Hanya saja tidak wajib lagi menyampaikan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara).
“Dalam UU BUMN sebelumnya juga memang tdk ada penjelasan apakah Pimpinan BUMN adalah pejabat Negara atau Bukan, namun dalam aturan LHKPN yang dibuat oleh KPK memasukkan Pimpinan BUMN (Komisaris dan Direksi) sebagai kategori pejabat negara yg wajib menyampaikan LHKPN,” jelasnya.
“Penjelasan ini saya buat agar kita jangan tergiring seakan Pimpinan BUMN saat ini tidak bisa lagi kita laporkan ke KPK jika terindikasi mereka melakukan korupsi,” imbuh Said Didu.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menilai bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN tidak menghambat proses hukum direksi, komisaris hingga dewan pengawas BUMN yang terjerat kasus korupsi.
Tanak menyebut jika ada direksi BUMN yang terindikasi melakukan praktik-praktik korupsi maka akan tetap diproses secara hukum sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Dapat tidaknya direksi dan komisaris BUMN diproses dalam tipikor, tentunya tergantung pada konteks perbuatannya. Kalau perbuatannya terindikasi sebagai koruptor, tentunya dapat diproses menurut UU tipikor," kata Johanis Tanak, Selasa (6/5/2025).
Ia menjelaskan, bahwa pegawai yang bukan penyelenggara negara pun tetap dapat diproses hukum jika terindikasi melakukan korupsi, selagi perbuatanya telah memenuhi unsur perbuatan tipikor.
"Masyarakat non pegawai penyelenggara negara pun dapat diproses menurut ketentuan UU tipikor sepanjang perbuatannya memenuhi unsur perbuatan Tipikor," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa direksi BUMN yang terlibat kasus korupsi sebelum UU Nomor 1 Tahun 2025 tersebut berlaku tetap dapat dijerat dengan UU Tipikor.
"Tapi peristiwa hukum yang terkait dengan tipikor yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 tahun 2025, masih bisa diproses sesuai ketentuan UU Tipikor," ungkapnya.
Lebih lanjut, Tanak menyebut bahwa tidak ada satu pun pasal dalam UU BUMN baru tersebut yang melarang aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum terhadap direksi, komisaris hingga dewan pengawas BUMN yang terjerat kasus korupsi.
"Tidak ada satu pasal pun dalam UU No. 1 tahun 2025 yang melarang APH untuk melakukan proses hukum terhadap Organ BUMN (Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas) yang melakukan tipikor," ujarnya.
Topik:
BUMN UU BUMN KPK Kejagung