Ingat! Di UU BUMN Bukan Berarti Direksi Bebas Korupsi


Jakarta, MI - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengingatkan Undang-Undang BUMN yang menyebutkan direksi atau pun komisaris perusahaan BUMN bukan lagi penyelenggara negara seperti dalam aturan lama bukan berarti direksi BUMN bisa bebas melakukan korupsi.
Adapun terkait aturan tersebut, tercantum dalam pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
"Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara."
"Jangan sampai klausul bahwa mereka bukan penyelenggara negara sehingga tidak lagi ditangani KPK, bahkan tidak wajib lagi LHKPN karena bukan penyelenggara negara, seperti itu. Maka tentu jangan diartikan bisa berbuat semaunya di BUMN. Artinya jangan menganggap ini kesempatan untuk korupsi seperti yang sudah dilakukan para pendahulu mereka sehingga kita tahu dari yang viral beredar korupsi ratusan miliar hingga ratusan triliun peringkat 1 dan 10 didominasi oleh BUMN," kata Yudi kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
"Tentu kita menyayangkan bahwa di tengah kondisi BUMN saat ini, di mana kasus korupsi merajalela namun ternyata di dalam revisi UU BUMN malah secara tegas menyatakan organ BUMN seperti komisaris, direksi maupun dewan pengawas BUMN itu bukan penyelenggara negara," timpalnya.
Menurut Yudi, UU BUMN ini merupakan suatu kemunduran terkait upaya pemberantasan korupsi. Akan tetapi, kata Yudi, dirinya mengaku menghormati UU BUMN yang sudah disahkan itu meskipun pahit.
"Tentu ini diartikan sebagai suatu kemunduran dalam upaya menjaga transparansi dan akuntabilitas di BUMN terkait dengan upaya memberantas korupsi. Dengan tidak lagi dipantau oleh KPK ini adalah suatu politik hukum yang tentu harus kita hormati betapapun pahitnya namun sudah diketok artinya pemerintah dan DPR sudah setuju," bebernya.
Pun Yudi berharap ada sistem yang bisa mencegah terjadinya korupsi di BUMN dan tidak ada kasus direksi-komisaris melakukan korupsi setelah UU BUMN ini disahkan.
"Kita berharap ada sistem yang mampu untuk mencegah terjadinya korupsi di BUMN sehingga kemudian tidak ada pengaruh ketika mereka penyelenggara negara ketika terjadi suatu penyimpangan penyalahgunaan wewenang apalagi tindak pidana korupsi," tandas Yudi.
Apa kata KPK dan Kejagung?
Jubir KPK Tessa Mahardhika menyebutkan bahwa kajian itu dilakukan untuk melihat penerapan aturan tersebut dalam penegakan hukum yang bisa dilakukan KPK.
"Ya KPK ini, kan, pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum," kata Tessa kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
"Tentunya dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," tambahnya.
Namun Tessa belum bisa berkomentar lebih lanjut, apakah bisa jajaran direksi BUMN dijadikan tersangka karena bukan penyelenggara negara. Dirinya mengatakan perlu kajian lebih lanjut.
"Ya saya pikir kita lihat nanti redaksi undang-undangnya seperti apa. Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani. Nanti bagaimana nanti upayanya? Nah, ini kenapa saya sampaikan perlu kajian," tutupnya.
Sementara Kejagung menyatakan bakal mengkaji penerapan aturan UU BUMN yang baru dalam aspek penegakan hukum.
"Jadi begini, terkait dengan keberadaan Undang-Undang BUMN yang baru tentu yang pertama kami terus melakukan pengkajian, pendalaman terhadap apakah kewenangan dari kita dari kejaksaan masih, tentu, masih diatur di dalam Undang-Undang BUMN," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).
Menurut Harli, selama ada tindak pidana fraud pada BUMN tentu bisa dilakukan penegakan hukum di sana.
Diketahui, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sebagai organisasi anti-fraud terbesar di dunia menjelaskan bahwa fraud adalah perbuatan manipulasi yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi yang menyimpang dan dapat merugikan individu, organisasi, hingga pihak ketiga.
Di sisi lain, fraud juga dapat diartikan sebagai bentuk kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan secara sengaja untuk kepentingan pribadi.
"Menurut kita sepanjang disana ada fraud misalnya, sepanjang ada fraud, katakan ada persekongkolan, permufakatan jahat, tipu muslihat yang dimana katakan korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, saya kira itu masih memenuhi terhadap unsur-unsur daripada tindak pidana korupsi," jelas Harli.
Eks Kajati Papua Barat itu menyebutkan di situlah fungsinya penyelidikan. Penyelidikan, menurut dia, akan melihat apakah dalam satu peristiwa tindakan yang terjadi di BUMN masih ada tindak pidana fraud-nya.
"Kemudian ada unsur aliran uang negara di situ yang katakanlah terkait dengan satu kegiatan atau satu operasi yang terjadi di BUMN. Dan saya kira itu menjadi pintu masuk dari APH untuk melakukan penelitian lebih jauh," tandas Harli.
Topik:
UU BUMN KPK Kejagung