Kontrak Seat Management Telkom-Asiatel-TOP Bebani Keuangan Perusahaan Rp316 M


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa pelaksanaan kontrak Seat Management antara PT Telkom dengan Asiatel dan TOP tidak sesuai ketentuan sehingga membebani keuangan perusahaan sebesar Rp316.270.240.565,00.
Dalam hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) dijelaskan bahwa PT Telkom pada tahun 2017 dan 2018 bekerja sama dengan Asiatel dan TOP untuk pekerjaan seat management yang terdiri dari lima perjanjian.
Kontrak kerja sama itu ditandatangani oleh Direktur Asiatel, TOP, dan SCA selaku EVP Divisi Enterprise Service PT Telkom.
BPK menyatakan bahwa PT Telkom mengalihkan pekerjaan tersebut kepada Telkominfra dan Telkomsigma dengan nilai kontrak sebesar Rp348.413.989.110,00.
Telkominfra dan Telkomsigma mengalihkan lagi pekerjaan tersebut kepada PT Erakomp Infonusa (Erakomp) dan PT Visiland Dharma Sarana (Visiland) nilai kontrak sebesar Rp311.824.182.558,50.
PT Telkom memang telah melaksanakan seluruh pekerjaan sebesar Rp355.158.496.550.00, namun Asiatel dan TOP hanya melakukan pembayaran sebesar Rp54.367.791.250,00, sehingga nilai pekenaan yang belum dibayar sebesar Rp300.790.705.300,00.
Atas keterlambatan pembayaran oleh Asiatel dan TOP, berdasarkan kontrak harus dikenakan denda sebesar Rp15.479.535.265,00.
BPK pun menemukan permasalahan bahwa pengelompokan pelanggan Asiatel dan TOP tidak sesuai dengan ketentuan. Asiatel dan TOP merupakan pelanggan baru namun dikelompokkan sebagai pelanggan dengan kategon Corporate Line (CL).
Kata BPK, pengelompokan tersebut tidak sesuai dengan pedoman pengelolaan pelanggan dimana sebagai pelanggan baru maka Asiatel dan TOP scharusnya masuk dalam kategori stream business line (BL) bukan CL.
Lanjut BPK, bahwa Asiatel dan TOP merupakan perusahaan terafiliasi.
Berdasarkan database Kementcrian Hukum dan HAM, wawancara, dan analisis dokumen diketahui bahwa Absiatel dan TOP merupakan perusahaan terafiliasi, bahwa dalam susunan kepemilikan Asiatel dan TOP terdapat kesamaan nama pemilik yaitu PT Kamita Jaya dan EKK. Sementara AAA dan ESO merupakan pemilik dari PT Kamita Jaya dan TOP.
Selain itu, AVP Legal Settlement di Unit Legal yang juga selaku Anggota bidang Legal pada Satgas Akselerasi Collection Piutang EBIS menyatakan bahwa Telering Onyx Pratama (sekarang Telemedia Onyx Pratama) dan Asiatel dapat dipastikan adalah perusahaan terafiliasi.
Hal ini dibuktikan dengan Nota Kesepakatan Tentang Komitmen Penyelesaian Kewajiban Pembayaran Sisa Hutang tanggal 9 Oktober 2019 dengan owner THL.
THL juga mewakili Asiatel dan TOP dalam melakukan komunikasi penagihan pembayaran dengan PT Telkom, yang kemudian memberikan kuasa kepada Sdri. FJG, SH pada tanggal 19 Oktober 2018 untuk mewakili, mendampingi dan membenkan bantuan hukum terkait pengurusan jaminan perseorangan yang diberikan oleh Sdr. THL kepada PT Telkom untuk menjamin pelaksanaan kewayiban TOP pada PT Telkom.
Pun BPK dalam hasil pemeriksaannya menyatakan bahwa Asiatel dan TOP sebagai perusahaan terafihasi tidak melaksanakan pembayaran sesuai kontrak kepada PT Telkom sebesar Rp300.790.705.300,00 dan denda keterlambatan pembayaran sebesar Rp15.479.535.265.00.
Dokumen kontrak antara Asiatel dan TOP dengan PT Telkom menyebutkan cara pembayaran kontrak secara ferm-in dan One Time Charge (OTC).
Namun, dalam pelaksanaannya, Asiatel dan TOP tidak melakukan pembayaran sesuai ketentuan tercantum dalam kontrak walaupun seluruh pekeryaan sudah selesai 100% dan sudah diserahterimakan. Dan nilai kontrak sebesar Rp355.158.496.550,00, sampai tanggal 29 Desember 2022 pembayaran yang diterima PT Telkom adalah sebesar Rp54.367.791.250,00 atau 15,31% dari total nilai kontrak.
Sehingga, PT Telkom belum menerima pembayaran sebesar Rp300.790.705.300,00 (Rp355.158.496.550,00 - Rp54.367.791.250,00).
Atas keterlambatan pembayaran tersebut, sesuai kontrak Asiatel dan TOP harus dikenakan denda sebesar Rp15.479.535.265,00 (Rp2.834.050.620,00 + Rp12.645.484.645 00), perhitungan denda sebagai berikut.
"Dengan demikian, total piutang PT Telkom atas pekerjaan ini adalah sebesar Rp316.270.240.565,00 (Rp300.790.705.300.00 + Rp15.479.535.265,00)," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (14/6/2025).
Temuan BPK selanjutnya adalah PT Telkom tidak melakukan validasi jaminan pembayaran dan tidak optimal dalam mengupayakan pencairannya.
Atas lima kontrak tersebut, Asiatel dan TOP telah menyertakan jaminan pembayaran dari PT Berdikari Insurance sebesar Rp355.158.496.550.00. GM ESS Banking Management Services menjelaskan bahwa PT Telkom tidak melakukan verifikasi atas validitas jaminan pembayaran dari PT Berdikari Jsurance, karena selain tidak ada aturan yang mengatur payment bond, pavment bond ditujukan hanya untuk memenuhi kelengkapan administrasi tanpa di cek dan verifikasi terkait kevalidannya.
"Setelah jaminan tersebut diterima, langsung diserahkan ke tim collection & Debt Management DES (Sdr. AAS selaku OSM Collection & Debt Management DES). Proses pencairan jaminan pembayaran oleh PT Telkom juga tidak optimal sehingga pada akhimya jaminan tersebut tidak dapat dicairkan sampai dengan masa berlakunya habis," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
BPK juga menemukan permasalahan bahwa PT Telkom tidak melaksanakan pembayaran sesuai dengan kontrak kepada Telkominfra dan Telkomsigma.
Dalam pelaksanaan perjanjian, PT Telkom tidak membayar Telkominfra dan Telkomsigma sesuai ketentuan dalam kontrak walaupun seluruh pekerjaan sudah selesai 100% dan sudah diserahterimakan.
Sampai dengan tanggal 20 Desember 2022 pembayaran yang dilakukan PT Telkom adalah sebesar Rp49.302.758.208,00 atau 14.15% dari total nilai kontrak sebesar Rp348.413.989.110,00.
Rinciannya, PT Telkom telah melakukan pembayaran kepada Telkominfra sebesar Rp33.509.886.300.00 atau sebesar 13.51% dan total nilai kontrak sebesar Rp248.035.050.780.00, sehingga milai pekeryaan yang belum dibayar sebesar Rp214.525.164.480.00.
Lalu, PT Telkom telah melakukan pembayaran kepada Telkomsigma sebesar Rp15.792.871.908.00 atau sebesar 15.73% dan total nila kontrak sebesar Rp100.378.938.330,00, sehingga nilai pekerjaan yang belum dibayar sebesar Rp84.586.066.422,00.
Di lain sisi, Telkominfra dan Telkomsigma telah membayar seluruhnya kepada Visiland dan Erakom sebesar nilai kontrak yaitu Rp311.824.182.558.50 sehingga membebani keuangan perusahaan dengan piutang kepada PT Telkom.
Telkomsigma melakukan pembayaran kepada Visiland menggunakan dana pinjaman dani PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dan PT Bank DBS Indonesia sebesar Rp97.172.784.280,00.
Telkominfra membiayai proyek tersebut dari modal kerja dan kredit BNI sebanyak dua kali sebesar Rp144.311.302.272,00.
Nilai piutang Telkominfra dan Telkomsigma kepada PT Telkom atas kontrak tersebut telah disisihkan seluruhnya sehingga mengurangi laba tahun berjalan saat piutang tersebut disisihkan.
Hal tersebut menggambarkan bahwa sinergi bisnis pada level corporate yang melibatkan subsidiaries sebagai pelaksana berdampak pada terganggunya keuangan subsdiaries tersebut.
Atas temuan pelaksanaan kontrak Seat Management antard PT Telkom dengan Asiatel dan TOP tidak sesuai ketentuan sehingga membebani keuangan perusahaan sebesar Rp316.270.240.565,00, PT Telkom sependapat dengan temuan BPK dan menjelaskan bahwa telah mengirimkan surat permintaan percepatan pembayaran piutang.
Lalu, mengirim surat pemanggilan kepada Asiatel dan TOP untuk penyelesaian piutang usaha. Kemudian, meminta jaminan aset kepada TOP dan Asiatel, serta menindaklanjuti hasil putusan pengadilan niaga terkait penundaan kewajiban pembayaran utang sementara TOP dan Asiatel.
Selain itu melakukan penyempurnaan atas alur perencanaan dan analisis kelayakan proyek, perbaikan dan pembaruan atas kebijakan tata kelola pengelompokan pelanggan, serta melakukan transformasi organisasi.
BPK pun merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar menerapkan peraturan operasional terkait perikatan dengan pihak ketiga yang telah disusun di Telkom Group secara konsisten; melakukan kajian atas kelayakan penggunaan asuransi sebagai jaminan pembayaran kontrak dalam seluruh Telkom Group terutama mempertimbangkan risiko terjadinya gagal bayar.
Memperbaiki pedoman pelaksanaan pekerjaan atas pelanggan enterprise di Telkom Group dengan menekankan pada penilaian dan mitigasi risiko pada seluruh tahap pekerjaan; melakukan upaya-upaya yang optimal untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar atas masing-masing permasalahan;
Kemudian, BPK merekomendasikan juga kepada Direksi PT Telkom agar mengenakan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi Telkominfra yang tidak hati-hati dalam melakukan perikatan dengan PT AWB dan PT SP; mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada EVP DES satas pekerjaan seat management yang terindikasi lalai dalam perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan, ketiadaan antisipasi risiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan dan kelemahan pengendalian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak;
Lalu, menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesuai kesepakatan dalam kontrak; dan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan terkait Pekerjaan Seat Management kepada Aparat Penegak Hukum.
Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Topik:
Telkom TOP BPK Asiatel Telkom GroupBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
16 jam yang lalu

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB