RI Siapkan Gugatan Pembatalan Kontrak Satelit di ICC Singapura: Nilai Perjanjian Rp350 M, Alat yang Datang Berbobot Rp1,9 M

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 16 Juni 2025 13:05 WIB
Wamenko Kumham Imipas RI Otto Hasibuan saat memimpin Rapat Tindak Lanjut Hearing Perkara Detenté di Jakarta, Rabu (11/6/2025) (Foto: Istimewa)
Wamenko Kumham Imipas RI Otto Hasibuan saat memimpin Rapat Tindak Lanjut Hearing Perkara Detenté di Jakarta, Rabu (11/6/2025) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pemerintah RI mempersiapkan gugatan pembatalan perjanjian mengenai sengketa pengadaan satelit antara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan perusahaan Detenté Operation, yang sekarang bergulir di forum arbitrase internasional, Kamar Dagang Internasional alias International Chamber of Commerce (ICC) Singapura.

"Kita mesti tunjukkan bahwa kita punya bukti, kita punya dasar hukum, dan kita tidak bakal membiarkan siapa pun merugikan Negara,” kata Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas) Otto Hasibuan, saat memimpin rapat tindak lanjut hearing perkara Detenté di Jakarta, Rabu (11/6/2025) dikutip pada Senin (16/6/2025).

Sementara Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas, Nofli menekankan pentingnya koordinasi antara lembaga dan pendekatan yang komprehensif dalam penanganan perkara tersebut.

"Ini bukan sekadar persoalan arbitrase, tapi menyangkut muruah negara. Karena itu, pendekatan pidana, perdata, dan internasional mesti melangkah seiring,” kata Nofli.

Adapun kasus ini berawal dari perjanjian pengadaan satelit dan perangkat komunikasi pada 2018 dengan Detenté. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa peralatan yang diterima Kemenhan hanya berbobot sekitar Rp1,9 miliar, jauh di bawah nilai perjanjian sebesar Rp350 miliar.

“Kami menerima barang-barang yang rupanya hanya handphone biasa, bukan perangkat komunikasi satelit seperti yang dijanjikan,” kata Marsda TNI Hendrikus Haris Haryanto.

Untuk itu, pemerintah tengah mempersiapkan gugatan pembatalan perjanjian di ICC dengan dasar bahwa perjanjian tersebut abnormal norma dan dilandasi penipuan (fraud).

Kepala Biro Hukum Kemenhan, Helmy Zulfadli Lubis meyakini unsur penipuan sudah sangat terang lantaran perjanjian diketahui ditandatangani oleh seorang penduduk negara asing asal Hungaria yang sekarang diduga sebagai pelaku utama.

Pemerintah sekarang juga tengah menelusuri keberadaan pelaku tersebut dengan jalur diplomatik dan kerja sama internasional. Karena itu, pembatalan perjanjian dinilai merupakan langkah yang sah dan perlu segera ditempuh. “Langkah norma dan diplomatik sedang kami tempuh. Tidak ada kompromi terhadap pihak yang merugikan negara,” kata Otto.

Topik:

Satelit Kemhan