Jampidsus Kejagung Kumpulkan Data Dugaan Korupsi di Kimia Farma


Jakarta, MI - Penyelidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengumpulkan keterangan (Pulbaket) data soal kasus dugaan tindak pidana korupsi pada PT Kimia Farma (KAEF) Tbk. Kimia Farma merupakan anggota Holding Badan Usaha Milik Negera (BUMN) Farmasi.
"Tahapannya: telaahan baru pulbaket data (Lid), jika ada peristiwa pidananya baru ke penyidikan (Dik)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, Senin (30/6/2025) malam.
Soal perkembangan penelaahan kasus tersebut, Harli belum bisa mengungkapkannya. "Sebenarnyakan belum bisa diberitahu karena ruang lingkup non justisi dan aku gak tau juga masalahnya," tegasnya.
Sementara Indonesia Investment Authority (INA) dikabarkan telah mengetahui adanya hal yang tidak beres di Kimia Farma itu. Adapun INA telah membenamkan investasinya di anak perusahaan PT Bio Farma tersebut.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Corporate Secretary, atau Sekretaris Perusahaan (Corsec) Kimia Farma, Hilda, belum memberikan respons.
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com sebelumnya mengungkap bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa proyek Digitalisasi Kimia Farma Apotek (KFA) tidak layak secara bisnis bagi PT Telkom dan berpotensi merugikan Telkomsigma minimal sebesar R141.295.478.925,00 di akhir masa kontrak.
Hal ini sebagaimana termaktub pada hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I).
Bahwa berdasarkan Laporan Keuangan PT Telkom Rp1.292.145. per 30 Juni 2022 mencatatkan usaha pihak yang berselisih setelah dikurangi penyisihan atas piutang usaha sebesar 5.925.370,00, diantaranya berasal dari pekerjaan Investasi Digitalisasi Kimia Farma Apotek (KFA).
"PT Telkom mencatat saldo piutang kepada PT KF per akhir tahun 2022 adalah sebesar Rp126.985.957.567,14. Saldo piutang tersebut telah dikurangi dengan penyisihan piutang sebesar Rp100.259.616.071,00 per 31 Desember 2021 karena rendahnya tingkat ketertagihan," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (12/6/2025).
Kerja sama dengan antara PT Telkom dengan PT Nomor 203/KF/PRJ/KF (sebagai induk KFA) dan K.TEL.156/HK.810/COP-G0000000/2017 tanggal 27 Desember 2017.
Jangka Nomor PPI aktu perjanjian dibagi menjadi dua, yaitu implementasi sistem digitalisasi KFA operasional. Jangka waktu implementasi paling lambat 30 Juni 2018 sedangkan operasional adalah 60 bulan sejak Berita Acara Siap Operasi (BASO) ditandatangani oleh para pihak.
"Pelaksanaan pekerjaan mulai beroperasi sejak ditandatanganinya BASO Nomor TEL.692/HK810/DES-HWS/2019 tanggal 1 Maret 2019 antara Project Director Telkom dan General Manager IT KF," jelas BPK.
Dengan telah ditandatanganinya BASO pada 1 Maret 2019, maka jangka waktu 60 amandemen untuk 1.330 outlet sebut adalah hingga Februari 2024.
Hasil pengujian atas pekerjaan Digitalisasi KFA menunjukkan permasalahan-permasalah yakini, proyek digitalisasi KFA tidak layak secara bisnis bagi PT Telkom. Bahwa penilaian kelayakan proyek hanya berdasarkan pertimbangan logika bisnis dalam bentuk proyeksi net revenue.
PT Telkom mengajukan penawaran sebesar Rp984.107.000.000,00 selama lima tahun belum termasuk pajak, yang merupakan 2,5% dari total pendapatan KFA dan berdasarkan prognosa pendapatan KFA.
PT Telkom memberikan Service Level Guarantee (SLG) sebesar 99% terhadap layanan yang diberikan, baik aplikasi, network, cloud, maupun hardware.
Negosiasi antara PT KF dengan EVP DES merubah revenue sharing dari 2,5% menjadi 2% dari pendapata bruto.
Dokumen Justifikasi Kebutuhan Barang dan atau Jasa Nomor TEL.2380/LG.000/DES-L000000/2017 antara lain menguraikan sebagai berikut.
Justifikasi tersebut menjelaskan estimasi pendapatan senilai Rp1.273.480,00 per outlet/bulan, sehingga total untuk 1.047 outlet selama lima tahun yaitu sebesar Rp80.000.000.000,00 (pembulatan dari Rp1.273.479,79 x 1.047 outlet x 60 bulan).
Customer Premises Equipment lima tahun sebesar Rp707.285.700.000,00 (Rp11.788.095.000,00 x 60 bulan). Namun, tidak terdapat dokumen yang memuat penjelasan mengenai rincian biaya CPE sebesar Rp11.788.095.000,00 tersebut.
Sedangkan untuk sisi beban, justifikasi hanya menyebutkan beban CPE per bulan sebesar Rp11.311.864.048,32 atau sebesar Rp678.711.842.899,20 DOKUME (CPE) per paket adalah senilai Rp11.788.095.000,00 per bulan atau selama PK produk kemitraan.
PT Telkom akan mendapatkan margin pengadaan CPE sebesar Rp28.573.857.100,80 (Rp707.285.700.000,00 Rp678.711.842.899,20). Justifikasi tersebut menyimpulkan bahwa proyek ini layak secara bisnis dengan total net revenue sebesar Rp108.573.857.100,80 (tanpa PPN).
Total net revenue tersebut terdiri dari revenue connectivity PT Telkom sebesar Rp80.000.000.000,00 dan margin PPID BPK P11.311.864.048,32 x 60 bulan) dalam lima tahun, yang berasal dari sebesar Rp28.573.857.100,8006.
"Akan tetapi, dasar kesimpulan layaknya investasi tersebut belum disu secara komprehensif dan terperinci karena tidak adanya rincian CPE yang harus tersedia beserta spesifikasinya," lanjut BPK.
Kesimpulan tersebut tidak dijabarkan secara jelas karena hanya memperhitungkan proyeksi net revenue. Selain itu, dokumen Analisis Kelayakan Proyek KFA juga menegaskan nilai Net Rp16.102.000.000,00 dengan Internal Rate of Return sebesar 9,09% dan Weight Average Cost of Capital (WACC) sebesar 10,80%.
"Sehingga, proyek tidak akan menguntungkan PT Telkom karena nilai NPV proyek adalah negatif dan IRR lebih kecil dari nilai WACC. Dalam hal ini, PT Telkom tidak memperhitungkan faktor lain seperti Nilai Present Value (NPV) proyek digitalisasi KFA adalah negatif sebesar N RIP nilai NPV atas proyek maupun tingkat bunga," katanya.
BPK juga menyatakan bahwa tidak ada spesifikasi dan jumlah barang yang dibutuhkan dalam justifikasi
Perhitungan beban pada justifikasi kebutuhan barang dan atau jasa pada pekerjaan Digitalisasi KFA tidak disertai dengan spesifikasi barang dan jumlah yang dibutuhkan .
BPK telah meminta dokumen rincian nilai beban CPE dari PT Telkom secara lengkap dan menyeluruh, namun sampai berakhir pemeriksaan belum diperoleh dokumen yang dimaksud.
Hal ini mengindikasikan, bahwa sejak awal, penilaian kelayakan proyek sama sekali tidak memperhitungkan nilai beban CPE dan seluruh rencana biaya yang dibutuhkan yang berisiko realisasi biaya proyek akan melebihi biaya yang direncanakan.
Selain itu proyek ini juga berdampak negatif pada Telkomsigma selaku mitra dari PT Telkom.
"Kajian internal Sigma menunjukkan terdapat dampak kerugian sebesar Rp 141.295.478.925,00 selama lima tahun dan berpotensi meningkatkan kerugian perusahaan jika proyek masih dilanjutkan dengan skema bisnis saat ini," jelas BPK.
Gap minus tersebut karena realisasi revenue KF jauh lebih rendah dari asumsi revenue pada analisis kelayakan dan cost yang lebih tinggi dari perencanaan pada analisis kelayakan.
Di lain sisi, BPK menyatakan bahwa pembayaran digitalisasi KFA berlarut-larut dan tidak sesuai perjanjian.
Hasil pengujian atas dokumen penagihan dan pembayaran Digitalisasi KFA dalam kontrak, bahkan hingga berbulan-bulan yang menyebabkan saldo piutang atas pekerjaan ini meningkat.
Hingga Desember 2022, piutang atas Digitalisasi KFA tercatat sebesar Rp126.985.957.567,14. Piutang tersebut merupakan jumlah tagihan hingga bulan Oktober 2022 sebesar an Oktober 2022 sebesar Rp396.632.280.222,14 dikurangi pembayaran terakhir PT KFA tanggal 31 Oktober 2022 sebesar Rp269.646.322.655,00.
"Pembayaran untuk tagihan tahun 2019 baru lunas di tahun 2021 dan tagihan yang sudah lunas hingga saat ini hanya sampai tagihan bulan Juli 2021," ungkap BPK.
Atas hal tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar mengkaji kelayakan kerja sama digitalisasi KFA secara bisnis yang menguntungkan bagi kedua bekah pihak dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak.
Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Tekait temuan ini, saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Minggu (15/6/2025) lalu pihak Bio Farma bungkam dan menyerahkan komentar kepada pihak Kimia Farma Apotek (KAEF).
"Terkait pemberitaan tersebut jika ada pertanyaan mengenai Bio Farma bisa langsung menghubungi saya, namun jika terkait KAEF bisa langsung menghubungi Corcom KAEF," kata Andzar kepada Monitorindonesia.com. (Monitorindonesia juga telah mengonfirmasi kepada Dirut Bio Farma Shadiq Akasya, belum memberikan respons).
Topik:
Kejagung Jampidsus Kimia Farma KAEF Telkom BPKBerita Sebelumnya
Kejagung Tengah Telaah Kasus di Kimia Farma
Berita Selanjutnya
Kata KPK soal Kesiapan Bobby Nasution Dipanggil Terkait OTT
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
5 jam yang lalu

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
19 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB