Dewan Pers Soroti Puluhan Pasal KUHP Baru Ancam Jurnalis, Kejagung: Berbahaya Kalau Tak Dipahami!


Jakarta, MI - Puluhan pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru berpotensi menjerat jurnalis dari ancaman pidana.
Pada 2 Januari 2026 nanti, KHUP baru itu akan diberlakukan. Dengan berlakunya KUHP baru ini dinilai sebagai kemajuan karena menandai berakhirnya hukum pidana buatan Belanda dan digantikan oleh produk hukum yang sepenuhnya buatan Indonesia.
Namun, itu bukan jaminan bahwa pengaturannya berbeda drastis dengan pendahulunya.
Dalam acara Coaching Clinic Hukum untuk Jurnalis: Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru diselenggarakan oleh Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) di Hotel Mahakam, Jakarta, Senin (30/6/2025), Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Abdul Manan, menyatakan bahwa ada sejumlah perubahan dalam KUHP baru ini yang resmi disahkan pada tahun 2023 lalu dibandingkan dengan pendahulunya.
Misalnya, penghapusan sejumlah pidana ringan dan semangat pemulihan dalam pemidanaannya. Termasuk di dalamnya adalah perubahan jenis delik dari sejumlah delik pidana biasa menjadi delik aduan,misalnya sal tentang penghinaan kepala negara.
"Di KUHP yang baru, penghinaan terhadap kepala negara dan istitusi negara berubah dari delik umum menjadi delik aduan, artinya Presiden sendiri yang harus melapor jika merasa dirugikan oleh pemberitaan," kata Abul Manan.
Meski begitu, Dewan Pers mencermati masih banyak pasal yang bisa memidanakan jurnalis seperti pada KUHP lama. Bahkan, jumlah pasal di KUHP baru yang berpotensi memidanakan jurnalis malah bertambah.
"Termasuk dengan potensi pemidanaan dalam siaran persidangan di pengadilan. Meskipun ancamannya adalah denda,bukan hukuman badan," jelas Manan.
Adapun pasal-pasal tersebut sebagai berikut:
1. Pasal 188 tentang Ideologi Negara
2. Pasal 202 tentang Pertahanan Negara
3. Pasal 204 tentang Pembocoran Rahasia Negara
4. Pasal 205 tentang Pembocoran Rahasia Negara
5. Pasal 218 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
6. Pasal 219 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
7. Pasal 226 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
8. Pasal 227 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
9. Pasal 228 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
10. Pasal 240 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
11. Pasal 241 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden serta penghinaan terhadap Lembaga Negara dan Kepala Negara Sahabat
12. Pasal 242 tentang Penghinaan terhadap Golongan Penduduk dan Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana
13. Pasal 243 tentang Penghinaan terhadap Golongan Penduduk dan Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana
14. Pasal 246 tentang Penghinaan terhadap Golongan Penduduk dan Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana
15. Pasal 247 tentang Penghinaan terhadap Golongan Penduduk dan Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana
16. Pasal 258 tentang Penyadapan
17. Pasal 259 tentang Penyadapan dan Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong
18. Pasal 263 tentang Penyadapan dan Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong
19. Pasal 264 tentang Penyadapan dan Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong
20. Pasal 280 tentang Mengganggu dan Merintangi Proses Peradilan
21. Pasal 300 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan
22. Pasal 301 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan
23. Pasal 407 tentang Pornografi dan Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan
24. Pasal 408 tentang Pornografi dan Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan
25. Pasal 409 tentang Pornografi dan Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan
26. Pasal 433 tentang Pencemaran dan Fitnah
27. Pasal 434 tentang Pencemaran dan Fitnah
28. Pasal 436 tentang Penghinaan Ringan
29. Pasal 438 tentang Persangkaan Palsu
30. Pasal 439 tentang Pencemaran Orang Mati
31. Pasal 443 tentang Pembukaan Rahasia
Apa kata Kejagung?
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengingatkan insan pers untuk lebih waspada terhadap pasal-pasal dalam KUHP baru yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
Salah satu yang disorot adalah Pasal 218 tentang penyerangan terhadap kehormatan atau martabat presiden dan wakil presiden, yang dinilai multitafsir dan bisa mengekang ruang kritik.
“Pasal ini sudah lama jadi perdebatan karena potensi pembatasan terhadap kritik yang seharusnya menjadi bagian penting dalam kerja jurnalistik,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam acara tersebut.
Harli menekankan bahwa pers perlu memahami secara cermat batas antara kritik yang sah dengan penghinaan. “Batasannya masih samar. Ini yang berbahaya kalau tidak dipahami secara utuh,” tegasnya.
Selain Pasal 218, Harli juga menyoroti sejumlah pasal lain seperti ujaran kebencian, penghasutan, diskriminasi, hingga penyebaran hoaks dan pencemaran nama baik, yang dinilai bisa mengancam kerja-kerja jurnalistik apabila ditafsirkan secara sempit oleh penegak hukum.
“Bahkan pasal 365 KUHP baru menyebut soal pemberitaan bohong terkait harga barang yang bisa menyebabkan jatuhnya nilai mata uang. Artinya, wartawan bukan hanya bisa terjerat karena menulis soal tokoh, tapi juga karena memberitakan dinamika harga,” kata Harli.
Sejak disahkannya KUHP baru oleh DPR RI pada 6 Desember 2022, kekhawatiran soal ancaman terhadap kebebasan pers terus menguat. KUHP yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 ini akan resmi berlaku mulai 2 Januari 2026, menggantikan Wetboek van Strafrecht warisan kolonial.
Menurut Harli, karena KUHP baru tidak mengatur secara khusus delik pers, diperlukan kolaborasi lintas sektor seperti Dewan Pers, organisasi jurnalis, dan aparat penegak hukum untuk menyusun buku saku jurnalis yang memuat panduan menghadapi pasal-pasal krusial.
“Keseimbangan antara kebebasan pers dan tanggung jawab profesional harus terus dijaga agar ruang demokrasi tidak semakin sempit,” ujarnya.
Adapun kkegiatan Coaching Clinic ini merupakan hasil kerja sama antara Puspenkum Kejagung dan Forwaka. Ketua Forwaka, Baren Siagian, menyatakan bahwa forum ini terdiri dari tiga sesi dengan menghadirkan narasumber dari akademisi, Jaksa Agung Muda Pidana Umum, serta Dewan Pers.
"Clinic hukum ini kami rancang untuk menjangkau seluruh wartawan di Indonesia, khususnya di wilayah Jabodetabek,” kata Baren.
Pun, kegiatan serupa akan kembali digelar pada Juli 2025 mendatang.
Topik:
Dewan Pers KUHP Baru KejagungBerita Sebelumnya
Kata KPK soal Kesiapan Bobby Nasution Dipanggil Terkait OTT
Berita Selanjutnya
Korupsi Pengadaan Internet, Eks Kadis Kominfo Taput Divonis 3 Tahun Penjara
Berita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
8 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
20 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB