BPK Temukan Masalah Berulang pada Penetapan Harga Produksi, Rugikan Kimia Farma!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Juli 2025 02:03 WIB
Kimia Farma Apotek (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)
Kimia Farma Apotek (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI seringkali menemukan permasalahan berulang dalam pemeriksaan laporan keuangan instansi terkait. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Salah satunya yang tersorot adalah permasalahan berulang dalam penetapan dan perhitungan harga pokok produksi yang mengakibatkan harga produk tidak kompetitif dan berisiko merugikan Kimia Farma. 

Hal ini sebagaimana tertuangan dalam hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) pada PT Bio Farma dan anak perusahaan serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan nomor 56/AUDITAMA VII/PDTT/05/2023. 

Adapun Kimia Farma adalah anak perusahaan PT Bio Farma. Secara historis, harga pokok produksi pada Kimia Farma telah menjadi permasalahan yang menjadi perhatian baik berdasarkan temuan BPK pada pemeriksaan terdahulu ataupun hasil kajian dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Pertama, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 12/AUDITAMA VII/PDTT/01/2016 atas Kegiatan Pengadaan, Penjualan dan Biaya pada Kimia Farma dan Anak Perusahaan dengan masa pemeriksaan Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2015 (Semester 1), salah satu hasil pemeriksaan adalah penyusunan HPP per satuan produk Kimia Farma tidak menghasilkan data yang akurat dan valid. 

Penyusunan HPP tidak dilakukan secara konsisten dimana HPP SK Tahun 2013 tidak membebankan biaya administrasi umum (BAU) dan biaya penjualan (BPJL), sedanghan HPP SK Tahun 2014 membebankan BAU dan BPJL. 

Hasil pemeriksaan juga menunjukkan pthak pemasaran tidak menggunakan HPP riil sebagai dasar penctapan harga ual Harga Netto Apouk (HINA) di tahun 2014.  HPP yang digunakan adalah HPP yang ditetapkan Direksi di awal tahun 2014. 

Atas kondisi tersebut BPK merekomendasikan kepada Direksi Kimia Farma agar menyusun sistem informasi terkait perhitungan HPP persatuan produk yang lebih valid dan akurat berdasarkan data yang up te date dan memperhitungkan seluruh unsur biaya produksi. 

Rekomendasi tersebut ditindaklanjuti dimana Kimia Farma telah menggunakan SAP sebagai sistem informasi.

Kedua adalah Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Barat yang menerbitkan Laporan Akhir Kajian Standarisasi HPP Holding BUMN Farmasi. 

Laporan ini merupakan output dari SPK Nomor 003.25 PGD SK-00%X/2021, PO/BIOF/202 1/3612,PO-00034427 tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Standarisasi HPP Holding BUMN Farmasi antara Bio Farma dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Jawa Barat. 

Hasil kajian tersebut menunjukkan terdapatnya beberapa permasalahan signifikan dan rekomendasi yang memerlukan perhatian dari manajemen Holding farmasi. 

BPK Temukan Masalah Berulang pada Penetapan Harga Produksi, Rugikan Kimia Farma

Hasil pemeriksaan atas implementasi dari rekomendasi yang terdapat pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dan Laporan Akhir Kajian Standarisasi Harga Pokok Produksi (HPP) dari IAI Wilayah Jawa Barat tersebut menunjukkan bahwa Kimia Farma masih menggunakan HPP Standar RKAP dan menghitung Harga Pokok Produksi tidak berdasarkan harga aktual.

Kendati, pada tahun 2022, Kimia Farma ternyata masih menggunakan HPP standar berdasarkan RKAP, yang berarti rekomendasi BPK pada pemeriksaan terdahulu tersebut ditindaklanjuti secara formalitas oleh Kimia Farma dengan mengembangkan sistem informasi SAP namun tidak menyelesaikan permasalahan terkait penggunaan HPP Standar berdasarkan RKAP.

Lalu, kebijakan penetapan harga pokok produksi khusus sebagai strategi untuk memenangkan lelang E-Katalog Nasional cenderung merugikan Kimia Farma.

Hasil penelusuran atas keikutsertaan Kimia Farma pada pekerjaan pengadaan ekatalog nasional menunjukkan bahwa ternyata HPP yang digunakan dalam pekerjaan tersebut menggunakan jenis HPP yang disebut sebagai HPP Khusus. Secara umum, HPP Khusus adalah HPP yang digunakan spesifik untuk transaksi pada e-katalog elektronik nasional. 

Proses awal penetapan HPP khusus dimulai dengan Direktur Marketing mengirimkan Nota Dinas Elektronik (NDE) ke Direktur Produksi dan Supply Chain perihal permintaan HPP Khusus sehubungan telah dimulainya proses pemilihan e-katalog nasional. 

Manajer Marketing menginformasikan daftar obat yang akan ikut lelang e-katalog beserta Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Nasional dan harga perkiraan sendiri yang diumumkan oleh LKPP. 

Atas informasi tersebut, Manajer Supply Management melakukan perhitungan HPP Khusus hingga akhirnya ditetapkan dalam SK HPP Khusus yang ditandatangani oleh Direktur Produksi dan Supply Chain. 

Kemudian, tindak lanjut untuk efisiensi harga bahan baku belum optimal dilakukan pada tingkat Holding farmasi.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu permasalahan yang diungkap oleh IAI Wilayah Jawa Barat adalah harga bahan baku tidak efisien antar entitas dan terdapat perbedaan harga yang signifikan antara satu entitas Holding dengan entitas lainnya. 

Sebagai contoh, harga bahan baku di Indofarma secara umum relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Kimia Farma dan Phapros. 

IAI Wilayah Jawa Barat merekomendasikan untuk perlunya diciptakan media komunikasi antar entitas Holding untuk berbagi informasi mengenai metode manajemen biaya yang efisien.  Adanya media komunikasi, diharapkan biaya bahan baku di Indofarma dapat ditekan menjadi lebih rendah. 

"Kondisi tersebut mengakibatkan pengambilan keputusan harga jual tidak berdasarkan HPP aktual mengakibatkan penetapan harga jual tidak akurat dan adanya harga jual produk dibawah HPP yang merugikan Kimia Farma," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (10/7/2025).

Lalu, menurut BPK kondisi tersebut mengakibatkan penggunaan HPP standar RKAP berdampak HPP produk menjadi tinggi dan tidak valid dan relevan dalam pengambilan keputusan; HPP khusus yang ditetapkan dibawah HPP standar berpotensi mengurangi potensi pendapatan dan menurunkan laba operasi; dan harga produk holding farmasi menjadi mahal dan tidak kompetitif dibandingkan dengan harga dari kompetitor. 

Kondisi tersebut disebabkan oleh erbaikan sistem akuntansi berdasarkan rekomendasi BPK terdahulu baru difokuskan pada pengembangan SAP namun belum mempertimbangkan esensi munculnya rekomendasi BPK dan relevansi pengembangan SAP untuk menyusun HPP aktual berdasarkan data yang akurat, valid dan up to date serta sesuai dengan praktik-praktik akuntansi bisnis yang berlaku umum.

Dan sulitnya Kimia Farma untuk mengambil keputusan dalam pengadaan e-katalog yang bersifat kaku dihadapkan dengan lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. 

Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama Kimia Farma menyatakan menerima temuan pemeriksaan dan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK. 

Adapun BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama Bio Farma agar melakukan perbaikan sistem penentuan HPP dengan menyusun HPP aktual berdasarkan data yang akurat, valid dan up fo date serta sesuai dengan praktikpraktik akuntansi bisnis yang berlaku umum dan berkoordinasi diantara entitas holding dalam menentukan principal supplier yang potensial untuk diikat dengan kontrak payung guna menghasilkan pengadaan barang yang efisien.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

BPK Temuan BPK Kimia Farma Bio Farma