BPK Temukan Kelebihan Bayar Uji Klinis Tahap III Vaksin Sinovac pada FK UP sebesar Rp1,5 M


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kelebihan pembayaran atas kegiatan Uji klinis tahap III Vaksin Sinovac pada FK UP sebesar Rp1.566.202.500,00 (Rp 1,5 miliar).
Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) pada PT Bio Farma dan anak perusahaan serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan nomor 56/AUDITAMA VII/PDTT/05/2023.
Diketahui bahwa dalam rangka pelaksanaan penugasan pengadaan vaksin COVID-19 Bio Farma melakukan pembelian bulk vaksin ready to fill inactivated SARS-CoV-2 yang diproduksi oleh perusahaan China, Sinovac Biotech Ltd.
Bulk vaksin tersebut telah lolos uji klinis tahap I dan II di negara pembuatnya, namun belum lolos uji klinis tahap III. Selanjutnya uji klinis tahap III atas bu/k vaksin tersebut dilakukan oleh Bio Farma. Uji klinis yang dilaksanakan bertujuan untuk mengevaluasi imunogenisitas, keamanan dan efikasi vaksin SAR-Cov-2.
Uji klinis tahap III juga diperlukan dalam rangka memperoleh Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). EUA merupakan persetujuan penggunaan obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat untuk obat yang belum mendapatkan izin edar.
Ketentuan tatacara memperoleh EUA mengacu pada Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.02.02.1.2.11.20.1126 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization).
Dalam keputusan ini disebutkan dokumen persyaratan permohonan penerbitan ELA obat khusus vaksin fase III, berdasarkan bukti ilmiah hasil uji non klinik dan uji klinik dengan subjek memadai sesuai perhitungan statistik dan telah selesai dianalisis imunogenisitas dan analisis intermi data khasiat dan keamanan minimal 3 bulan.
Uji klinis tahap III dilaksanakan melalui kerja sama dengan FK UP, sebagai center uji klinis. Kerja sama tersebut merupakan hasil proses pengadaan dengan metode pemilihan penyedia melalui penunjukan langsung.
Pemilihan metode penunjukan langsung dilakukan dengan pertimbangan bahwa keberadaan barang yaitu vaksin COVID-19 tidak dapat ditunda keberadaannya dan untuk menggunakan produk tersebut membutuhkan pengetahuan dari rekanan.
Pertimbangan tersebut diatur dalam Peraturan Direksi Nomor : PER-00019/DIR/III 2020 tentang Pengadaan Barang/Jasa di Bio Farma, pada Pasal 15 ayat (1) huruf a dinyatakan bahwa penunjukan langsung dapat dilakukan untuk Barang/Jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama Perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaanya (business critical asset) dan Pasal 15 ayat (1) huruf c dinyatakan bahwa Penunjukan Langsung dapat dilakukan untuk Barang Jasa yang bersifat Anow/ledge intensive dimana untuk menggunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dan Rekanan.
Kerja sama dituangkan dalam suatu Perjanjian Kerjasama antara Bio Farma dan FK UP tentang Pengadaan Jasa Uji Klinis Vaksin SARS-Cov-2 Fase III Nomor : 00038/DIR/VI/2020 PO-00028297 dan Nomor : 616/UN6.C PKS 2020.
Perjanjian ditandatangani tanggal 17 Juni 2020 dan pekerjaan harus diserahterimakan selambatlambatnya tanggal 31 Agustus 2021. Nilai perjanjian adalah sebesar Rp15.499.350.000,00 (tidak termasuk PPN).
Dalam pelaksanaannya, terdapat dua kali amandemen perjanjian. Atas amandemen tersebut, total nilai perjanjian menjadi sebesar Rp21.088.870.000,00 (tidak termasuk PPN).
Namun BPK berdasarkan hasil pemeriksannya dalam kerja sama tersebut ada kelebihan pembayaran kurang lebih Rp 1,5 miliar. "Hal tersebut di atas mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran atas selisih antara biaya pada lampiran budget dengan realisasi sebesar Rp1.566.202.500,00," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (15/7/2025).
Menurut BPK, hal tersebut di atas disebabkan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko sebagai penanda tangan perjanjian tidak mengendalikan pelaksanaan perjanjian kerjasama dalam hal tindakantindakan aktivitas pengendalian dalam kegiatan perusahaan mengenai kewenangan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, penilaian atas prestasi kerja, pembagian tugas, dan keamanan terhadap aset perusahaan.
Disebabkan pula oleh Kepala Divisi Surveilans dan Uji Klinis dan Kepala Departemen Opex Operasional Divisi Pengadaan sebagai penanggung jawab pelaksanaan perjanjian tidak melakukan pengawasan perjanjian kerjasama untuk menghindan dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara/Perusahaan.
Atas hal tersebut, Direktur Utama Bio Farma menyatakan menecrima temuan pemeriksaan BPK. Pelaksanaan pekerjaan Pengadaan Jasa Uji Klinis Vaksin SARSCov-2 Fase III dilakukan dalam masa darurat pandemi Covid-19 sehingga terdapat beberapa klausul pekerjaan yang tidak terlaksana sesuai kontrak yang diperjanjikan.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi Bio Farma agar menarik kelebihan bayar atas kegiatan Uji klinis tahap III Vaksin Sinovac pada FK UP sebesar Rp1.566.202.500.00.
Topik:
BPK Bio FarmaBerita Sebelumnya
Terungkap! Nadiem Makarim Arahkan Pakai Chromebook Sebelum Pengadaan TIK Dilaksanakan
Berita Selanjutnya
Peran 4 Tersangka Korupsi Laptop Rp 1,9 Triliun
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB