Di Jakpro, BPK Temukan Masalah Lapkeu LRT Jakarta Rp 12,9 M Berupa Persediaan Sparepart


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan bahwa PT Light Rail Transit (LRT) Jakarta belum sepenuhnya menyajikan persediaan sparepart dalam laporan posisi keuangan per 31 Desember 2023 sesuai SAK.
Demikian temuan BPK sebagaimana dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan entitas anak Tahun Buku 2023 dengan nomor 11A/LHP/XVIII.JKT/6/2024 tanggal 5 Juni 2024.
Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa PT Jakpro menyajikan saldo persediaan pada laporan posisi keuangan konsolidasian per 31 Desember 2023 senilai Rp535.799.533.214,10, naik senilai Rp179.640.931.560,05 atau 50.44%, dari saldo per 31 Desember 2022 senilai Rp356.158.601.654,05.
Saldo tersebut di antaranya merupakan saldo persediaan PT LRT Jakarta senilai Rp12.946.218.960,00 berupa persediaan sparepart yang digunakan dalam operasional LRT Jakarta. Nilai persediaan tersebut baru disajikan nilainya pada tahun buku 2023.
Namun, terkait dengan penyajian laporan leuangan (Lapkeu) 31 Desember 2023, PT LRT Jakarta dalam laporan awal yang disampaikan kepada BPK tidak menyajikan dan mengungkapkan persediaan suku cadang sarana, prasarana dan fasilitas operasi perkeretaapian, maupun persediaan lainnya.
Berdasarkan permintaan keterangan dari Kepala Divisi Keuangan dan Kepala Divisi Supply Chain Management pada tanggal 3 November 2023 diketahui bahwa PT LRT Jakarta tidak mencatat persediaan karena persediaan dibebankan seluruhnya, sehingga nilai persediaan tidak disajikan pada laporan posisi keuangan.
Atas tidak disajikannya saldo barang persediaan per 31 Desember 2023 tersebut, BPK melaksanakan pemeriksaan fisik secara uji petik pada tanggal 4 dan 5 Desember 2023 serta 26 Februari dan 19 Maret 2024 bersama dengan Officer Warehouse pada Gudang A, Gudang B, Gudang C, Gudang D, Gudang E, Gudang F, Gudang G, Gudang H, Gudang I, dan area di sekitar Kantor PT LRT Jakarta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut diketahui bahwa terdapat Persediaan Suku Cadang Sarana Perkeretaapian yang diperoleh dari proses Inbreng Sarana Perkeretaapian tahun 2019, barang Sisa Proyek Fase I A, barang Persediaan sarana, prasana, FASOP, dan /nformation Technology (IT) dan Pelayanan yang dicatat oleh Departemen Warehouse dalam sistem IBM Maximo.
Hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat diuraikan pada tabel berikut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik Persediaan serta pemeriksaan atas dokumen-dokumen pendukung pencatatannya, BPK menemukan masalah bahwa pencatatan atas fisik Persediaan pada Katalog Persediaan belum sepenuhnya menggambarkan kondisi fisik Persediaan per tanggal 31 Desember 2023 dan pencatatan Persediaan tidak didukung dokumen sumber pencatatan nilai yang memadai serta tidak dapat disajikan nilai perolehannya secara akurat dan lengkap berdasarkan SAK dan kebijakan akuntansi
Berdasarkan pemeriksaan atas pencatatan Persediaan pada aplikasi IBM Maximo diketahui bahwa Manager Warehouse hanya meng-update data kuantitas inventory pada catalog persediaan.
Catatan persediaan pada aplikasi tersebut tidak mendokumentasikan nilai satuan atas barang tersebut berdasarkan harga perolehannya adalah barang Persediaan sisa proyek dan inbreng yang tidak dapat ditelusuri dokumentasi nilai perolehannya yaitu berupa barang yang merupakan sisa proyek LRT Fase 1A yang terdiri dari 292 jenis barang sejumlah total 65.306 unit barang.
Suku cadang tersebut diserahterimakan dari SBU LRT PT Jakpro kepada PT LRT Jakarta berdasarkan Berita Acara Serah Terima Barang Nomor 06 BA: WHS IX/XXIl pada tanggal 21 September 2022; dan barang initial sparepart yang terdiri dari 90 jenis barang sejumlah total 112 unit barang initial sparepart tersebut merupakan suku cadang dari pengadaan Light Rail Vehicle (LRV) atau kereta yang diserahkan oleh PT Jakpro ke PT LRT Jakarta sebagai bagian dari inbreng pada tahun 2019.
Atas barang sisa proyek LRT Fase 1A maupun initial sparepart tersebut, tidak tersedia informasi ataupun dokumentasi nilai perolehannya sehingga nilai Persediaan tidak dapat diketahui. Persediaan Sarana, Prasarana, Fasop, Pelayanan, dan IT yang tidak dapat disajikan nilainya secara lengka dan akurat.
Selanjutnya, BPK menemukan bahwa persediaan sarana, prasarana, fasop, pelayanan, dan IT yang tidak dapat disajikan nilainya secara lengkap dan akurat.
Terkait dengan tidak tersedianya data nilai persediaan tersebut, Manager Accounting & Tax dan Manager Warehouse PT LRT Jakarta menindaklanjuti hal tersebut dengan melakukan penelusuran dokumen pendukung pembelian Persediaan suku cadang Persediaan Sarana, Prasarana, Fasop, Pelayanan, dan IT yang tercantum dalam IBM Maximo seperti Dokumen Pembayaran atas Pengajuan Penggunaan Anggaran (PPA) serta Goods Receipt.
Pada tanggal 4 April 2024, PT LRT Jakarta selanjutnya menyampaikan kepada BPK data Persediaan yang terdini atas 2.156 jenis barang sejumlah total 78.008 unit barang senilai Rp17.258.109.471,00.
Atas data tersebut pihak Departemen Accounting & Taxation selanjutnya memperbarui laporan keuangan dengan memasukkan sebagian dari data persediaan tersebut ke dalam laporan posisi keuangan inhouse yaitu atas 128 jenis barang sejumlah total 444 unit barang senilai Rp12.946.218.960,00.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas kertas kerja pendukung data persediaan beserta nilainya yang disediakan tersebut beserta nilai koreksi yang diajukan oleh Departemen Accounting & Taxation diketahui terdapat kelemahan dalam penyajian nilai persediaan, terdapat persediaan yang belum dapat ditelusuri/disajikan nilainya, kebijakan akuntansi PT LRT Jakarta mengenai batas minimal nilai persediaan per unit tidak sesuai SAK.
Lalu penilaian persediaan belum menerapkan metode penilaian persediaan secara FIFO sesuai kebijakan akuntansi dan penilaian persediaan belum memperhitungkan seluruh komponen nilai perolehan sesuai SAK.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan penyajian nilai persediaan PT LRT Jakarta understated dan belum dapat diyakini asersi penilaiannya dan penyajian nilai beban pokok pendapatan PT LRT Jakarta overstated senilai persediaan yang belum digunakan dan belum dapat diyakini nilainya," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Jumat (18/7/2025).
Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan ketidaktepatan pedoman akuntansi PT LRT Jakarta mengenai persediaan yang tidak sesuai dengan PSAK 14 Persediaan.
Manajer Warehouse belum optimal dalam penanganan penerimaan barang di Warehouse serta belum melakukan pemeriksaan fisik secara serentak per 31 Desember 2023 sebagai dukungan penyajian laporan posisi keuangan dan Manager Departemen Accounting & Tax belum melakukan pencatatan dan penilaian yang memadai atas persediaan suku cadang yang secara fisik masih dikuasai PT LRT Jakarta dan menyajikannya pada Laporan Keuangan.
Atas permasalahan tersebut Direktur Utama PT Jakpro menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan selanjutnya menyatakan bahwa PT LRT Jakarta berkomitmen untuk selalu memenuhi kesesuaian Laporan Keuangan dengan SAK yang berlaku dan mengoptimalkan proses digitalisasi dengan sistem IBM Maximo dan Microsoft Dynamics 365.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PT Jakpro agar menginstruksikan Direktur PT LRT Jakarta untuk menyempurnakan SOP pengelolaan persediaan di lingkungan PT LRT Jakarta dengan menambahkan prosedur stock opname minimal tiap semester dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
Lalu, menyesuaikan kebijakan akuntansi PT LRT Jakarta dengan SAK dan menelusuri nilai Persediaan yang dicatat dengan dokumen sumber yang memadai dan menyesuaikan saldo persediaan pada periode berikutnya.
Topik:
BPK LRT Jakarta JakproBerita Sebelumnya
Hasto Jalani Sidang Duplik di PN Jakpus Hari ini
Berita Selanjutnya
Tom Lembong Hadapi Vonis Kasus Impor Gula Hari Ini
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

Menko AHY Resmikan Travoy Hub Taman Mini, Dorong Integrasi Transportasi Publik Jakarta
25 September 2025 19:15 WIB