BPK Temukan Kerugian PT PG Rajawali II atas Jual Beli Lahan PG Jatitujuh sebesar Rp 363,9 Miliar


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengunkap bahwa PT PG Rajawali II belum menerima hak pasca berakhirnya perjanjian perikatan jual beli penyediaan calon areal lahan pengganti HGU PG Jatitujuh sehingga berpotensi merugikan negara sebesar Rp 363,9 miliar.
Temuan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan 2023 pada PT RNI dan Anak Usaha Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dengan nomor 24/LHP/IX-XX.3/8/2024/ Tanggal 30 Agustus 2024.
"Potensi kerugian PT PG Rajawali II atas transaksi calon lahan pengganti HGU lahan PG Jatitujuh yang tidak terealisasi sebesar Rp363.923.753.374, 00," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Minggu (20/7/2025).
Lebih rinci, BPK menjelasjan bahwa PT PG Rajawali II memiliki kewajiban kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengganti pelepasan kawasan/lahan hutan seluas 12.022,50 Ha sejak diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/UM/8/1976 Tanggal 9 Agustus 1976.
Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut terbit dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah mewujudkan program swasembada gula nasional, dengan merubah kawasan hutan Jatitujuh, Kerticala, Cibenda dan Jatimunggul sebagai kawasan perkebunan tebu serta pendirian Pabrik Gula (PG) Jatitujuh yang merupakan salah satu unit PT PG Rajawali II (semula bernama Perusahaan Negara Perkebunan /PNP XIV (Persero).
Sejak Tahun 1979, PNP XIV (Persero) mulai melakukan penanaman tebu dan percobaan giling di kawasan perkebunan PG Jatitujuh seluas 11.923.56 Ha berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 0001 seluas 5.673.04 Ha yang terletak di Kabupaten Majalengka dan Nomor 02 seluas 6.248,52 Ha yang berada di Kabupaten Indramayu, dengan masa berlaku hingga Tahun 2004 (25 tahun).
HGU kemudian diperpanjang sampai dengan Tahun 2029 dan menjadi atas nama PT PG Rajawali II, dengan ketentuan PT RNI (Persero) c.q. PT PG Rajawali II wajib mencari lahan pengganti paling lambat sepuluh tahun sejak diterbitkannya HGU (s.d. Tahun 2014) berdasarkan Surat Menteri Kehutanan Nomor S.410/Menhut-VII/2004 Tanggal 8 Oktober 2024 tentang Perpanjangan HGU a.n. PT RNI (Persero).
Sampai dengan Tahun 2014, PT PG Rajawali II belum dapat melaksanakan kewajiban penggantian lahan dan telah diberi peringatan oleh Menteri Kehutanan sebanyak tiga kali melalui Surat Nomor S.201/Menhut-VII/2008 Tanggal 21 April 2008 tentang Peringatan I, Nomor S.582/Menhut-VII/2008 Tanggal 15 September 2008 tentang Peringatan II, dan Nomor S.484/Menhut-VII/2009 Tanggal 23 Juni 2009 tentang Peringatan III.
Pada Tahun 2019, untuk memenuhi kewajiban penggantian lahan, PT PG Rajawali II melakukan kerja sama (bersinergi) dengan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) untuk penyediaan lahan pengganti dengan memanfaatkan lahanlahan tidak produktif milik PTPN VIII yang dituangkan dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) Nomor SP/III.5/220/1I/2019 dan 029/SPj/RWI1.01/111/2019 Tanggal 11 Maret 2019 tentang Penyediaan Calon Areal Lahan Pengganti HGU PG Jatitujuh seluas + 3.986.40 Ha.
Perjanjian tersebut berlaku selama dua tahun terhitung sejak PPJB ditandatangani. Perjanjian tersebut mengalami perubahan dengan Nomor Addendum 49/SPj/RW-II.01/V1/2019 Tanggal 18 Juni 2019 yang mengubah ketentuan mengenai harga, tata cara pembayaran, perizinan, serta hak dan kewajiban para pihak.
PT PG Rajawali II telah membayar uang muka sebesar Rp268.617.465.875,00 (sudah termasuk PPN) kepada PTPN VIII.
Pembayaran uang muka tersebut berasal dari SHL PT RNI (Persero) kepada PT PG Rajawali II sesuai perjanjian SHL No. 29.2/S.Pj-Hkm/RNI.O1/IIV/2019 Tanggal 25 Maret 2019 dengan nilai perjanjian sebesar Rp150.000.000.000,00 dan No. 58/S.Pj-Hkm/RNI.01/VIII/2019 Tanggal 8 Agustus 2019 sebesar Rp118.617.465.875,00.
Permasalahan terkait penggantian Lahan Jatitujuh telah dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja Nomor 04/AUDITAMA VIV/KINERJA/08/2020 Tanggal 24 Agustus 2020 atas Efektivitas PT RNI (Persero) Holding dalam melaksanakan Fungsi Pengendalian Pengelolaan Keuangan dan Aset Tahun 2017, 2018 dan Semester I 2019.
Adapun pokok-pokok permasalahan tersebut adalah PPJB calon areal lahan pengganti HGU PG Jatitujuh mendahului Surat Keputusan Persetujuan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aset Tetap milik PTPN VIII oleh pemegang saham;
PPJB calon areal lahan pengganti HGU PG Jatitujuh belum didukung oleh persetujuan prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan dari Menteri LHK; dan
PT PG Rajawali II tidak melakukan mitigasi risiko secara memadai atas pembayaran tahap I sebesar Rp268.617.465.875.00 dikarenakan kondisi likuiditas PTPN VIII Tahun 2017 s.d. 2018 yang kurang baik, sehingga PT PG Rajawali II menghadapi risiko yang tinggi atas pengembalian uang muka jika persetujuan tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri LHK tidak disetujui.
BPK memang telah merekomendasikan Direksi PT PG Rajawali II agar aktif berkoordinasi dengan Kementerian LHK untuk terbitnya persetujuan prinsip dari Menteri LHK dan proaktif berkoordinasi dengan PTPN VIII dalam rangka percepatan penyelesaian pembelian lahan pengganti kawasan hutan.
Hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (PTLRHP) Semester I 2023 menunjukkan bahwa rekomendasi tersebut belum sesuai.
Namun hasil pemeriksaan atas pelaksanaan dan penyelesaian kerja sama penyediaan lahan pengganti kawasan hutan antara PT PG Rajawali II dengan PTPN VIII menunjukkan bahwa status lahan yang menjadi objek perjanjian tidak clean and clear.
Ketentuan mengenai status lahan yang menjadi objek perjanjian telah diatur pada PPJB Nomor SP/III.5/220/I[/2019, yaitu lahan tidak dikuasai pihak lain (clean), tidak dalam sengketa, bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan, dan sertifikat lahan masih berlaku (clear).
Berdasarkan Berita Acara Verifikasi dan Klarifikasi Calon Lahan TMKH antara PTPN VIII dengan PT PG Rajawali II Tanggal 8 Oktober 2020 diketahui status legalitas Jahan dari objek PPJB seluas 3.986,40 Ha.
Tabel di atas menunjukan bahwa lahan objek PPJB yang telah berstatus clean and clear hanya seluas 56,45 Ha, dan harus melalui proses splitsing atau pemecahan sertifikat terlebih dahulu.
PTPN VIII pernah mengajukan lahan pengganti di luar objek PPJB melalui Surat Direktur PTPN VIII Nomor SB/1.1/5194/X/2020 Tanggal 14 Oktober 2020 perihal Tindak Lanjut Pemenuhan Calon Lahan Pengganti HGU PG Jatitujuh yang berstatus clear and clean dan tidak butuh splitsing, namun hanya seluas 121,31 Ha.
Menurut BPK, kondisi tersebut diatas menunjukkan bahwa lahan seluas 3.986,40 Ha yang disediakan oleh PTPN VIII tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada PPJB dan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2015 Tanggal 28 Desember 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Pasal 15 Ayat (2). a Jo. Pasal 16 Ayat (1). b.1 Peraturan Menteri LHK Nomor P.97/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/11/2018 Tanggal 19 Desember 2018 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan yang mensyaratkan bahwa lahan pengganti kawasan hutan harus clear and clean.
Atas hal tersebut PT PG Rajawali II tidak melaksanakan pembayaran tahap II dan mengajukan pengakhiran PPJB sebelum perjanjian berakhir kepada Direktur Utama PTPN VIII sebanyak tiga kali, yaitu melalui surat sebagai berikut.
Selanjutnya, BPK menemukan bahwa PTPN VIII tidak menyelesaikan kewajiban atas PPJB yang berakhir. Hingga berakhirnya PPJB pada Tanggal 11 Maret 2021, ungkap BPK, PTPN VIII tidak dapat menyediakan lahan pengganti kepada PT PG Rajawali II sesuai dengan ketentuan.
Atas hal tersebut, pada Tanggal 6 April 2023 terdapat upaya mediasi antara PT PG Rajawali II dengan PTPN VIII untuk menyelesaikan permasalahan kewajiban pengembalian uang muka kerja sama penyediaan calon areal lahan pengganti HGU Pabrik Gula Jatitujuh.
Hasil mediasi tersebut dituangkan dalam Berita Acara (BA) Mediasi Tahap I yang menyepakati bahwa PTPN VIII akan mengembalikan uang muka sebesar Rp268.617.465.875.00 dalam dua tahap.
"Tahap I yaitu sebesar Rp192.617.465.875.00 berasal dari hasil penghapusbukuan dan pemindahtanganan aset PTPN VIII yang terletak di Serpong senilai Rp101.151.465.875.00 paling lambat akhir bulan April 2023; initial fee yang diperoleh PTPN VIII dari pengembangan Township Walini sebesar Rp20.000.000.000,00 paling lambat bulan Juni 2023 dan penerimaan PTPN VIII atas penghapusbukuan dan pemindahtanganan aset kebun Cikumpay untuk exit tol Cipali sebesar Rp7 1.466.000.000.00 paling lambat bulan November 2023," beber BPK.
Sedangkan sisa uang muka sebesar Rp76.000.000.000.00 serta kewajiban bunganya akan dibahas pada mediasi tahap II. Sampai dengan batas waktu yang telah disepakati dalam BA Mediasi Tahap I, yaitu bulan Juni 2023.
Lanjut, BPK menemukan juga bahwa PTPN VIII sama sekali belum melakukan pembayaran.
"Berdasarkan keterangan pihak PTPN VIII, hal tersebut disebabkan karena PTPN VIII termasuk dalam PTPN Trench Merah (group merah) PTPN Group yang terikat dalam Perjanjian Perubahan Induk Merah (Master of Amendment Agreement Tranche Red) Nomor 28 Tanggal 29 Januari 2021, sehingga hasil pelepasan aset yang berlokasi di Serpong harus digunakan untuk membayar kewajiban kepada kreditur (Bank Mandiri) terlebih dahulu," ungkap BPK.
PTPN VIII juga belum mendapat kepastian kapan akan menerima initial fee dari pengembangan Townshop Walini dan pembayaran atas pemindahtanganan aset kebun Cikumpay untuk exit tol Cipali.
Dengan demikian, ketika BA Mediasi Tahap I ditandatangani, PT PG Rajawali II belum memastikan bahwa aset-aset PTPN VIII tersebut betul-betul dapat menjadi sumber dana pengembalian uang muka.
"Atas belum dikembalikannya uang muka sebesar Rp268.617.465.875,00 dari PTPN VIII akibat pengakhiran PPJB, PT PG Rajawali II terbebani bunga pinjaman dari PT RNI (Persero) s.d 30 Juni 2023 sebesar Rp95.306.287.499,31," jelas BPK.
Data pinjaman dan bunga untuk pembayaran uang muka calon pengganti lahan
BPK menjelaskan bahwa pada PPJB Pasal 11 Ayat (7) mengatur bahwa jika sampai dengan berakhirnya PPJB, hak atas tanah PTPN VIII belum beralih ke PT PG Rajawali II, maka PT PG Rajawali II berhak mendapatkan manfaat atas pembayaran uang muka yang telah dibayarkan setara dengan bunga deposito/pinjaman bank pemerintah.
Berdasarkan ketentuan tersebut, PT PG Rajawali II melalui Surat Nomor 548/S.Pmb/RWII.01/I1I/2021 Tanggal 12 Maret 2021 meminta agar PTPN VIII mengembalikan uang muka beserta manfaatnya (bunga) paling-lama 30 hari sejak diterbitkannya surat tersebut.
Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PTPN VIII, PTPN VIII sepakat untuk mengembalikan hanya sebatas pokok saja, sedangkan terkait bunga/manfaat, belum ada kesepakatan karena belum ada pembahasan.
Manajemen PT PG Rajawali II sendiri belum menghitung secara pasti berapa nilai bunga/manfaat yang ditagihkan ke PTPN VIII.
Hasil perhitungan jika menggunakan suku bunga simpanan berjangka rupiah bank pemerintah tahunan yang diterbitkan Bank Indonesia dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bulan September 2023, maka PT PG Rajawali II dapat memperoleh manfaat berupa bunga deposito sejak uang muka dibayarkan ke PTPN VIII sebesar Rp69.351.173.612,23.
Denagan permasalahan tersebut, menurut BPK, mengakibatkan tujuan PT RNI (Persero) memberikan pinjaman SHL kepada PT PG Rajawali II untuk penyelesaian penggantian lahan PG Jatitujuh tidak tercapai.
"Potensi kerugian PT PG Rajawali II atas transaksi calon lahan pengganti HGU lahan PG Jatitujuh yang tidak terealisasi sebesar Rp363.923.753.374.00 yang berasal dari: pengembalian pokok uang muka penggantian lahan PG Jatitujuh dari PTPN VIII sebesar Rp268.617.465.875,00; dan pembebanan bunga SHL dari PT RNI (Persero) sebesar Rp95.306.287.499,00," jelas BPK.
Tak hanya itu, BPK juga menyatakan bahwa permasalahan tersebut mengakibatkan PT PG Rajawali II belum menerima manfaat berupa bunga atas pembayaran uang muka yang telah dibayarkan.
Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan Direksi PT PG Rajawali II tidak melakukan pemeriksaan yang memadai atas aset-aset yang diajukan oleh PTPN VIII sebagai sumber dana pengembalian uang muka pada saat menandatangani BA mediasi tahap I.
Belum melakukan upaya lebih lanjut sesuai ketentuan untuk menagih pengembalian uang muka dan manfaat atas pemberian uang muka dari PTPN VII;
Dewan Komisaris PT PG Rajawali II kurang efektif dalam melakukan pengawasan atas penyelesaian pengembalian uang muka lahan pengganti HGU PG Jatitujuh oleh PTPN VIII; dan Kepala SPI PT PG Rajawali II tidak cermat dalam melakukan evaluasi penyelesaian pengembalian uang muka lahan pengganti HGU PG Jatitujuh oleh PTPN VIII.
Penjelasan PT RNI
Atas permasalahan tersebut, Direksi PT RNI (Persero) menyatakan sependapat dengan pemasalahan sebagaimana dimaksud dalam temuan, dengan penjelasan upaya yang telah dilakukan.
Bahwa PT PG Rajawali II telah melakukan penagihan secara langsung atas kesanggupan termin I senilai Rp121.151.465.875.00 kepada PTPN VIII melalui surat R2.DIRIXIS.Pmh/23.09.08 0001 Tanggal 8 September 2023 perihal Penyelesaian Realisasi Berita Acara Mediasi.
Surat balasan dari PTPN VIII kepada PT PG Rajawali II nomorSB/1.1/73981X12023 Tanggal 31 Oktober 2023 perihal Pengembalian Uang Muka menyatakan bahwa sehubungan dengan kondisi finansial PTPN VIII hanya mampu melakukan pembayaran senilai Rp1.000.000.000,00;
Hasil pembicaraan pada proses mediasi dengan Kementerian BUMN pelunasan akan dilakukan setelah pembentukan sub-holding di PTPN III selesai dilaksanakan.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan Direksi PT RNI (Persero) agar berkoordinasi dengan Menteri BUMN dalam rangka mediasi dengan Direksi PTPN III terkait kejelasan waktu penyelesaian pengembalian uang muka calon lahan pengganti PT Jatitujuh dan nilai manfaat atas uang muka yang belum dikembalikan PTPN VIII.
Mengenakan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi PT PG Rajawali II karena tidak melakukan pemeriksaan yang memadai alas aset-aset yang diajukan oleh PTPN VUI sebagai sumber dana pengembalian uang muka pada saat menandatangani BA mediasi tahap I.
Menginstruksikan Direksi PT PG Rajawali II untuk menagih pengembalian atas pemberian uang muka calon lahan pengganti PG Jatitujuh dari PTPN VIII sebesar Rp268.617.465.875,00 untuk disetorkan ke Kas PT PG Rajawali II.
Menagih manfaat atas pemberian uang muka yang belum dikembalikan dengan PTPN VIII sesuai ketentuan perjanjian untuk disetorkan ke Kas Kas PT PG Rajawali II; dan memerintahkan Vice President SPI PT RNI (Persero) dan anak perusahaan agar melakukan evaluasi penyelesaian pengembalian uang muka lahan pengganti HGU PG Jatitujuh oleh PTPN VIII.
BPK juga merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PT PG Rajawali II untuk memastikan pengawasan dan pemantauan langkah-langkah penyelesaian pengembalian uang muka lahan pengganti HGU PG Jatitujuh oleh PTPN VIII.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi kepada Edwin Adithia Hermawan selaku Humas PT RNI terkait temuan BPK tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Edwin belum memberikan respons.
Topik:
Temuan BPK BPK PT RNI ID FOODBerita Sebelumnya
KPK Periksa Kajari Mandailing Natal, Kasus Apa?
Berita Selanjutnya
KPK Bakal Naikan Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji ke Tahap Penyidikan
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
1 Oktober 2025 12:32 WIB

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB