Temuan BPK di PTPN II soal Penghapusbukuan Lahan Eks HGU 451,73 Ha dan Ganti Rugi Rp 384 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Juli 2025 13:38 WIB
PT Perkenunan Nusantara (PTPN) II (Foto: Dok MI/Istimewa)
PT Perkenunan Nusantara (PTPN) II (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI membeberkan permasalahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II sebagaimana dalam hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Salah satu temuan auditor negara ini adalah penghapusbukuan lahan eks HGU seluas 451,73 Ha tidak dapat diselesaikan tepat waktu dan terdapat ganti rugi yang belum diterima senilai Rp384.317.459.410,00. 

Dalam laporan manajemen PTPN II Tahun 2021 sampai dengan Semester I 2023 menyajikan pendapatan operasi lainnya dan diantaranya terdapat pendapatan atas keuntungan penjualan aset tetap dengan realisasi.

PTPN II

Hasil pengujian terhadap pengelolaan pendapatan atas keuntungan penjualan aset tetap menunjukkan bahwa pendapatan tersebut merupakan perolehan ganti rugi atas penghapusbukuan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II yang tidak memperoleh perpanjangan sertifikat HGU berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 42, 43, 44 /HGU/BPN/2002 tanggal 29 November 2002. 

Permen Agraria/ BPN Nomor 9 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dalam hal penolakan perpanjangan jangka waktu HGU tidak berdasarkan alasan diterlantarkannya tanah yang bersangkutan, kepada pemegang hak atas tanah yang lama diberikan penggantian berupa uang untuk penyerahan tanah yang bersangkutan dan tanaman yang diatasnya. 

Penggantian dan ganti rugi dibebankan kepada penerima hak atau pengguna tanah berikutnya, atau dalam hal tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut diperuntukan bagi kepentingan umum penggantian atau ganti rugi dimaksud dibebankan kepada instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Permasalahan penghapusbukuan lahan eks HGU tersebut telah diungkapkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Nomor 49/AUDITAMAVII/PDTT/12/2015 tanggal 2 Desember 2015 atas Pengelolaan Lahan Tahun 2012, 2013, dan 2014 pada PT Perkebunan Nusantara II di Sumatera Utara, Papua dan DKI Jakarta dengan judul temuan Penyelesaian Permasalahan Lahan Eks HGU Seluas 5.873,06 Ha berlarut-larut sehingga PTPN II tidak dapat mengoptimalkan lahan tersebut dan menimbulkan permasalahan dengan pihak lain. 

Atas temuan pemeriksaan tersebut, BPK RI memberikan rekomendasi agar Direksi PTPN II: 

a. Melakukan percepatan penyelesaian dengan Kementerian BUMN dan instansi terkait pengaturan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah pada lahan PTPN II secara komprehensif, baik atas lahan HGU seluas 56.341,73 Ha dan lahan ex-HGU seluas 5.873 Ha; dan 

b. Melakukan koordinasi dan komunikasi pada lingkup internal manajemen perusahaan dengan meminta pendapat dan saran Dewan Komisaris dalam hal percepatan penyelesaian masalah di atas untuk disampaikan dalam RUPS. 

PTPN II telah menindaklanjuti temuan pemeriksaan tersebut namun sampai dengan semester II Tahun 2022 tindaklanjut belum sesuai dengan rekomendasi BPK. PTPN II telah melakukan tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan lahan eks HGU seluas 5.880.489 m2 (588,04 Ha) dari total lahan eks HGU seluas 5.873 Ha antara lain: 

a. Penerbitan surat keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara terkait daftar penerima hak tanah, Keputusan Para Pemegang Saham (KPPS), Surat Perintah Pembayaran (SPP) untuk penghapusbukuan lahan eks HGU seluas +420.413 M2, +836.660 M2, +1.723.177 M2 +1.766.324 M2, serta bukti pembayaran ganti rugi ke PTPN II; dan 

b. Surat kepada para pemegang saham No. 2.10-Dir/X/12/1/2023 tanggal 4 Januari 2023 perihal Permohonan Persetujuan Penghapusbukuan dan pemindahtanganan areal eks HGU PTPN II seluas + 1.133.915 M2 yang telah mendapat persetujuan dari pemegang saham sesuai dengan KPPS Nomor SK-313/MBU/11/2023; DSPN/KPPS/59/X1/2023 tanggal 21 November 2022. 

Dalam pelaksanaan penghapusbukuan lahan eks HGU tersebut. Direksi PTPN II telah menetapkan SOP Nomor SOP-DPA-008 tanggal 2 Agustus 2022 tentang Penyelesaian Pemanfaatan Aset Eks HGU PTPN II yang menyatakan bahwa prosedur penghapusbukuan dan pemindahtanganan aktiva tetap antara lain adalah membantu tim yang dibentuk oleh Gubernur Sumatera Utara untuk melakukan proses verifikasi administrasi, klarifikasi, dan identifikasi terhadap permohonan yang diajukan oleh masyarakat/pihak ketiga kepada Gubernur. 

Hasil review atas pelaksanaan prosedur penghapusbukuan lahan eks HGU tahun 2021 s.d. Oktober 2023 seluas +5.880.489 M2 (588.04 Ha) menunjukkan bahwa penghapusbukuan lahan eks HGU telah dilaksanakan dengan penetapan daftar nominatif yang kemudian diajukan kepada pemegang saham untuk Penerbitan KPPS tentang penghapusbukuan dan pemindahtanganan aset lahan eks HGU PTPN II. 

Setelah disetujui pemegang saham, PTPN II meminta kantor jasa penilai publik (KJPP) untuk menerbitkan harga penggantian tanah. Selanjutnya Bagian Disposal Aset dan eks HGU untuk menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) kepada calon penerima lahan eks HGU. 

Setelah penerima pembayaran lahan eks HGU, PTPN II akan menerbitkan Peralihan Hak Ganti Rugi (PHGR). Daftar nominatif Gubernur menyatakan antara lain bahwa keputusan gubernur dinyatakan tidak berlaku, apabila selama dalam jangka waktu KPPS PTPN II perihal persetujuan penghapusbukuan dan pemindahtanganan aset tanah eks HGU, pihak penerima hak berikutnya tidak memenuhi kewajibannya melakukan pembayaran lunas uang ganti rugi aset. 

1. Penghapusbukuan lahan eks HGU kepada masyarakat seluas 319,73 Ha senilai Rp294.832.459.409,00 tidak dapat diselesaikan tepat waktu 

Tahun 2021 sampai dengan Oktober 2023 PTPN II telah memperoleh lima Keputusan Para Pemegang Saham (KPPS) atas penghapusbukuan dan pemindahtanganan lahan eks HGU seluas 588,03 Ha dan telah menerbitkan SPP kepada calon penerima hak tanah sesuai keputusan Gubernur tentang daftar nominatif dengan total nilai ganti rugi senilai Rp634.536.496.831,00.

Berdasarkan data rincian pembayaran ganti rugi per 31 Oktober 2023 diketahui bahwa ganti rugi yang telah diterima_ senilai Rp240.579.328.465,00 sehingga masih terdapat ganti rugi yang belum diterima senilai Rp393.957.168.366,00 (Rp634.536.496.831,00 - Rp240.579.328.465,00).

PTPN II

Menurut BPK, ada tiga KPPS masa berlakunya telah berakhir dengan luas lahan 319,73 Ha (60,38 Ha + 112,61 Ha + 146,74 Ha) dan nilai ganti rugi senilai Rp294.832.459.409,00 (Rp59.432.392.279,00 + Rp120.845.419.375,00 + Rp114.554.647.755,00). 

Pada tanggal 31 Agustus 2022 Direktur PTPN II telah menyampaikan surat kepada Gubernur Sumatera Utara Nomor 2.10-Dir/X/947/VIIV/2022 perihal Progres Pembayaran Ganti Rugi Areal Eks HGU PTPN II yang berisikan : 

1) Daftar nama penerima hak lahan eks HGU pada KPPS No. S-943/MBU/12/2021 dan KPPS No. S-434/MBU/07/2022 yang belum melakukan pembayaran ganti rugi; 

2) KPPS No. S-943/MBU/12/2021 berakhir tanggal 13 Desember 2022: dan 

3) Meminta bantuan Gubernur agar menginstruksikan tim untuk melakukan analisis kembali. Namun sampai dengan masa berlaku KPPS berakhir, ganti rugi atas lahan seluas 83,66 Ha belum lunas dibayarkan penerima hak lahan. 

Sedangkan lahan eks HGU seluas 172.31 Ha dan 176,63 Ha masa berlaku KPPS nya akan berakhir tahun 2023. 

Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 yang diubah terakhir kali dengan Nomor PER-03/MBU/03/2021 pada pasal 16 yang menyatakan bahwa apabila penghapusbukuan dan pemindahtanganan belum dapat direalisasikan dalam waktu satu tahun, Direksi dapat mengajukan permohonan persetujuan izin baru. 

Namun jika belum dapat direalisasikan dalam kurun waktu tersebut, maka Direksi dapat mengajukan permohonan perpanjangan sepanjang 1 tahun. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, PTPN II belum mengoptimalkan pelepasan aset dengan mengajukan permohonan kembali kepada pemegang saham. 

2. Penghapusbukuan lahan eks HGU kepada Pemerintah Kota Binjai seluas 132 Ha tidak diselesaikan tepat waktu senilai Rp89.485.000.000,00 

Pada akta Notaris nomor 05 tanggal 31 Desember 2018, PTPN II melepaskan aset tanah yang habis masa hak gunanya (eks HGU) seluas 132Ha kepada Pemerintah Kota Binjai berdasarkan daftar nominatif yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara dan Keputusan Para Pemegang Saham (KPPS) PTPN II. Nilai ganti rugi senilai Rp93.485.000.000,00 sesuai dengan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Rengganis, Hamid dan Rekan (KJPP RHR). Dokumen akta notaris menyatakan bahwa pembayaran diselesaikan dalam tiga termin pembayaran, termin ketiga selambatlambatnya pada tanggal 30 November 2019. 

Walikota Binjai mengeluarkan Surat Penugasan Nomor 644-5622 tanggal 19 Juli 2019 kepada Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan untuk melakukan pembayaran ganti rugi dan kepengurusan kepemilikan tanah seluas 132 Ha. 

Dasar penugasan tersebut dikarenakan Walikota Binjai menyadari bahwa dalam pengurusan serta pembangunan lahan diperlukan biaya yang besar. Oleh karena keterbatasan biaya pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka Pemko Binjai menugaskan PD Pembangunan untuk menyelesaikan penyediaan tanah dan pembangunan Kawasan Industri Binjai (KIB). 

Menindaklanjuti kondisi tersebut, tanggal 15 Juni 2020 PD Pembangunan membayar penggantian kepada PTPN II senilai Rp4.000.000.000,00, sehingga saldo piutang lain-lan PTPN II senilai Rp89.485.000.000.00 (Rp93.485.000.000,00 - Rp4.000.000.000,00). 

Selanjutnya terdapat dokumentasi surat menyurat, dengan penjelasan sebagai berikut : 

1) Tanggal 26 Januari 2021 PTPN II mengirimkan surat kepada Walikota Binjai Nomor Dir/X/106/1/2021 dan Direktur Utama PD Pembangunan Nomor Dis/X/107/1/2021 perihal Pembayaran Lunas Ganti Rugi Lahan Eks HGU. Dalam surat tersebut Direktur PTPN II meminta Walikota Binjai dan Direktur Utama PD Pembangunan untuk membayar sisa ganti rugi senilai Rp89.485.000.000.00. 

2) Tanggal 29 Januari 2021 Walikota Binjai mengirimkan surat Nomor 590 905 kepada Direktur PTPN II perihal pembayaran lunas ganti rugi areal eks HGU  PTPN II menyatakan bahwa PD Pembangunan berkomitmen untuk menyelesaikan sisa pembayaran ganti rugi. 

Selama Tahun 2023, Kepala Bagian Disposal Eks HGU dan Pengamanan Aset dan SEVP Manajemen Aset PTPN Il belum melakukan komunikasi dan masih menunggu respon dari Pemerintah Kota Binjai. 

Hasil analisis dokumen daftar aset. daftar utang Pemerintah Kota Binjai dan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Aset Badan Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD) Pemerintah Kota Binjai dan Direktur Keuangan PD Pembangunan, memperoleh informasi bahwa Pemerintah Kota Binjai tidak mencatat utang dalam laporan keuangan karena penyelesaian diserahkan kepada PD Pembangunan. 

Sedangkan Direktur Keuangan PD Pembangunan tidak mengetahui mengapa utang kepada PTPN II tidak dicatat dalam laporan keuangan PD Pembangunan.

Dikarenakan kondisi keuangan PD Pembangunan dan pihak ketiga yang kurang baik, maka belum dilakukan sisa pembayaran. Pemko Binjal dan PD Pembangunan belum melakukan pembahasan ulang terkait penggantan ganti rugi tersebut. 

Pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Binjai periode 2021 - 2026, lahan 132 Ha akan digunakan sebagai Rencana Kawasan Peruntukan Industri. Berdasarkan batas lahan dari tim Bagian Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset dan analisis menggunakan citra satelit, diperoleh gambar sebagai berikut: 

PTPN II

Garis merah pada gambar 4 dan gambar 5 merupakan batas lahan seluas 132 Ha. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa lahan sudah tidak ditanami kelapa sawit oleh PTPN II sejak Tahun 2018 dan pada Tahun 2023 lahan tersebut belum dijadikan pusat Kawasan industri oleh Pemerintah Kota Binjai. 

Tidak ditemukan dokumen atau diskusi tertulis antara Pemerintah Kota Binjai dengan SEVP Manajemen Aset untuk menyelesaikan permasalahan pelepasan lahan eks HGU tersebut. 

Dalam KPPS Nomor S-555/MBU/08/2018 dinyatakan bahwa persetujuan pelepasan kepada Pemerintah Kota Binjai berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal ditetapkan tanggal 24 Agustus 2018. Kemudian para pemegang saham PTPN II mengeluarkan keputusan nomor S-607/MBU/09/2019 tanggal 12 September 2019 perihal Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aset Tanah eks HGU seluas 2.216,28 Ha dengan masa berlaku satu tahun. 

Namun sampai dengan pemeriksaan berakhir, Pemerintah Kota Binjai belum menyelesaikan pembayaran ganti rugi senilai Rp89.485.000.000,00. 

Hasil wawancara kepada Kepala Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Kota Binjai dan Direktur Keuangan PD Pembangunan, mengungkapkan bahwa ganti rugi dan pengelolaan aset diselesaikan melalui PD Pembangunan (BUMD) tidak melalui mekanisme APBD. Dalam hal ini PD Pembangunan bekerja sama dengan pihak swasta. 

Namun dikarenakan kondisi keuangan PD Pembangunan dan pihak swasta yang tidak baik, maka sampai dengan Tahun 2023 belum ada tambahan pembayaran untuk ganti rugi lahan eks HGU PTPN II. Selain itu, kondisi tanah digarap oleh masyarakat, tanpa ada surat kepemilikan atau penggunaan lahan tersebut. 

"Permasalahan tersebut mengakibatkan perusahaan tidak dapat dengan segera memanfaatkan dana senilai Rp294.832.459.409,00 atas ganti rugi penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN II; dan potensi pendapatan yang hilang senilai Rp89.485.000.000,00 atas transaksi pelepasan ganti rugi lahan eks HGU PTPN II seluas 132 Ha," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (24/7/2025).

Menurut BPK, hal tersebut disebabkan oleh Dewan Komisaris kurang optimal dalam mengawasi kegiatan penghapusan lahan eks HGU; Direksi PTPN II periode 2021 s.d. 2023 belum optimal dalam berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan penagihan ganti rugi untuk mempercepat proses penghapusbukuan lahan eks HGU; 

Lalu, SEVP Manajemen Aset periode 2021 sampai dengan 2023 kurang optimal dalam memantau dan mengkoordinir pelepasan lahan eks HGU; dan Kepala Bagian Disposal Eks HGU dan Pengamanan Aset periode 2021 sampai dengan 2023 kurang optimal dalam memproses pelepasan lahan eks HGU. 

Region Head Regional 1 PTPN I sependapat dengan sebagian temuan BPK. 

Adapun hal yang belum sependapat terkait dengan pelepasan lahan 319,73 Ha, berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 yang diubah terakhir dalam 2/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan Badan Usaha Milik Negara pada pasal 179 ayat 1 Huruf A Poin 2 yang menyebutkan "Kajian ekonomis (termasuk manfaat, potensi dan nilai tambah yang akan diperoleh oleh perusahaan)".

Hal tersebut mengharuskan PTPN II dalam mengajukan Izin Penghapusbukuan dan pemindahtanganan aset melampirkan dokumen Kajian Ekonomis yang didalamnya terdapat Potensi Ganti Rugi yang penilaiannya bersumber dari perhitungan KJPP. 

Namun BPK tidak sependapat dengan tanggapan Region Head Regional 1 PTPN I, karena dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah Pasal 14 ayat 2 Dalam hal perolehan tanah Hak Pengeloiaan atau Hak Atas Tanah berasal dari Tanah Negara yang terdapat penguasaan pihak lain, maka diselesaikan terlebih dahulu atas penguasaan dan tanam tumbuh atau benda lain yang ada di atasnya sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

"Dalam mekanisme penyelesaian PTPN II, tidak terlihat adanya kesepakatan kedua belah pihak (masyarakat dengan PTPN II) yang terdokumentasi," beber BPK.

Rekomendasi BPK

BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I melaporkan kepada PTPN III (Persero) selaku pemegang saham atas kurang optimalnya dalam pengawasan kegiatan penghapusan lahan eks HGU.

Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan penagihan ganti rugi untuk mempercepat proses penghapusbukuan lahan eks HGU Pemerintah Kota Binjai dan masyarakat senilai Rp384.317.459.409.00 (Rp294.832.459.409,00 + Rp89.485.000.000,00).

Merevisi SOP Penyelesaian Pemanfaatan Aset Eks HGU PTPN II dengan menambahkan proses kesepakatan nilai penggantian lahan antara PTPN II dengan pihak penerima eks HGU; Mengajukan daftar nominatif atas KPPS yang sudah tidak berlaku; 

Berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada sdr. IP Direktur PTPN II Periode 2020 sampai dengan 2023 karena belum optimal dalam berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan penagihan ganti rugi untuk mempercepat proses penghapusbukuan lahan eks HGU; dan Memberikan sanksi kepada SEVP Manajemen Aset dan Kepala Bagian Disposal  eks HGU eks PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 sesuai ketentuan yang berlaku karena kurang optimal dalam mengkoordinir dan memproses lahan eks HGU.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi soal temuan BPK RI dan dugaan korupsi itu kepada PTPN melalui email [email protected]. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, PTPN belum menjawab konfirmasi tersebut. (an)

Kejagung Mulai Usut Korupsi PTPN II-Citraland: Negara Diduga Tekor Rp 400 T Lebih! Selengkapnya di sini

Topik:

BPK PTPN PTPN II