Adu Cepat Usut Kasus Beras Oplosan: Satgas Polri dan Kejagung Bikin Ketar-ketir Wilmar Group Cs


Jakarta, MI - Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri dan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas para pelaku di balik beredarnya beras oplosan yang merugikan negara Rp 100 triliun.
Satgas Pangan Polri diketahui lebih dulu mengusut kasus tersebut yang ditandai dengan pemeriksaan terhadap empat produsen beras yakni Wilmar Group (WG) terkait produk Sania, Sovia dan Fortune.
Pemeriksaan dilakukan setelah Satgas Pangan Polri melakukan pengecekan dan pemeriksaan 10 sampel dari Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Jabodetabek.
Kedua yakni PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) terkait produk merek merk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos. Pemeriksaan dilakukan setelah mengambil sembilan sampel dari Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.
Ketiga, PT Belitang Panen Raya (BPR) dengan produk Raja Platinum, dan Raja Ultima. Pemeriksaan setelah tim penyidik mengambil tujuh sampel yang bersumber dari Sulawei Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Dan terakhir PT Sentosa Utama Lestari/Japfa Group (SUL/JG). Pemeriksaan dilakukan usai mengambil tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Teranyar, Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri telah menaikkan kasus dugaan beras oplosan atau beras yang tidak memenuhi standar mutu, kualitas, dan volume ke tahap penyidikan.
Polisi segera melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka. Dirtipideksus sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengatakan penyidikan ini sebagaimana arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta kasus segera diusut tuntas.
"Kasus yang menjadi atensi Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto. Karena memang sangat merugikan masyarakat, penjualan beras premium dan premium yang tidak sesuai standar atau mutu yang tertera pada kemasan," kata Helfi dalam jumpa pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Kasus ini diusut berdasarkan laporan dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap temuan 268 beras pada 212 merek tidak sesuai dengan ketentuan. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan adanya dugaan pidana dalam kejanggalan peredaran beras di masyarakat.
"Berdasarkan hasil penyidikan, telah ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, sehingga dari hasil gelar perkara kita, status penyelidikan kita tinggalkan menjadi penyidikan," kata Helfi.
Setelah kasusnya naik penyidikan, petugas pun segera melakukan sejumlah langkah, mulai memeriksa beberapa produsen, di antaranya PT Padi Indonesia Maju (PIM) dengan merek Sania; PT Food Station (FS) dengan merek Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, dan Sentra Ramos Pulen; serta Toko Sentra Raya (SY) dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
Di samping itu, penggeledahan juga dilakukan di gudang produsen beras PT PIM di Serang, Banten, serta kantor dan gudang di PT FS yang berlokasi di Jakarta Timur. Meski telah naik penyidikan, saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu. Namun Helfi tak menutup kemungkinan bakal menjerat individu ataupun korporasi jika terbukti melakukan pelanggaran.
"Rencana tindak lanjut pemeriksaan saksi-saksi dari pihak korporasi dalam hal ini produsen beras yang memproduksi merek yang tidak sesuai dengan standar mutu. Melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka," tutur Helfi.
"Kemudian, terkait masalah nanti tersangka bisa perorangan dan bisa korporasi. Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan akan menikmati. (Sedangkan) pelakunya pihak-pihak yang ditunjuk melakukan ini," jelasnya.
Pelaku pengoplos beras terancam Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Ancaman hukuman Pasal 62 Undang-Undang perlindungan konsumen yaitu pidana penjara 5 tahun maksimal dan denda maksimal Rp 2 miliar. Untuk ancaman hukuman undang-undang tindak pidana pencucian uang, yaitu pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar," pungkas Helfi.
Sementara Kejagung baru membuka penyelidikan. "Kejaksaan juga melalui tim Satgasus P3TPK pada Gedung Bundar telah memulai melakukan penyelidikan terkait penyimpangan ketidaksesuaian mutu dan harga beras berdasarkan standar nasional Indonesia dan harga eceran tertinggi, yaitu yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna, Kamis (24/7/2025).
Anang mengatakan bahwa dalam tahap penyelidikan ini pihaknya telah memangil 6 saksi dari pihak produsen, yakni PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, PT Belitang Panen Raya, PT Unifood Candi Indonesia, PT Subur Jaya Indotama, serta PT Sentosa Utama Lestari (Javagroup).
Anang mengatakan penyelidikan kasus ini diharapkan dapat mengembalikan proses distribusi beras kepada masyarakat yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Tujuan dari proses hukum yang kita lakukan ini dengan harapan kedepannya dapat mengembalikan proses atau ekosistem distribusi dan penjualan beras dilaksanakan dengan sesuai ketentuan. Jadi untuk itu kita sudah minta lanjutin," jelasnya.
Kini Kejagung akan berkoordinasi dengan Polri untuk memastikan penanganan kasus beras oplosan ini tidak saling berbenturan. (wan)
Topik:
Kejagung Polri Beras Oplosan Pengoplosan Beras Wilmar GroupBerita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
3 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB