Temuan BPK: PLN Rugikan Negara Rp 8,5 T atas Tarif Layanan Premium

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 25 Juli 2025 13:46 WIB
Ilustrasi - Temuan BPK - PT PLN (Foto: Dok MI/Olahan)
Ilustrasi - Temuan BPK - PT PLN (Foto: Dok MI/Olahan)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberkan temuannya terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang merugikan negara triliunan rupiah. Bahwa PLN belum sepenuhnya menerapkan tarif layanan premium sehingga membebani keuangan negara sebesar Rp8,5 triliun. Tak hanya itu saja, PLN kehilangan pendapatan dari pelanggan premium sebesar Rp6,9 triliun.

Temuan itu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi dalam Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2022 pada PT PLN, Anak Perusahaan dan Instrasi Terkait Lainnya Nomor 08/AUDITAMA VII/PDTT/04/2024 Tangal 30 April 2024.

Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa berdasarkan data Aplikasi Pelayanan Pelanggan Terpusat (AP2T) diketahui terdapat pelanggan diberi kode/tagging L pelanggan dengan layanan premium. 

Program layanan premium ini ditetapkan dengan Surat Direksi PLN Komite Direktur Niaga Nomor 005.K/KOMITE-NIAGA/DIR/2014 tanggal 28 Agustus 2014 tentang Matrik Layanan Premium bagi Pelanggan Tegangan Menengah atau Tegangan Tinggi. Spesifikasi utama dari layanan premium ini adalah perbedaan perlakuan saat terjadi /oad curtailment (pelepasan beban) dan ketentuan pemasangan under frequency relay (sistem proteksi ketika pelepasan beban, jika frekuensi sistem dibawah 50 Hz). 

Dari hasil pemeriksaan atas tarif layanan premium diketahui bahwa penerapan tarif layanan premium belum menggunakan tarif dasar Layanan Khusus (L) dan PLN masih memperhitungkan pelanggan tarif layanan premium dalam perhitungan dana kompensasi.

Bahwa penerapan tarif layanan premium belum menggunakan tarif dasar layanan khusus (L) dan PLN masih memperhitungkan pelanggan tarif layanan premium dalam perhitungan dana kompensasi sebesar Rp8.508.199.322.881,52.

"Hal tersebut mengakibatkan dana kompensasi kepada pelanggan premium membebani keuangan negara sebesar Rp8.508.199.322.881,52 dan PLN kehilangan pendapatan dari pelanggan premium tahun 2022 sebesar Rp6.905.475.352.439,77," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Jumat (25/7/2025).

Hal tersebut disebabkan oleh Direktur Retail dan Niaga belum menyusun kajian terkait tarif pelanggan premium yang sesuai dengan keekonomiannya dan menerapkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta mengusulkan untuk tidak disertakan dalam perhitungan dana kompensasi. 

Menyoal itu, Direksi PLN menjelaskan bahwa Layanan premium yang dimaksud pada Keputusan Komite Niaga Nomor 005 Tahun 2014 tanggal 28 Agustus 2014 adalah layanan kepada pelanggan dengan kualitas lebih baik dengan skema B2B. Atas layanan tersebut dikenakan 

harga layanan diatas harga dasar listrik sesuai dengan peruntukkannya. Saat ini, untuk sementara pelaksanaan Keputusan Komite Niaga Nomor 005 Tahun 2014 dihentikan. 

Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di atas layanan standar, PLN sedang menyusun produk Layanan Prioritas dengan basis tarif Layanan Khusus. 

Namun demikian, BPK tetap merekomendasikan Direktur Utama PT PLN agar memerintahkan Direktur Retail dan Niaga untuk segera melakukan kajian komprehensif terkait penerapan tarif premium pada golongan tarif L dan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM atas kebijakan penerapan tarif premium tersebut; dan Kepala SPI untuk memantau penerapan tarif premium pada golongan tarif L sesuai ketentuan yang berlaku.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com soal apakah semua temuan dan rekomendasi BPK itu telah ditindaklanjuti.

Topik:

BPK Temuan BPK PT PLN