Oknum APH Diduga Terseret Korupsi Jalan di Sumut, Pakar Hukum Usakti: Perlu Dinonatifkan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Juli 2025 07:59 WIB
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra (Foto: Dok MI/Aswan)
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - KPK didesak terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi proyek jalan PUPR Sumut dengan menelusuri dan menelisik siapapun pihak yang ikut membantu, terlibat serta yang memberi perintah untuk melakukan perbuatan korupsi guna menemukan konfigurasi subjek hukum antara perbuatan dengan pihak-pihak yang terlibat termasuk menemukan causa proxima (syarat yang paling dekat) terjadinya peristiwa korupsi ini.

Demikian desakan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra begitu disapa Monitorindonesia.com, Jumat (25/7/2025) malam merespons adaya dugaan oknum anggota kepolisian dan kejaksaan ikut bermain dalam proyek korupsi jalan di Sumut .

"Tidak mungkin dilakukan sendirian, pasti ada bentuk interkasi antara perlaku yang berkelompok dimulai dari penentu dalam kebijakan alokasi proyek yang selanjutnya mengamankan kepentingan financial untuk keuntungan bagi kelompok tertentu," kata Azmi menegaskan.

Menurut Azmi, perkara mega proyek korupsi jalan di Sumut pastinya ada pihak menjadi pengendali atau penerima manfaat dan kemana aliran uang yang paling dominan termasuk bisa jadi ada pihak yang backup maupun sarana perantara.

"Ini yang perlu digali agar semua pihak yang terlibat dapat terbuka, dan tidak ada pihak yang jadi tumbal atau korban bamper dalam perkara ini, guna menutupi atau melindungi orang tertentu, termasuk bila memang ada dugaan oknum aparat penegak hukum, aparat penegak hukum itupun harus diperiksa dengan menonaktifkan segera dan jika terbukti terlibat harus diberhentikan," tegas Azmi. 

Kata Azmi, peran oknum penegak hukum ini yang kolusi seperti merusak penegakan hukum dan menggerogoti kepercayaan masyarakat seperti biasanya menjual pengaruh atau bisa menjadi peran perantara untuk melindungi perbuatan korupsi.

Terlebih, hal tersebut bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya karenanya jika telah diperiksa dan terbukti kepada mereka ini dapat dikenakan sebagai pelaku penyertaan dalam pidana. 

"Penyidik KPK harus segera memeriksa, jeli dan berani menemukan pihak- pihak yang tidak terbuka, atas peristiwa maupun pelaku yang sebenarnya. Sebab perbuatan korupsi ini tidak bisa hanya perbuatan dan diputus setingkat Kepala Dinas PUPR sendirian, tapi harus dilihat ke mana arah titik otoritas koordinasi birokrasi kepala dinas yang bersangkutan termasuk dengan siapa atau mendapat perintah dari siapa kepala dinas PUPR Sumut, ini harus terjawab dan diperiksa oleh Penyidik KPK dalam waktu segera guna menemukan fakta dan perkembangan terbaru dalam kasus ini," tandasnya.

Diwartakan sebelumnya, bahwa KPK telah memeriksa seorang anggota Polisi dalam kasus dugaan suap proyek itu di Polda Sumut, bukan di Kantor KPK selayaknya saksi kasus KPK pada umumnya.

“KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap salah satu anggota di Kepolisian, dan sudah dilakukan berjalan dengan baik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).

Pun, KPK tidak membeberkan identitas anggota Polri yang menjalani pemeriksaan itu. KPK hanya menjelaskan si polisi itu menerangkan informasi proyek jalan di Sumut sekaligus para pihak penerima dana perkara ini.

“Secara umum (diperiksa) terkait dengan perkara terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Sumut, tentu bagaimana proses pengadaannya, kemudian aliran uangnya ke pihak mana saja," beber Budi.

KPK memastikan informasi dari anggota Polri tersebut berhubungan dengan proyek yang dikerjakan salah satu tersangka kasus ini. "Itu semuanya ditelusuri,” tegas Budi.

Selain itu, KPK tak menjawab tegas mengenai anggota kepolisian tersebut menerima uang diduga hasil korupsi atau tidak. "Aliran dana secara umum ya karena memang KPK banyak melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait. Kemarin dari kegiatan penggeledahan baik di rumah ataupun di kantor pihak swastanya yaitu tersangka KIR ditemukan catatan-catatan aliran keuangan." 

"Kemudian penggeledahan di Dinas PUPR di kota dan kabupaten juga tim menemukan dokumen-dokumen pengadaan. Tentu itu yang kemudian didalami," tandas Budi.

Klaim tak ada mantan Kapolres saat OTT
Setelah ramai diberitan hingga disoroti publik, KPK sempat meluruskan informasi yang menyebut ada Kapolres ikut terjaring giat operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut).

KPK menyebut bahwa dalam kegiatan tangkap tangan di Sumut, sebanyak tujuh orang diamanakan lalu dibawa ke Jakarta. 

Dari 7 orang itu, KPK mengklaim tak ada mantan Kapolres.

"Bahwa dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, total sejumlah tujuh orang yang diamankan dan dibawa ke Jakarta," kata Juru bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (7/7/2025).

Pada tahap pertama, pihak-pihak yang dibawa ke Jakarta pada Jumat malam (27/6/2025) dan Sabtu dini hari (28/6/2025), yaitu sejumlah enam orang yakni Heliyanto (HEL) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Sumut); Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK; dan M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG).

Lalu, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN); RY, Staf PNS pada Dinas PUPR Provinsi Sumut; dan TAU, Staf KIR (PT DNG).

Kemudian pada tahap kedua, satu orang lainnya, yang dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi (28/6/2025), yaitu Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.

Dari tujuh orang yang diamankan itu, KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu: TOP, HEL, RES, KIR, dan RAY. 

"Sedangkan RY dan TAU statusnya sebagai saksi, yang juga telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik," jelas Budi.

Apa yang terjadi sebelumnya?
Dalam konferensi pers pada Sabtu (28/6/2025), KPK hanya menetapkan 5 orang sebagai tersangka dari 6 orang yang dikabarkan ikut ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (26/6/2025) lalu.

Sementara satu orang lainnya hanya disebut sebagai saksi tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai identitas maupun perannya dalam perkara. 

"Satu orang sebagai saksi," kata Asep dalam konferensi pers itu tanpa membeberkan detail lebih lanjut.

5 orang tersangka itu adalah dua orang berstatus sebagai penyuap, yakni Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.

Sementara tiga lainnya, yakni Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga PPK, Rasuli Efendi Siregar; PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto, sebagai penerima suap.

"Sampai saat ini, KPK telah mengamankan enam orang dan malam ini sedang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo pada Jumat (27/6/2025).

Pada Senin (30/6/2025), Budi sempat menyatakan bahwa OTT tersebut bukanlah pintu terakhir dalam pengusutan kasus dugaan rasuah tersebut. 

“Tentu kegiatan tangkap tangan ini bukan pintu akhir, tetapi ini pintu awal untuk kemudian KPK akan mendalami dan menelusuri proyek-proyek pengadaan lainnya,” kata Budi.

KPK akan periksa mantan Kapolres
KPK akan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi itu, termasuk mantan Kapolres di Sumut yang disebut-sebut sebagai saksi misterius.

"Semua pihak yg diduga terlibat akan kami minta keterangan, di tunggu ya," kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada Monitorindonesia.com, Jumat (4/6/2025).

KPK diminta transparan
Fungsionaris PDI Perjuangan Sumatera Utara (Sumut), Sutrisno Pangaribuan meminta KPK agar membuka identitas satu orang yang turut diamankan dalam OTT di Sumut, namun tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Menurutnya, publik berhak mengetahui siapa sosok yang hanya disebut sebagai saksi oleh KPK, terutama karena beredar kabar bahwa orang tersebut merupakan mantan Kapolres di wilayah Sumut.

"Beredar informasi bahwa orang yang dijadikan saksi tersebut diduga salah satu mantan Kapolres di Sumut," kata Sutrisno di Medan pada Minggu (29/6/2025).

Pun, dia menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus dugaan suap proyek jalan yang menjerat Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. 

Dia menegaskan, jangan sampai ada pihak yang dilindungi dalam proses hukum.

"Jangan ada yang dilindungi. Kalau memang terlibat atau diduga menerima aliran dana, sampaikan saja ke publik," demikian mantan anggota DPRD Sumut periode 2014–2019 itu.

Topik:

KPK