BPK: Kerja Sama Pembangunan KMB antara PTPN II dengan Perum Perumnas Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Juli 2025 14:27 WIB
PTPN II (Foto: Istimewa)
PTPN II (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap kerja sama pembangunan Kota Mandiri Bekala (KMB) antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) belum dilakukan sesuai ketentuan. 

Hal itu berdasarkan hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Dalam rangka mewujudkan kerja sama pengembangan Kota Mandiri Bekala (KMB), PTPN II dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) mengadakan perjanjian dengan membentuk dua perusahaan patungan yaitu pendirian PT Nusa Dua Bekala (NDB) sebagai perusahan patungan asset, dan PT Propernas Nusa Dua (PND) sebagai perusahaan patungan property. 

Pembentukan PT NDB dan PT PND telah mendapatakan persetujuan dari Menteri BUMN melalui surat nomor S728/MBU/2012 tanggal 18 Desember 2012 perihal Persetujuan Pendirian Perusahaan Patungan PTPN II dengan Perum Perumnas. 

Tujuan kerja sama optimalisasi aset milik PTPN II dengan Perum Perumnas pada lahan eks kebun Bekala adalah untuk melunasi kewajiban PTPN II terhadap karyawan PTPN II yang telah pensiun maupun yang akan pensiun berupa Santunan Hari Tua (SHT), sehingga PTPN II dapat memberikan alternatif kompensasi SHT tersebut kepada karyawan dalam bentuk rumah siap huni, disamping itu produktivitas kelapa sawit pada lahan eks kebun bekala sudah tidak optimal. 

Pendirian dua perusahaan patungan telah didukung dengan Feasibility Study (FS) yang dibuat oleh BS pada Oktober 2012. 

Dalam laporan FS dari total lahan seluas 854 Ha, terbagi atas lahan perumahan seluas 405 Ha, lahan komersil 200 Ha dan areal fasilitas sosial dan umum (fasosum) dan lahan terbuka seluas 249 Ha. 

Selain itu, FS menyatakan bahwa seluruh biaya investasi direncanakan senilai Rp2,4 Triliun dan untuk penjualan rumah serta kawasan komersial adalah senilai Rp2,8 Triliun. 

Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa untuk Perusahaan Patungan Aset diperoleh IRR senilai 145,53% dengan NPV senilai Rp258 miliar. 

Sedangkan untuk Perusahaan Patungan Properti diperoleh IRR senilai 35,85% dan NPV senilai Rp155 Miliar. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa PTPN II akan memperoleh IRR Equity senilai 35.62% dengan NPV senilai Rp210 Miliar, yang diperoleh dari proyeksi pendapatan perusahaan patungan aset dan perusahaan patungan properti. 

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan atas kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek KMB, BPK menemukan penyertaan modal pada PT Nusa Dua Bekala (NDB) belum sesuai anggaran dasar dan UU Perseroan Terbatas. 

Lalu, Perjanjian Kerja sama Usaha (PKU) Bertentangan dengan Perjanjian Kerja sama Operasi (KSO) pembangunan KMB dan pelaksanaannya tidak sesuai ketentuan dan perhitungan bagi hasil penjualan tanah matang senilai Rp356.306.836,00 tidak diperhitungkan sebagai bagian pendapatan kepada PT NDB.

"Permasalahan tersebut mengakibatan kerja sama pembangunan KDM berpotensi tidak sesuai PKU dan KSO serta nilai penyertaan tidak sesuai dengan anggaran dasar; perbedaan pengaturan mengenai kewenangan untuk melakukan penjaminan dalam rangka pembiayaan yang di atur dalam PKU dan KSO berpotensi menimbulkan permasalahan hukum; dan kekurangan penerimaan senilai Rp356.306.836,35 dari penjualan KLT Matang," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (29/7/2025).

Kondisi tersebut di atas disebabkan Direksi PTPN II tidak cermat dalam menyusun Perjanjian KSO antara PT NDB dengan PT PND sesuai PKU antara PTPN II dan Perumnas; dan belum mengalihkan lahan kerja sama seluas 608,85 Ha (854,26 Ha - 245,41 Ha) sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng sesuai ketentuan yang berlaku. 

Lalu, Direksi PT NDB tidak cermat dalam menyusun Perjanjian Kerja sama Operasi (KSO) dengan PT PND sesuai Perjanjian Kerja sama Usaha (PKU) antara PTPN II dan Perumnas; dan tidak melakukan pengawasan yang memadai atas lahan yang diagunkan PT PND terkait pembiayaan pembangunan perumahan KMB. 

Kemudian, Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode Tahun 2019 kurang cermat dalam mengajukan penghapusbukuan dan pemindahtanganan aktiva tetap eks HGU kebun bekala; dan Kepala Bagian Hukum yang kurang cermat dalam menjalankan pengamanan aset atas lahan yang telah menjadi HGB. 

Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK

Sementara BPK merekomendasikan Direktur PTPN I agar melakukan penilaian terhadap penyertaan lahan inbreng seluas 245 Ha dan 609 Ha. 

Lalu, berkoordinasi dengan pemegang saham PTPN I dan Perumnas untuk merevisi KSO PT NDB dan PT PND terkait penjaminan lahan dan pemenuhan inbreng lahan. 

Tak hanya itu, BPK merekomendasikan kepada Direktur PTPN I agar meminta Direktur PT NDB agar menagih kekurangan penerimaan kepada PT PND senilai Rp356.306.836,35 dan menyetorkan ke kas PT NDB.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].

Topik:

PTPN II Temuan BPK BPK PTPN PTPNBUMN BUMNPTPN PTPN I