PTPN VIII Kekurangan Penerimaan atas Kompensasi Fix Sharing Rp 19 Miliar


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII belum melakukan penilaian atas kemampuan keuangan mitra KSU/KSS, belum menerima kompensasi fix sharing senilai Rp19.088.716.231,04.
Kemudian belum mengenakan denda keterlambatan pembayaran kepada mitra KSU/KSS senilai Rp353.121.193,71 dan belum menagih dan memperhitungkan revenue sharing ke mitra KSU.
Temuan itu berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi Tahun 2021 sampai dengan Semester I Tahun 2023 pada PTPN VIII Nomor 25/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.
BPK menjelaskan bahwa pemanfaatan aset tetap dengan skema business to business (B to B) merupakan bentuk kerja sama antara PTPN VIII dengan mitra untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset tetap.
Salah satu bentuk kerja sama dengan skema B to B adalah Kerja Sama Usaha (KSU) dan Kerja Sama Sewa (KSS). KSU adalah kerja sama antara PTPN VIII dengan mitra untuk mengoptimalkan manfaat dari aset tetap dalam jangka waktu tertentu dengan prinsip bagi hasil yang menguntungkan, dan PTPN VIII tidak ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan.
Sedangkan KSS adalah kerja sama antara PTPN VIII dengan mitra untuk mengoptimalkan manfaat aset tetap dalam jangka waktu tertentu dan PTPN VIII memperoleh kompensasi berupa uang.
Jumlah mitra KSU/KSS PTPN VIII tahun 2021-2023 yang perjanjian kerja samanya masih belum berakhir sebanyak 135 mitra dengan total luas 23.642.850m2 dengan jangka waktu perjanjian antara 5-10 tahun dan total keseluruhan kompensasi sampai dengan kontrak perjanjian berakhir senilai Rp 11.684.294.752.00.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen perjanjian yang masih berjalan atas enam mitra KSU dan dua mitra KSS serta perjanjian KSU/KSS yang dilakukan pemutusan atau berakhir masa perjanjiannya ditemukan bahwa PTPN VIII belum melakukan penilaian atas kemampuan keuangan mitra KSU/KSS, Mitra KSU/KSS belum melakukan pembayaran kompensasi fix sharing senilai Rp19.088.716.231,04, Mitra KSU/KSS belum dikenakan denda keterlambatan bayar senilai Rp353.121.193,71, serta PTPN VIII belum menagih dan memperhitungkan revenue sharing ke mitra KSU.
BPK merincikan, bahwa PTPN VIII belum melakukan penilaian kemampuan keuangan Mitra KSU/KSS; Mitra KSU/KSS belum melakukan pembayaran kompensasi fix sharing senilai Rp8.196.172.393,21, belum dikenakan denda keterlambatan bayar senilai Rp353.121.193,71, dan PTPN VIII belum menagih serta memperhitungkan revenue Sharing ke mitra KSU.
Dan mitra KSU/KSS belum membayar kompensasi senilai Rp10.892.543.837,83 atas perjanjian yang telah dilakukan pemutusan atau perjanjian telah berakhir
"Kondisi tersebut mengakibatkan PTPN VIII kekurangan penerimaan atas kompensasi fix sharing atas perjanjian KSU/KSS senilai Rp19.088.716.231,04 (Rp8.196.172.393,21 + Rp10.892.543.837,83) dan belum menerima denda keterlambatan bayar yang belum dikenakan senilai Rp353.121.193,71," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (29/7/2025).
"Dan PTPN VIII berpotensi kehilangan penerimaan atas revenue sharing tahun 2021 sampai dengan 2023 dari Mitra KSU yang tidak menyerahkan laporan keuangan audited KSU," lanjut BPK.
Menurut BPK, kondisi tersebut disebabkan oleh Direksi dan SEVP Manajemen Aset PTPN VIII lalai melakukan monitoring dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan perjanjian KSU/ KSS tahun 2021 s.d. 2023;
Kepala Bagian Optimalisasi Aset PTPN VIII lalai melakukan penilaian atas kemampuan keuangan calon mitra KSU/KSS tahun 2021 s.d. 2023; dan Kepala Bagian Pengembangan dan Administrasi Aset PTPN VIII lalai melakukan penagihan atas kompensasi fix sharing dan revenue sharing kepada Mitra KSU/KSS tahun 2021 s.d. 2023.
Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional If PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK.
Sementara BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PTPN I untuk memantau pelaksanaan pemeriksaan investigatif/khusus atas pemilihan mitra dan perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan PTPN VIII (PTPN I Regional II) periode tahun 2021 s.d. 2023 yang dilaksanakan oleh SPI PTPN I.
BPK juga merekomendasikan kepada Direksi PT PTPN I agar menginformasikan kepada Direksi PTPN III (Persero) terkait pelaksanaan pemanfaatan lahan PTPN VIII (PTPN I Regional II) melalui mekanisme perjanjian KSU dan KSS dengan mitra yang belum menyelesaikan kewajiban kompensasi fix sharing atas perjanjian KSU/KSS senilai Rp!19.088.716.23 1,04 dan belum dikenakan denda keterlambatan bayar senilai Rp353.121.193,71;
Menginstruksikan Kepala Divisi SPI PTPN I melakukan pemeriksaan investigatif/khusus atas pemilihan mitra dan perjanjian pemanfaatan lahan PTPN VIII (PTPN I Regional II) melalui mekanisme KSU dan KSS periode tahun 2021 s.d. 2023 dan menyampaikan hasil pemeriksaan investigatif kepada BPK;
Berkoordinasi dengan Direksi PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi dan SEVP Manajemen Aset PTPN VIII periode 2021 s.d. 2023 yang lalai melakukan monitoring dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan perjanjian KSU/KSS tahun 2021 s.d. 2023;
Menginstruksikan Region Head Regional I] PTPN I untuk memerintahkan SEVP Aset serta Kepala Bagian Manajemen Aset dan Pemasaran Regional II PTPN I melakukan penagihan kewajiban kompensasi fix sharing atas perjanjian KSU/KSS senilai Rp19.088.716.231,04 dan Denda keterlambatan bayar yang belum dikenakan senilai Rp353.121.193,71; dan Perhitungan revenue sharing tahun 2021 s.d. 2023 serta penagihan kepada Mitra KSU yang belum menyerahkan laporan keuangan audited KSU.
Kemudian memberikan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada pejabat PTPN VIII periode 2021 sampai dengan 2023 berikut:
a) Kepala Bagian Optimalisasi Aset yang lalai melakukan penilaian atas kemampuan keuangan calon mitra KSU/KSS tahun 2021 s.d. 2023; dan
b) Kepala Bagian Pengembangan dan Administrasi Aset yang lalai melakukan penagihan atas kompensasi fix sharing dan revenue sharing kepada Mitra KSU/KSS tahun 2021 s.d. 2023.
Topik:
BPK PTPN VIIIBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
16 jam yang lalu

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB