BPK Ungkap Kerugian PTPN II atas Kerja Sama PLN dan PPI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Agustus 2025 14:15 WIB
PTPN II (Foto: Istimewa)
PTPN II (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kerja sama penjualan listrik kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dan pengoperasian dan pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) belum memberikan keuntungan yang optimal bagi PTPN II.

Temuan itu tertuang dalam Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Dalam rangka pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) berbasis limbah cair kelapa sawit / Palm Oj] Mill Effluent (POME). 

Pembangunan PLTBg ini merupakan salah satu bentuk pemanfaatan potensi limbah pertanian dan dapat menjadi solusi bagi daerah yang belum mendapat akses listrik PT PLN (Persero). 

PLTBg berbasis limbah cair sawit ini memiliki kelebihan antara lain ramah lingkungan dan relatif murah dibandingkan dengan teknologi listrik berbasis BBM (genset diesel atau PLTD). 

Pada tahun 2013 dan 2014 Ditjen EBTKE telah melakukan pembangunan pilot project  PLTBg POME yang on grid ke jaringan PT PLN (Persero) dengan memanfaatkan lahan dan limbah sawit PTPN II di PKS Pagar Merbau dan Kwala Sawit. Ditjen EBTKE melakukan perjanjian kerja sama pembangunan PLTBg dengan PTPN II dengan rincian sebagai berikut: 

a. Perjanjian Kerja Sama Nomor 06/05/DJE/2014 dan 20/MoU/01/VIII/2014 tanggal 21 Agustus 2014 tentang Kerja Sama Pembangunan PLTBg Berbasis Limbah Cair Kelapa Sawit di PKS Kwala Sawit; dan 

b. Perjanjian Kerja Sama Nomor 07/05/DJE/2014 dan 20/MoU/02/VIII/2014 tanggal 5 September 2014 tentang Kerja Sama Pembangunan PLTBg Berbasis Limbah Cair Kelapa Sawit di PKS Pagar Merbau. 

Direktur PTPN II kemudian menyampaikan surat kepada Ditjen EBTKE Nomor 20/X/659/X/2015 tanggal 29 Oktober 2015 perihal Permohonan Penetapan Pengelola Energi Biogas untuk Pembangkit Listrik di wilayah PKS Kwala Sawit dan Pagar Merbau. 

Ditjen EBTKE melakukan penetapan PTPN II sebagai pengelola energi biogas melalui surat Ditjen EBTKE Nomor 12/20/DJE/2016 tanggal 27 Mei 2016 tentang Penetapan Pengelola Energi Biogas untuk PLTBg Kwala Sawit 1 Mw serta Nomor 11/20/DJE/2016 tanggal 27 Mei 2016 tentang Penetapan Pengelola Energi Biogas untuk PLTBg Pagar Merbau 827 kW. 

Selanjutnya Ditjen EBTKE melakukan serah terima pengoperasian PLTBg tersebut ke PTPN II melalui Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO) Barang Milik Negara (BMN) Nomor 17.BA/04/DEB.01/2016 dan 20/6a/01/VII/2016 tanggal 20 Juli 2016 untuk PKS Kwala Sawit dan BASTO BMN Nomor 56.BASTO/92.02/SDE/2018 dan 20/BA/03/IV/2018 tanggal 24 April 2018 untuk PKS Pagar Merbau. 

BASTO tersebut juga mengatur beberapa hal terkait serah terima PLTBg antara lain: 

a. PTPN II bertanggung jawab penuh atas pengoperasian, pengaturan, penyimpanan, penggunaan, pengelolaan, sedangkan pengawasan merupakan wewenang Ditjen EBTKE; 

b. Dalam melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg, PTPN II dapat bekerja sama dengan pihak lain; dan 

c. Proses Serah Terima Sementara BMN dilakukan oleh Ditjen EBTKE sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah dan selanjutnya akan dibuat BAST Aset BMN melalui Penyertaan Modal Pemerintah Pusat. 

Pada tanggal 24 April 2018 dilakukan addendum atas kedua BASTO tersebut yang menambah ketentuan bahwa sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal kepada PTPN II maka segala biaya dan pendapatan yang timbul dalam pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg tersebut akan menjadi beban dan pendapatan PTPN II. 

Dalam melakukan penjualan listrik, pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg, PTPN II kemudian melakukan kerja sama dengan PT PLN (Persero) dan PPI dengan uraian sebagai berikut: 

a. Kerja sama Penjualan Listrik dengan PT PLN (Persero) 

Adapun alur proses kerja sama penjualan listrik PLTBg kepada PT PLN (Persero) adalah sebagai berikut: 

1) PT PLN (Persero) melakukan Kajian Kelayakan Proyek PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau pada tahun 2016 dengan hasil kajian bahwa PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau layak secara operasional. 

2) Surat Menteri ESDM Nomor 5827/23/MEM.!/2017 tanggal 28 Juli 2017 perihal Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik Pembangkit EBT Skala Kecil (PLTM, PLTBm, dan PLTBg Kapasitas < 10 MW). 

3) PTPN II melakukan kerja sama penjualan listrik PLTBg kepada PT PLN (Persero) melalui Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) tanggal 02 Agustus 2017 yaitu PLTBg Kwala Sawit 1 x 1 Mw _ Nomor 20/SPK/63/VIII/2017 dan 005.PJ/DAN.02.04/WSU/2017 serta PLTBg Pagar Merbau 1 x 0,827 Mw Nomor = 20/SPK/62/VIII/2017 dan 004.PJ/DAN.02.04/WSU/2017. 

4) Pada tanggal 11 Desember 2019 dilakukan addendum perjanjian jual beli listrik yang mengubah beberapa ketentuan dalam perjanjian antara lain jadwal tahapan proyek yaitu jadwal commissioning unit pertama (T2) dan tanggal operasi komersial yang disyaratkan (T3) dari tanggal 31 Juli 2019 menjadi tanggal 31 Desember 2019. 

b. Kerja Sama Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTBg dengan PPI 

PTPN II melakukan penawaran kerja sama pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg kepada PPI melalui surat Direktur Nomor 20/X/685/IX/2018 tanggal 24 September 2018 perihal Penawaran Kerja Sama Operasional dan Maintenance PLTBg PTPN II. Kemudian PTPN II melakukan Nota Kesepahaman dengan PPI Nomor 20/MOU/II/X1/2018 dan Nomor SP-030/PP110000/2018-SO tanggal 9 November 2018 tentang Rencana Kerja Sama Pengoperasian dan Pemeliharaan Aset PLTBg PTPN II dengan kesepakatan untuk melakukan beberapa kajian hukum, kelayakan teknis, ekonomi dan bisnis yang akan dilakukan oleh Tim Kerja yang dibentuk PTPN II dan PPI. 

Pada tahun 2019, PTPN II melakukan kajian atas pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg yang dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. 

PTPN II kemudian melakukan perjanjian kerja sama pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg dengan PPI pada tanggal 8 Agustus 2019 yaitu Perjanjian Pengoperasian dan Perawatan PLTBg Kwala Sawit Nomor 20/SPKB/09/VIII/2019 dan Nomor P-023/PPI10000/2019-SO 9 dan Perjanjian Pengoperasian dan Perawatan PLTBg Pagar Merbau Nomor 20/SPKB/08/VIII/2019 dan Nomor P024/PPI10000/2019-SO. Perjanjian tersebut mengatur beberapa hal yaitu: 

1) Objek perjanjian adalah mengoperasikan dan merawat PLTBg Pagar Merbau dan Kwala Sawit;

2) Jangka waktu perjanjian adalah 5 tahun sejak ditandatanganinya perjanjian yaitu s.d. tanggal 7 Agustus 2024; 

3) Kewajiban PTPN II antara lain adalah menyediakan bahan baku POME setara dengan TBS diolah senilai 140.000 ton per tahun; 

4) Kewajiban PPI antara lain adalah mengoperasikan dan merawat PLTBg serta melakukan transfer knowledge ke PTPN II; 

5) Kapasitas produksi listrik adalah 4.777.713 kWh/tahun; 

6) Komponen biaya terdiri dari: 

(a) Biaya pra operasi yang terdiri dari biaya kajian kelayakan dan tata kelola 

PLTBg, biaya revitalisasi alat, dan biaya lainnya yang dikeluarkan PTPN II sebelum perjanjian ini ditandatangani untuk dibebankan oleh para pihak; 

(b) Biaya tetap operasi yang terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya operasional bulanan, material habis pakai, dan biaya lain-lain; dan 

(c) Biaya variabel operasi yang terdiri dari biaya perawatan mesin gas, perawatan periodik dan tidak terjadwal, dan biaya variabel lainnya. 

7) Biaya tetap dan variabel bersifat at cost sesuai dengan pengeluaran PPI setiap bulan dan dalam pengajuannya berupa penggantian kepada pihak pertama; dan 

8) Production bonus adalah pembayaran atas selisih hasil produksi listrik tahunan dengan kapasitas kontrak tahunan (4.777.713 kWh/tahun) yang akan dihitung sesuai kinerja produksinya selama 12 bulan dan dibayarkan setiap akhir tahun anggaran. 

Hasil pengujian atas pelaksanaan kerja sama penjualan listrik dengan PT PLN (Persero) serta kerja sama pengoperasian dan pemeliharaan PLTBg dengan PPI menunjukkan bahwa pelaksanaan kerja sama belum memadai dengan uraian sebagai berikut: 

a. Penjualan Listrik PLTBg ke PT PLN (Persero) Belum Mencapai Jumlah Proyeksi Pendapatan Sesuai Kajian 

b. Produksi Listrik PLTBg Tidak Mencapai Rencana Produksi Sehingga PTPN II Dikenakan Penalti Senilai Rp768.042.307,00 

c. Biaya General Overhead Senilai Rp3.020.000.000,00 atas Kerja Sama Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTBg dengan PPI Membebani Perusahaan 


"Hal tersebut mengakibatkan penalti akibat kekurangan produksi listrik oleh PTPN II senilai Rp768.042.307,00 membebani PTPN II," petik laporan BPK sebagaiamana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (5/8/2025).

PTPN II juga tidak memperoleh pendapatan yang optimal karena adanya komponen biaya General Overhead yang mengurangi pendapatan bersih dalam kerja sama pengoperasian dan pemeliharaan dengan PPI; dan  PTPN II berpotensi untuk ketergantungan dengan pihak lain dalam mengoperasikan dan memelihara PLTBg. 

Hal tersebut disebabkan oleh Direktur PTPN II belum optimal dalam melakukan pengawasan dan penyusunan klausul kerja sama penjualan listrik dengan PT PLN (Persero) dan kerja sama pengoperasian PLTBg dengan PPI; dan Kabag Teknik Pengolahan PTPN II belum melaksanakan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kerja sama penjualan listrik dengan PT PLN (Persero) dan kerja sama pengoperasian PLTBg dengan PPI. 

Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I sependapat dengan sebagian temuan BPK. Adapun hal yang belum sependapat terkait dengan pengenaan denda dan diskon tarif excess power, karena denda atau diskon tarif selalu dikenakan setiap bulannya sesuai realisasi produksi. Pengenaan denda belum tentu relevan dengan pernyataan kinerja produksi listrik yang belum optimal. 

Namun BPK RI tidak sependapat dengan tanggapan Region Head Regional 1 PTPN I karena salah satu acuan kelayakan dan keberhasilan proyek PLTBg dari kesesuaian antara realisasi dengan kajian yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Pentingnya penetapan target produksi sehingga PTPN II tidak seharusnya dikenakan pinalti ketidaktercapaian produksi listrik. 

Untuk itu, BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian ESDM untuk meninjau ulang bentuk kerja sama PLTBg dan mendiskusikan dan merevisi klausul kerja sama dengan PT PLN, PT PPI dan PT EFK sehingga menguntungkan PTPN I Regional 1.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].

Topik:

BPK PTPN PTN II PT PPI PLN Temuan BPK