Kerap Mangkir dari Panggilan KPK, Pakar Hukum Sebut Syamsudin Berpotensi Tersangka!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Agustus 2025 22:32 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Auditor Utama Keuangan Negara (AKN) IV pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Syamsudin telah mangkir dari pemanggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Senin (4/8/2025) lalu. 

Syamsudin juga sempat masuk daftar saksi pada Rabu (30/10/2024) dan Kamis (24/4/2025). Usai mangkir, KPK dikabarkan akan menjadwalkan kembali pemanggilan/pemeriksaan terhadap Syamsudin. 

“Informasi yang kami peroleh yang bersangkutan tidak hadir. Tentu (pemanggilannya, red) terkait dengan perkara tersebut ya, TPPUnya (Syahrul Yasin Limpo, red),” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (5/8/2025).

Sementara informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (6/8/2025) malam, bahwa Syamsudin diprediksi akan mangkir lagi atau mencueki panggilan tersebut. Bahkan, dia diduga mendapat perlindungan dari BPK RI itu sendiri. "Syamsudin besok ngak akan hadir lagi. Dia dapat perlindungan dari Ketua BPK," kata sumber Monitorindonesia.com.

Menyoal kabar tersebut, Monitorindonesia.com berupaya mengonfirmasi kepada Ketua BPK RI, Isma Yatun. Namun belum memberikan respons. Pun, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo belum juga menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu malam.

Menyoal sikap mangkirnya Syamsudin ini mebetok perhatian pakar hukum pidana dari Universitas Borobodur (Unbor) Hudi Yusuf. Begitu dia disapa Monitorindonesia.com pada Rabu (6/8/2025) malam menegaskan bahwa saksi yang kerap mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa dapat berpotensi sebagai tersangka. 

Bahkan berpotensi dipanggil paksa KPK. Hal ini sesuai dengan Pasal 19 Ayat 2 KUHAP, dimana berisi penangkapan dapat dilakukan jika tersangka mangkir dari panggilan resmi dua kali berturut-turut tanpa alasan jelas. Soal potensi pemanggilan paksa ini, Dirdik KPK Asep Guntur Rahayu belum berkomentar.

"Saksi mangkir faktor utama khawatir berubah status menjadi tersangka atau yang bersangkutan kurang mengerti hukum sehingga dapat mudah dipengaruhi oleh seseorang yang memiliki kepentingan terkait perkara agar kesaksiannya tidak memberatkan yang bersangkutan," jelas Hudi.

Hudi Yusuf
Hudi Yusuf (Foto: Dok MI/Aswan)

Namun, ungkap Hudi, KPK memiliki hukum acara yang jelas, bahwa apabila saksi telah dipanggil secara patut tetapi tidak hadir-hadir, seyogyanya KPK tegas terhadap yang demikian tidak khawatir ada intervensi dan bekerja secara profesional rasional dalam menegakan hukum acara yang berlaku," katanya.

Hudi lantas menyinggung pihak-pihak diduga melindungi Syamsudin di kasus tersebut. Jika terbukti demikian, tegas Hudi, maka dapat dijerat dengan pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ). 

Pasal perintangan penyidikan KPK yang dimaksud adalah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Pasal ini mengatur tentang pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi. 

"Apabila terbukti melindungi anak buah adalah obstruction of justice dan anak buahnya juga termasuk melakukan pelanggaran yang sama terhadap seseorang atau beberapa orang yang dilindungi," demikian Hudi.

Penting diketahui bahwa pemeriksaan terhadap auditor BPK dilaksanakan setelah keterlibatan pihak BPK dalam perkara SYL muncul dalam sidang dugaan pemerasan terhadap pejabat di Kementerian Pertanian.

Bahwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta terungkap ada dugaan permintaan uang sebesar Rp 12 miliar dari oknum auditor BPK agar Kementan memperoleh opini WTP, yang sebagian sudah dipenuhi.

Kasus dugaan pencucian uang Syahrul Yasin Limpo (SYL) merupakan pengembangan dari perkara korupsi periode 2020–2023. Dalam perkara tersebut, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Syahrul.

Putusan kasasi Nomor 1081 K/PID.SUS/2025 itu memperkuat vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan dalam tingkat banding. Meski menolak kasasi, majelis hakim memperbaiki hukuman soal uang pengganti.

Mantan politikus Nasdem itu diwajibkan membayar uang pengganti Rp 44,2 miliar ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan uang yang disita.

Topik:

KPK BPK Auditor BPK Syamsudin Ketua BPK Isma Yatun Syahrul Yasin Limpo TPPU SYL Kementan Korupsi Kementan