Tersangka Korupsi Kuota Haji dari Pejabat Kemenag-Agen Travel

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Agustus 2025 21:27 WIB
Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (Foto: Dok MI/Istimewa)
Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi orang-orang yang bakal menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kuota haji 2024 yang merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.

Mereka adalah yang dintungkan dari pengadaan haji khusus yang sedianya merupakan kuota haji reguler. "Orang-orang yang mendapat aliran dana, aliran dana baik itu dalam konteks karena pembagian kuota," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Senin (11/8/2025).

"Misalkan dari pihak pemerintah, oknum pihak pemerintah atau Kementerian Agama yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan, kemudian mendapatkan sejumlah uang."

"Nah itu akan menjadi obyek, untuk kami minta pertanggungjawaban. Kemudian juga tentunya perusahaan-perusahaan ya, perusahaan travel di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut," tambah Asep.

Adapun kasus dugaan korupsi kuota haji itu muncul setelah pemerintah Indonesia yang diwakili Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi. Dalam pertemuan itu, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu.

Jika mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji ditetapkan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Pemberian kuota haji tambahan itu sedianya untuk mengurangi masa tunggu ibadah haji selama 15 tahun. "Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler karena alasannya minta itu. Bukan alasan untuk meminta untuk tambahan kuota haji khusus," beber Asep.

Dalam mengusut dugaan korupsi kuota haji, KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Penerapan hukum itu mengatur soal perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

"Kemudian, nanti siapa yang diuntungkan gitu ya dengan pasal ini, yang diuntungkan adalah tadi, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi," kata Asep.

Meski demikian, KPK belum mengungkap secara rinci pihak-pihak yang menyandang status tersangka dalam kasus ini. Termasuk potensi kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.

KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung secara pasti nilai kerugian keuangan negara dari kasus tersebut.

"Pembagiannya ke mana saja gitu, ke travel mana saja, atau asosiasi travel mana saja. Nah dari sana hasil kami komunikasi dan koordinasi dengan pihak BPK, itulah yang akan kita kejar," ungkap Asep.

KPK meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan setelah memeriksa mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, pada Kamis (7/8/2025) lalu. KPK juga memastikan akan kembali memanggil mantan Ketua GP Ansor itu untuk diminta keterangannya dalam proses penyidikan.

"Kita juga akan jadwalkan untuk pemanggilan terhadap beberapa pihak, termasuk saudara YCQ. Karena kalau panggilan yang kemarin, hari Kamis, itu masih dalam proses penyelidikan," tandas Asep.

Topik:

KPK Kemenag Korupsi Kuota Haji