Unsur Pidana Masuk! KPK Diminta Tak Setop Usut Keterlibatan Bupati Pati di Korupsi DJKA

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Agustus 2025 17:18 WIB
Azmi Syahputra Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti (Foto: Dok MI)
Azmi Syahputra Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mengembalikan uang diduga hasil korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan tidak menghapus unsur pidananya.

"Pengembalian kerugian negara oleh Bupati Pati Sudwo dalam perkara fee pembebasan lahan kereta api memang dapat dipandang sebagai sikap kooperatif," kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Azmi Syahputra kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (16/8/2025).

"Namun, secara hukum pengembalian kerugian negara tidak serta merta menghapus tindak pidana korupsi," sambung Azmi.

Jika perkara dihentikan hanya karena uang dikembalikan, tegas Azmi, maka akan lahir preseden berbahaya.

"Dimana seolah-olah sekalipun melakukan perbuatan korupsi dapat ditebus dengan transaksi finansial semata. Hal ini justru melemahkan integritas penegakan hukum," jelas Azmi 

Secara yuridis, lanjut Azmi, korupsi merupakan delik formil, yang dimaknai sebagai perbuatan tercela dan tetaplah tindak pidana meski uang telah dikembalikan.

"Korupsi bukan hanya mengambil uang negara, tapi juga melanggar keadilan distributif (merampas hak rakyat), jadi ditegaskan kembali secara hukm sekalipun pelaku Mengembalikan uang tidak serta-merta mengembalikan keadilan substantif," beber Azmi.

KPK sebagai garda depan pemberantasan korupsi memiliki mandat konstitusional dan kewajiban yuridis untuk menuntaskan perkara sampai ranah peradilan. 

Mengacu Pasal 4 UU Tipikor menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana, melainkan hanya menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. 

Dari perspektif filsafat hukum, kepastian hukum dan keadilan substantif harus berjalan beriringan, bukan digantikan dengan solusi pragmatis yang berpotensi melemahkan moral publik.

Maka dari itu Azmi meminta KPK tidak menyetop pengusutan dugaan keterlibatan Bupati Pati Sudewo di kasus tersebut.

"Jika kasus korupsi dibiarkan berhenti hanya karena pengembalian uang, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan, hukum kehilangan daya wibawa," tegas Azmi. 

Oleh sebab itu, ungkapnya, proses hukum dalam kasus korupsi dalam perkara ini harus dilanjutkan hingga tuntas diuji di peradilan sebagai bukti bahwa penegakan hukum di Indonesia masih menjunjung persamaan hukum, kepastian hukum, keadilan, dan penegakan hukum berintegritas.

"KPK diharapkan terus mengembangkan kasus tersebut tanpa memandang bulu dan jauh dari intervensi pihak-pihak berkepentingan," tandas Azmi.

KPK sebelumnya mengatakan Bupati Pati Sudewo telah mengembalikan uang diduga hasil korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. 

Namun, KPK menyatakan hal itu tidak menghapus unsur pidananya.

“Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Asep menyampaikan pernyataan tersebut merujuk Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut berbunyi: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.”

Pun Asep meminta semua pihak untuk menunggu, terutama soal pemanggilan mantan anggota DPR RI tersebut oleh KPK. 

“Kemudian kapan dipanggil? Ya ditunggu saja ya,” tegasnya.

Adapun kasus tersebut dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, 9 November 2023.

Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. 

Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

Namun, Sudewo membantah hal tersebut. Dia membantah menerima uang sebanyak Rp 720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp 500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat.

Sementara itu, KPK pada 12 Agustus 2025, menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

Perkara tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. 

Saat ini BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

Hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. 

KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Topik:

KPK Korupsi DJKA Bupati Pati Sudewo