Hanya di OTT Noel KPK Gunakan Pasal Pemerasan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Agustus 2025 22:00 WIB
KPK menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus pemerasa pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Foto: Dok MI/Ist
KPK menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus pemerasa pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Foto: Dok MI/Ist

Jakarta, MI - Baru kali ini, dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menggunakan pasal penyuapan, yaitu Pasal 12 huruf a atau b UU Pemberantasan Tipikor dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. 

Namun KPK mengenakan pasal pemerasan terhadap para tersangka. Mengapa?

Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, memang ada ekspose yang cukup panjang untuk menentukan pasal mana yang disangkakan kepada para tersangka.  Kemudian penyidik dan pimpinan sepakat jika pasal yang dikenakan adalah Pasal 12 huruf e UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Namun demikian, ini memastikan bahwa sudah sekian lama yang tidak pernah ada ya untuk OTT dengan menggunakan pemerasan, biasanya suap. Tapi ini merupakan terobosan yang menurut saya justru akan bisa memberikan keberanian kepada masyarakat," ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/8/2025) malam.

Jika ada masyarakat yang mengalami pemerasan atau dipaksa dalam proses pelayanan publik, kata dia, maka hal itu bisa dilaporkan KPK. Termasuk jika ada pejabat negara yang memiliki kewenangan, kekuasaan tetapi menyalahgunakannya, maka bisa melaporkan pada KPK maupun penegak hukum lain.

Sementara Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengakui KPK jarang menggunakan pasal pemerasan pada perkara korupsi yang bermula dari tangkap tangan. 

Biasanya pasal yang digunakan adalah pasal suap, di mana pemberi dan penerima sama-sama diproses hukum. "Padahal kebanyakan di lapangan, dalam praktiknya si pemohon ini dari masyarakat ataupun dari perusahaan, mereka sudah lengkap, sudah melengkapi persyaratan dan lain-lain."

"Tetapi karena si oknum penyelenggaran negara ini menginginkan sesuatu, lalu tetap mempersulitnya, harus menyerahkan atau memberikan sejumlah uang," timpal Asep.

Hal ini kemudian menjadi alasan KPK menggunakan pasal pemerasan. Alasan lain penggunaan Pasal 12 huruf e adalah dokumen yang diberikan oleh pemohon sudah lengkap. 

Namun dalam hal ini, pelaku tetap tidak memproses dokumen atau dengan mengulur-ulur waktu penyelesaian dokumen.

Selain itu jika dikenakan pasal suap, dikhawatirkan masyarakat tidak berani melapor jika ada pihak-pihak tertentu yang meminta uang dengan modus-modus seperti pada perkara ini. 

Masyarakat akan beranggapan jika melapor maka pelapor juga bisa diproses hukum karena telah memberikan uang dengan nominal tertentu.

"Pertama salah penerapan pasal, yang kedua menjadi keengganan bagi para pihak yang sebenarnya mereka kan diperas nih. 'Saya takut lapor', Kenapa? Karena nanti kan diterapkan pasal suap."

"Saya jadi tersangka juga. Nah seperti itu. Padahal kalau dengan pasal pemerasan, yang menjadi tersangka adalah pihak yang melakukan pemerasan," sambungnya.

Asep pun berharap dengan penerapan pasal pemerasan ini, bisa menjadi trigger agar masyarakat dalam mengurus apapun terkait pelayanan publik yang sudah melengkapi persyaratan-persyaratan sesuai aturan yang ada, namun tetap dimintai uang oleh pemegang kewenangan untuk segera melaporkan.

"Itu adalah pemerasan. Yang melaporkan tidak akan kena. Jadi jangan takut 'nanti kalau saya lapor malah kena penyuapan," pungkasnya.

KPK diketahui telah menjebloskan 11 tersangka ke sel tahanan, yakni:
1. Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemenaker tahun 2022-2025 Irvian Bobby Mahendro (IBM)
2. Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker tahun 2022-sekarang Gerry Aditya Herwanto Putra (GAH)
3. Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020-2025 Subhan (SB)
4. Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker tahun 2020-2025 Anitasari Kusumawati (AK)
5. Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (Binwasnaker) dan K3 Kemenaker pada Maret-Agustus 2025 Fahrurozi (FRZ)
6. Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker tahun 2021-Februari 2025 Hery Sutanto (HS)
7. Sub-Koordinator di Kemenaker Sekarsari Kartika Putri (SKP)
8. Koordinator di Kemenaker Supriadi (SUP)
9. Pihak PT KEM Indonesia Temurila (TEM)
10. Pihak PT KEM Indonesia Miki Mahfud (MM)
11. Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG)

Topik:

KPK