Komposisi PMT Dikurangi Demi Keuntungan Haram: KPK Usut Permintaan Logistik dari Anggota DPR!


Jakarta, MI - Pengamat kebijakan publik, Fernando Emas, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dalam pengadaan makanan tambahan untuk bayi dan ibu hamil atau program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
KPK pada 17 Juli 2025 mulai menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan makanan tambahan untuk bayi dan ibu hamil ini. Dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan PMT ini diduga terjadi dalam rentang waktu 2016 hingga 2020.
"Saya mendukung upaya KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR RI. Termasuk yang diduga dilakukan oleh anggota Komisi IX DPR RI terkait dengan permohonan logistik PMT Bumil, PMT Anak Sekolah, MP ASI, dan APD Pekerja kepada Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI," kata Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Selasa (2/9/2025).
Termasuk, tambahnya, permohonan obat-obatan atau yang lainnya melalui Kementerian mitra dari masing-masing komisi. "Seharusnya masing-masing anggota DPR RI sudah memiliki anggaran untuk melakukan kunjungan kerja (Kunker) atau kegiatan reses. Apalagi jumlah yang diminta sangat fantastis dan sangat mungkin akan diselewengkan," tegasnya.
Senada dengan Fernando, Manager Riset di Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi juga mendesak KPK agar memeriksa Anggota Komisi IX DPR RI yang mengajukan program PMT itu.
Begitu disapa Monitorindonesia.com, menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi biskuit balita dan bumil yang kini sedang diusut KPK itu semakin memperlihatkan bagaimana program bantuan gizi rawan dipolitisasi dan dijadikan ajang bancakan. "Dugaan adanya keterlibatan anggota dewan, menegaskan cawe-cawe politik dalam distribusi bantuan," kata Badiul.
Sementara kewenangan DPR terbatas pada fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. "DPR tidak boleh ikut campur sampai level teknis distribusi bantuan program pemerintah," ungkap Badiul.
Lebih lanjut, Badiul menegaskan bahwa penyelidikan tidak boleh berhenti pada pejabat eksekutif atau pelaksana teknis di kementerian.
"Anggota DPR yang mengajukan permintaan logistik, apalagi dalam kapasitas pribadi/partai untuk kepentingan daerah pemilihan, wajib dimintai keterangan," ucap Badiul.
Menurut Badiul, dugaan keterlibatan legislatif dalam pola seperti ini mengaburkan batas antara fungsi representasi dan praktik patronase politik.
Akibatnya, ujar dia, bantuan publik bisa berubah mjd alat kampanye dan rawan dikorupsi. Kasus ini juga menegaskan lemahnya tata kelola bantuan peningkatan gizi masyarakat.
Seharusnya distribusi PMT balita, bumil, maupun MP-ASI berbasis data penerima dan mekanisme resmi pemerintah, bukan berdasarkan lobi atau permintaan politisi. "Karena itu, KPK untuk memanggil dan memeriksa anggota DPR serta pihak-pihak lain yang diduga terlibat," kata Badiul.
"Proses hukum harus transparan, tanpa pandang bulu, agar tdk ada kesan kasus hanya berhenti di level birokrat pelaksana," imbuh Badiul menegaskan.
Sebelumnya, Monitorindonesia.com memberitakan bahwa DPR RI melalui Komisi IX diduga kerap mengajukan permohonan logistik PMT BUMIL, PMT Anak Sekolah, MP ASI dan APD Pekerja kepada Direktur Bini Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Hal itu dilakukan dalam rangka kunjungan kerja (Kunker) di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VII meliputi, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen.
"Sehubungan dengan kegiatan Kunjungan Kerja Ke daerah Pemilihan Anggota DPR RI sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD RI, dan DPRD, serta Keputusan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010, maka kami bermaksud mengadakan sosialisasi kesehatan ibu dan anak, edukasi pola makan sehat seimbang dan pemberian MP AS di wilayah Dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen)," tulis permohonan itu yang ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
"Oleh karena itu, mohon kiranya Kementerian Kesehatan, RI dapat membantu dalam hal logistik; MT BUMIL = 20 ton; PMT ANAK SEKOLAH = 20 ton; MP ASI = 20 ton; ADP Pekerja = 20 ton," tambahnya.
Anggota DPR RI yang sama juga melalui Komisi IX mengajukan permintaan obat-obatan kepada Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI.
Hal itu dilakukan dalam rangka bakti sosial masa reses di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VII yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga.
"Diberitahukan dengan hormat, bahwa kami akan melaksanakan kembali Bakti Sosial di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga pada masa reses sidang III tahun sidang 2016-2017 yang akan dilaksanakan pada bulan maret 2017".
"Sehubungan dengan itu kami mengharap bantuan saudara kiranya dapat menyediakan kebutuhan untuk kegiatan bakti sosial di masyarakat tersebut berupa obat-obatan," tulis permohonan itu yang juga ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
Sekadar tahu, bahwa Amelia Anggraini saat ini menjabat sebagai Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem. Konfirmasi Monitorindonesia.com kepada Amelia tidak direspons.
Komposisi dikurangi
KPK telah membongkar modus operandi miris di balik dugaan korupsi ini. Bahwa program yang seharusnya bertujuan mulia untuk mencegah stunting ini ternyata diakali dengan mengurangi nutrisi penting dalam biskuit untuk balita dan ibu hamil, lalu menggantinya dengan komposisi tepung dan gula yang lebih banyak.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa komposisi gizi utama dalam biskuit tersebut sengaja dikurangi demi keuntungan haram.
“Pada kenyataannya biskuit ini nutrisinya dikurangi. Jadi lebih banyak gula dan tepungnya. Sedangkan premiksnya, nyebutnya premiks nih, karena baru saja kita komunikasikan. Itu dikurangi,” kata Asep Guntur, Jumat (8/8/2025).
Premiks adalah campuran vitamin dan mineral yang menjadi komponen kunci untuk meningkatkan nilai gizi makanan tambahan tersebut. Dengan dikuranginya komponen vital ini, tujuan utama program untuk memberikan asupan bergizi demi menekan angka stunting menjadi sia-sia.
Ironisnya program ini dirancang khusus untuk intervensi gizi pada kelompok paling rentan. “Jadi untuk memberikan nutrisi kepada ibu hamil dan anak-anak yang stunting, maka pemerintah membuat program untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi dan juga bagi ibu hamil,” beber Asep.
Namun akibat praktik korupsi ini, biskuit yang didistribusikan tidak lebih dari sekadar camilan manis tanpa khasiat gizi yang diharapkan. Pengurangan nutrisi ini tidak hanya menurunkan kualitas tetapi juga membuat harga produksi menjadi lebih murah, yang kemudian celahnya dimanfaatkan untuk meraup keuntungan ilegal dan menimbulkan kerugian negara.
“Di situlah timbul kerugian. Biskuitnya memang ada, tapi gizinya tidak ada. Hanya tepung saja sama gula. Itu tidak ada pengaruhnya bagi perkembangan anak dan ibu hamil sehingga yang stunting tetap stunting,” tandas Asep.
Topik:
KPK PMT Komiasi IX DPR DPR