KPK Periksa Komisaris Independen Sucofindo Zainal Abidin soal Korupsi Kuota Haji

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 September 2025 17:00 WIB
Komisaris Independen PT Sucofindo, Zainal Abidin (ZA) (Foto: Dok Sucofindo)
Komisaris Independen PT Sucofindo, Zainal Abidin (ZA) (Foto: Dok Sucofindo)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Independen PT Sucofindo, Zainal Abidin (ZA) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag), Kamis (4/9/2025).

Tak hanya Zainal, KPK juga memanggil Ketua Asosiasi Travel Haji Sarikat Penyelenggara Umroh & Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi. "KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Selain keduanya, KPK juga memanggil: Rizky Fisa Abadi, Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus periode Oktober 2022–November 2023; Muhammad Al Fatih, Sekretaris Eksekutif Kesthuri; Juahir, Divisi Visa kesthuri.

Kemudian, Firda Alhamdi, Karyawan PT Raudah Eksati Utama; Syarif Hamzah Asyathry, Wiraswasta; dan M. Agus Syafi’, Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode 2023–2024. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama sebagai berikut," kata Budi.

KPK sebelumnya memeriksa Direktur Utama PT Kafilah Maghfirah Wisata sekaligus Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Firman Muhammad Nur. Pemeriksaan itu terkait proses pengajuan kuota haji tambahan tahun 2024 serta dugaan adanya fee yang diminta oknum Kemenag.

"Bagaimana proses mendapatkan kuota tambahan, berapa yang diberangkatkan dari kuota tambahan, berapa fee yang diminta agar mendapatkan kuota tambahan," jelas Budi, Rabu (3/9/2025).

Selain Firman, KPK juga memeriksa dua pihak travel haji lainnya, yakni Kushardono selaku staf PT Tisaga Multazam Utama dan Agus Andriyanto, Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya.

Menurut Budi, ketiga saksi itu diperiksa pada Selasa (2/9/2025) untuk mendalami praktik pemberangkatan jemaah haji yang baru mendaftar di 2024 namun langsung berangkat tanpa mengikuti antrean nomor urut. "Mengapa orang yang baru mendaftar di 2024 bisa berangkat di 2024 (tidak mengikuti nomor urut)," ungkap Budi.

Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 di Kemenag telah naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa penetapan tersangka. Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.

Kasus bermula dari tambahan kuota 20.000 haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi setelah pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan otoritas Saudi pada 2023. 

Berdasarkan SK Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dari kuota haji khusus, 9.222 dialokasikan bagi jemaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel haji swasta.

Namun, KPK menemukan praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan oknum Kemenag dan sejumlah biro travel. Setoran yang diberikan perusahaan travel kepada pejabat Kemenag berkisar antara 2.600–7.000 dolar AS per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta per kuota dengan kurs Rp16.144,45.

Adapun 10.000 kuota haji reguler didistribusikan ke 34 provinsi. Jawa Timur mendapat porsi terbanyak dengan 2.118 jamaah, disusul Jawa Tengah 1.682 orang, dan Jawa Barat 1.478 orang. Pemberangkatan jamaah reguler dikelola langsung oleh Kemenag.

Namun, skema pembagian kuota tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Perubahan komposisi ini membuat sebagian dana haji yang seharusnya masuk ke kas negara justru dialihkan ke travel swasta.

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan foto dan nama saksi menjunjung Asas Equality Before the Law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK Korupsi Kuota Haji Sucofindo