BPK Temukan Selisih Kurang Rp 1,3 T dari Nilai SBN BI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Ilustrasi - Temuan BPK RI - Bank Indonesia (BI) (Foto: Dok MI/Diolah)
Ilustrasi - Temuan BPK RI - Bank Indonesia (BI) (Foto: Dok MI/Diolah)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap selisih kurang dari Rp 1,3 triliun atas Surat Berharga Negara (SBN) sebagaimana dilaporkan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI). 

Adapun Surat Berharga Negara (SBN) adalah Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang diklasifikasikan sebagai aset keuangan. 

"Pemeriksa melakukan rekalkulasi atas penyajian nilai SBN yang dilaporkan pada LKTBI dengan menggunakan tipe harga close (end of day price). Hasil rekalkulasi diketahui terdapat selisih kurang sebesar Rp1.354.874.512.175,00," ungkap BPK dalam Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2023 dengan Nomor 15.a/LHP/XV/05/2024 Tanggal 3 Mei 2024, sebagaiman dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (23/10/2025).

BPK Temukan Selisih Kurang Rp 1,3 T dari Nilai SBN BI

Menurut BPK, hal itu disebabkan pengaturan penentuan harga acuan nilai wajar SBN belum memadai.

BPK menjelaskan bahwa LKTBI Tahun 2023 (audited) dan LKTBI Tahun 2022 (audited) masing-masing menyajikan saldo aset dan liabilitas keuangan untuk pelaksanaan kebijakan moneter.

BPK Temukan Selisih Kurang Rp 1,3 T dari Nilai SBN BI

Berdasarkan PADG Intern perihal Sistem Akuntansi Bank Indonesia, dijelaskan bahwa setelah pengukuran awal, SBN diukur pada nilai wajar melalui selisih revaluasi yang dicatat dengan metode reversal. Selisih revaluasi merupakan selisih antara nilai wajar dengan nilai tercatat. 

Sedangkan pengukuran nilai wajar ditetapkan berdasarkan tiga hierarki, yaitu nilai wajar level 1, adalah nilai wajar yang paling andal menggunakan harga kuotasi di pasar aktif (tanpa penyesuaian) pada pengukuran; 

ilai wajar level 2, adalah nilai wajar selain harga kuotasian yang termasuk dalam level 1, yang dapat diobservasi secara langsung atau tidak langsung, digunakan apabila nilai wajar level | tidak tersedia; dan  nilai wajar level 3, adalah nilai wajar yang menggunakan harga teoritis berdasarkan asumsi pelaku pasar, digunakan apabila nilai wajar level 2 tidak tersedia. 

Berdasarkan hasil pengujian atas aplikasi BI-SSSS yang digunakan oleh Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP) untuk menatausahakan SBN, diketahui bahwa BI-SSSS menyediakan tujuh jenis rate SBN.

BPK Temukan Selisih Kurang Rp 1,3 T dari Nilai SBN BI

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa selisih tersebut disebabkan LKTBI menyajikan SBN menggunakan nilai wajar tipe harga bid. 

Atas selisih tersebut, pemeriksa melakukan konfirmasi kepada satker terkait.

Dari hasil pemeriksaan, DPSP menjelaskan bahwa market price yang digunakan sebagai acuan perhitungan Mark to Market (MtM) SBN di BI-SSSS adalah price type BID sesuai kebutuhan bisnis satuan kerja terkait sejak implementasi BI-SSSS Generasi 2 pada 16 November 2015. 

Kemudian, DMR melalui Divisi Manajemen Risiko Pengelolaan Moneter dan Pasar Keuangan (MRPMPK), menjelaskan bahwa dalam melakukan pemantauan kewajaran SBN, Divisi MRPMPK menggunakan informasi harga SBN yang dikirimkan oleh DPSP berupa tipe harga bid. 

Pertimbangan penggunaan harga bid adalah sebagai bentuk kehati-hatian dan prinsip konservatif yaitu apabila B] melakukan injeksi likuiditas ke Bank dan menerima SBN sebagai collateral dari Bank, maka nilai likuiditas yang disalurkan lebih kecil dibandingkan SBN yang diterima BI. 

Lalu, DPMA (sebelumnya DPM) menyatakan bahwa berdasarkan PADG Intern Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga Dalam Operasi Moneter, harga SBN pada sistem BI-ETP dan BI-SSSS bersumber dari terminal Bloomberg yang merupakan harga penutupan (closing price) H-1. 

"Dalam ketentuan tersebut tidak diatur secara spesifik jenis closing price yang digunakan untuk memberikan ruang fleksibilitas perubahan acuan harga closing price Bloomberg. Sejak implementasi BI-SSSS Generasi 2 pada tahun 2015, closing price yang diambil dari Bloomberg adalah closing bid rate dengan pertimbangan prinsip konservatif," jelas BPK.

Dengan menggunakan acuan closing bid rate, lanjut BPK, maka perhitungan agunan Operasi Pasar Terbuka (OPT) Repurchase Agreement (Repo) menjadi lebih rendah sehingga agunan yang disampaikan Bank ke BI lebih besar dibandingkan dana yang diberikan BI ke bank. 

Kemudian, DKeu menjelaskan bahwa merujuk kepada Keputusan Kepala DKeu perihal Penutupan Tahun Anggaran BI ke-25 (2023), diatur bahwa MtM transaksi swap, Jorward, dan Non-Deliverable Forward (NDF) dalam rangka kebijakan Operasi Moneter, SBN dan SBSN yang dimiliki BI pada harga terakhir yang tersedia di pasar dan berlaku untuk 29 Desember 2023. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut terkait pengaturan nilai wajar SBN diketahui sebagai berikut. 

1. PADG Intern Nomor 22/52/PADG INTERN/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga Dalam Operasi Moneter Pasal 17 ayat (2) yang menyatakan bahwa harga SBN adalah harga SBN yang ada di Sistem BI-ETP dan BI-SSSS, yang bersumber dari harga SBN yang dipublikasikan oleh himpunan atau asosiasi pedagang SUN pada terminal Bloomberg, lembaga penilaian harga efek, atau sumber lain yang merupakan harga penutupan pada | (satu) Hari Kerja sebelum tanggal transaksi Operasi Moneter. 

2. Keputusan Kepala Departemen Keuangan Bank Indonesia Nomor 25/3/KEP.KADEP.DKEU/INTERN/2023 tentang Penutupan Tahun Buku/Tahun Anggaran Bank Indonesia ke-25 (2023) diantaranya mengatur bahwa MtM transaksi swap, forward, dan NDF dalam rangka kebijakan Operasi Moneter, SBN dan SBSN yang dimiliki BI pada harga terakhir yang tersedia di pasar dan berlaku untuk 29 Desember 2023. 

3. Standard Operating Procedure (SOP) Divisi Analisis Operasi Moneter (DAOM) pada DPMA (sebelumnya DPM), mengatur sumber informasi acuan harga SBN yang dijadikan nilai wajar SBN, yaitu:

 a) Prioritas sumber acuan untuk seluruh seri: 

(1) Prioritas pertama menggunakan kuotasi /nter-Dealer Market Association (IDMA); 

(2) Prioritas kedua menggunakan kuotasi Bloomberg Generic (BGN); dan 

(3) Prioritas ketiga menggunakan kuotasi Bloomberg Valuation (BVAL). 

b) Apabila harga dan/atau yield kuotasi pada prioritas sumber tidak tersedia, maka harga pasar dan yield menggunakan harga kuotasi dan yield di hari-hari sebelumnya, maksimum sampai dengan 5 hari kerja terakhir (t-5), dengan menggunakan urutan prioritas pada poin (1). 

c) Apabila harga kuotasi dan/atau yield sampai dengan t-5 tidak tersedia, harga pasar dan yield menggunakan sumber yang berasal dari rata-rata harga bid (ask) dan yield dari minimal 2 (dua) page broker pada hari kerja yang sama (t+0). 

Acuan harga tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan Harga Pembelian Tertinggi (HPT) dan Harga Penjualan Terendah (HPR) SBN. SOP mengatur bahwa harga SBN yang digunakan dalam HPT dan HPR adalah J/ast price yang merupakan harga penutupan (closing) pada t-1 untuk transaksi sesi pagi hari dan harga pertengahan hari (snid-day) pada t+0 (hari transaksi) untuk transaksi sesi sore hari. 

Adapun perhitungan /ast price tersebut merupakan (bid price + ask pricey/2. 

Berdasarkan hasil pengujian lebih lanjut atas market price SBN pada Bloomberg, diketahui bahwa harga terakhir yang tersedia saat penutupan di Bloomberg terdiri dari beberapa tipe harga, diantaranya bid price, ask price, dan last price (close price). 

Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Dewan Pengarah Komite Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) diketahui bahwa ketentuan mengenai nilai wajar SBN mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 113 tentang Pengukuran Nilai Wajar.

Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa jika aset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar memiliki harga bid dan harga ask, maka penggunaan harga bid untuk posisi aset dan harga ask untuk posisi liabilitas diizinkan, tetapi tidak disyaratkan. 

"Kondisi tersebut dapat menunjukkan bahwa penggunaan tipe harga bid pada penyajian nilai wajar SBN belum sepenuhnya diatur pada ketentuan BI. Terminologi harga penutupan maupun harga terakhir pada ketentuan mengenai harga SBN tidak merujuk kepada tipe harga bid tersebut," lanjut BPK.

Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan: PDG Nomor 15/13/PDG/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia s.t.d.t.d. PDG Nomor 20/9/PDG/2018, pada: 

1) PKAK 02 Paragraf 64 yang menyatakan bahwa BI mengungkapkan dalam ringkasan kebijakan akuntansi signifikan: a) dasar pengukuran yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan; b) kebijakan akuntansi lain yang diterapkan yang relevan untuk memahami laporan keuangan; dan 

2) Lampiran I Prinsip Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada Paragraf 47 yang antara lain menyatakan bahwa informasi juga harus andal (reliable) agar bermanfaat. Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 

Menurut BPK juga tidak sesuai dengan PADG Intern Nomor 21/64/PADG INTERN/2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, s.t.d.t.d. PADG Intern Nomor 24/42/PADG INTERN/2022, pada Pasal 67 ayat (2) yang menyatakan bahwa data market price Surat Berharga dapat bersumber dari b) information provider yang ditetapkan oleh satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengelolaan moneter, untuk SBN. 

Bahkan, tidak sesuai juga dengan PADG Intern Nomor 22/52/PADG INTERN/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga Dalam Operasi Moneter, s.t.d.t.d. PADG Intern Nomor 22 Tahun 2023, pada Pasal 17 ayat (2) yang menyatakan bahwa harga SBN adalah harga SBN yang ada di Sistem BI-ETP dan BI-SSSS, yang bersumber dari harga SBN yang dipublikasikan oleh himpunan atau asosiasi pedagang SUN pada terminal Bloomberg, lembaga penilaian harga efek, atau sumber lain yang merupakan harga penutupan pada | (satu) Hari Kerja sebelum tanggal transaksi Operasi Moneter. 

Menurut BPK, hal tersebut juga sesuai dengan Lampiran Keputusan Kepala DKeu Nomor 25/3/KEP.KADEP.DKEU/INTERN/2023 tentang Penutupan Tahun Buku/Tahun Anggaran Bank Indonesia ke-25 (2023) Bagian VI.B.1 mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh Satker DPSP sehubungan dengan kegiatan penyajian LKTBI diantaranya adalah mengkinikan data harga Surat Berharga Negara RI (SBN RI) yang dimiliki Bank Indonesia dengan menggunakan harga terakhir yang tersedia pada pasar dan berlaku untuk 29 Desember 2023. 

"Hal tersebut mengakibatkan terdapat potensi informasi yang bias atas nilai aset SBN yang tersaji dalam laporan keuangan BI," tegas BPK.

Hal tersebut disebabkan Kepala DPMA belum sepenuhnya mengatur secara jelas jenis nilai wajar yang digunakan dalam penyajian aset SBN untuk pelaksanaan kebijakan moneter. 

Tanggapan BI

Kepala DKeu menyampaikan bahwa Keputusan Kepala DKeu perihal Penutupan Tahun Anggaran BI ke-25 (2023) mengatur bahwa MIM transaksi swap, forward, dan NDF dalam rangka kebijakan Operasi Moneter, serta SBN dan SBSN yang dimiliki BI pada harga terakhir yang tersedia di pasar dan berlaku untuk 29 Desember 2023. 

Dengan demikian, harga SBN yang digunakan dalam penyusunan LKTBI telah sesuai dan sejalan dengan pengaturan hierarki nilai wajar pada Sistem Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (SAKBI). 

Kepala DPMA (sebelumnya DPM) menyampaikan bahwa PADG Intern perihal Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga Dalam Operasi Moneter tidak mengatur secara spesifik jenis closing price yang digunakan untuk memberikan ruang fleksibilitas perubahan acuan harga closing price Bloomberg. 

Dengan menggunakan acuan closing bid rate maka perhitungan agunan OPT Repo menjadi lebih rendah sehingga agunan yang disampaikan Bank ke BI lebih besar dibandingkan dana yang diberikan BI ke bank. 

Namun demikian, BPK tetap merekomendasikan kepada Gubernur Bank Indonesia agar memerintahkan Kepala DPMA untuk membuat kajian atas permasalahan tersebut dan selanjutnya menetapkan harga closing price yang paling menggambarkan nilai wajar SBN.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi temuan BPK ini kepada Gubernur BI Perry Warjiyo. Namun, hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Perry belum merespons. Pun konfirmasi-konfirmasi sebelumnya juga tidak pernah direspons Perry.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

Temuan BPK BPK RI Bank Indonesia BI Perry Warjiyo Gubernur BI Perry Warjiyo