Korupsi Bea Cukai dan Pajak: Srimul dan Bekas Anak Buah Ketar-ketir!
Jakarta, MI - Aparat penegak hukum (APH) sudah lama tidak membongkar kasus dugaan korupsi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Bahkan, di era Sri Mulyani Indrawati alias Srimul sangat minim sekali dugaan rasuah dibongkar APH. Publik bertanya-tanya ada apa di balik itu?
Belum lama ini, Purbaya Yudhi Sadewa yang menggantikan posisi Srimul dari kursi bendahara negara itu membongkar praktik lancung sudah lama terjadi di kementerian yang dipimpinnya, terutama sektor pajak dan kepabeanan. Namun, praktik tersebut nyaris tak tersentuh.
Alih-alih, baik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) maupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini terus menjadi fokus perhatian aparat penegak hukum dan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Maka wajar saja Purbaya mengungkap adanya semacam benteng perlindungan yang melindungi aparat yang melakukan praktik lancung di lingkungan fiskal.
Menurut Purbaya, aparat pajak dan bea cukai yang terlibat pelanggaran justru mendapat perlindungan dari pihak tertentu. Purbaya menceritakan pengalamannya berdialog dengan Jaksa Agung. Ia mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa sebelumnya ada kebiasaan untuk tidak menindak pelanggaran aparat pajak atau cukai demi menjaga stabilitas penerimaan negara.
“Saya ditanya, boleh nggak orang pajak atau cukai yang menyeleweng dihukum? Saya bilang, ya tentu boleh, semua sama di mata hukum. Rupanya sebelumnya dilindungi, supaya jangan diganggu karena dianggap bisa mengganggu pendapatan nasional,” kata Purbaya dinukil Monitorindonesia.com, Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, praktik itu menciptakan moral hazard dan memperparah budaya impunitas di birokrasi fiskal. Ia menyebut kondisi tersebut seperti memberi insentif bagi aparat untuk berbuat salah karena tahu akan dilindungi. “Itulah yang menciptakan moral hazard. Seolah dikasih insentif untuk berbuat dosa. Kalau begini, korupsi di negara ini sulit diberantas karena dilindungi,” jelasnya.
Purbaya menegaskan, dirinya tidak akan memberi perlindungan bagi pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Namun, ia berkomitmen untuk melindungi aparat yang bekerja dengan jujur dan sesuai aturan.
“Petugas pajak yang baik nggak usah takut. Tapi yang miring-miring boleh takut sekarang. Kalau benar tapi diganggu, saya lindungi habis-habisan. Tapi kalau mencuri atau terima uang lalu minta perlindungan, nggak ada itu,” katanya.
Purbaya menambahkan bahwa fenomena tersebut menunjukkan akar persoalan korupsi yang sistematis di lembaga pengumpul pendapatan negara. Oleh karena itu, reformasi kelembagaan di sektor perpajakan dan kepabeanan disebut menjadi prioritas agar integritas aparatur dapat pulih.
Di tengah pemberitaan tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung "tancap gas" melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi ekspor palm oil mill effluent (POME) atau limbah minyak kelapa sawit pada 2022.
Penyidikan ini ditandai dengan penggeledahan di lima lokasi, seperti Kantor Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai bahkan hingga ke rumah pribadi milik pejabat Bea Cukai pada Rabu (22/10/2025).
Tak sampai satu bulan, Kejagung melakukan penggeledah juga di sejumlah tempat termasuk rumah pejabat pajak terkait kasus korupsi pembayaran pajak periode 2016-2020. Penggeledahan itu juga menyasar rumah petinggi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Senin (17/11/2025).
Kejagung sudah memeriksa banyak saksi dalam dua kasus tersebut.
Alih-alih terbongkarnya kasus dugaan korupsi di Bea Cukai dan Pajak ini tak lepas dari peran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo. Bahkan, mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan rasa hormat dan kekagumannya kepadanya atas gaya kepemimpinannya yang dianggap tegas namun berpihak kepada rakyat.
Lewat unggahan di akun media sosial X pada Senin (6/10/2025), Mahfud menilai, gebrakan Purbaya tidak hanya terlihat dari kebijakan fiskal yang ramah rakyat, tetapi juga dari sikap beraninya dalam memberantas penyimpangan anggaran dan korupsi di lingkungan pemerintahan. Ia menilai, langkah Purbaya membawa semangat baru dalam tata kelola keuangan negara.
“Dia sikat korupsi, mendorong efisiensi dan efektivitas di kementerian, lembaga, dan BUMN. Dia juga mulai bersih-bersih di sektor perpajakan dan kepabeanan. Terus maju, Pak. Bravo!” kata Mahfud dikutip pada Selasa (18/11/2025).
Menyoal penyidikan dua kasus tersebut, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung diminta tidak memandang bulu terhadap sakis-saksi yang akan diperiksa nantinya, sekalipun dia mantan Menkeu.
"Agar kasus ini terang-benderang, Kejagung juga harus memeriksa mantan Menkeu Sri Mulyani sebagai saksi. Dia sebagai pucuk pimpian Bea Cukai dan Pajak maka sudah keharusan untuk dimintai keterangan. Jangan hanya mantan anak buahnya saja," kata pakar hukum pidana Univesitas Bung Karno (UBK), Kurnia Zakaria saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (18/11/2025).
Kurnia lantas menyinggung dugaan korupsi di perpajakan. Dia mendugaan dugaan korupsi di perpajakan tidak mungkin dilakukan oleh satu pemeriksa saja, bisa saja dilakukan bersama-sama. "Apakah bisa dikatakan korupsi berjamaah? Hasil korupsi dibagi-bagikan kepada pihak internlah DJP? Apakah tidak mengalir juga ke atasan? Saya kira ini harus telusuri penyidik dengan menggandeng PPATK," ungkap Kurnia.
"Maka tak heran kan, banyak pegawai pajak gaya hidupnya mewah. Atau apakah atasannya pura-pura tidak tahu bahwa bawahannya bagi-bagi uang korupsi," tanyanya.
Kurnia pun berharap kepada Kejagung segera menuntaskan kasus ini. "Jangan hanya ramai di awal doang, ujungnya "bak ditelan bumi". Publik tak mau seperti pengusutan kasus transaksi janggal Rp 349 triliun di Kemenkeu di era Sri Mulyani juga, sampai sekarang kerja Satgas TPPU tidak jelas. Apakah kasus ini sudah "86"?," tandas Kurnia.
Topik:
Korupsi Bea Cukai Korupsi Pajak Sri Mulyani Kejagung