Martin Lukas Sebut Putri Candrawathi Salah Satu Dalang Pembunuhan Brigadir Yosua 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Desember 2022 02:33 WIB
Jakarta, MI - Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak sebut Putri Candrawathi salah salah satu dalam pembunuhan Brigadir Yosua alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada hari Jum'at (7/8) lalu. Hal itu diungkapkan saat menjadi narasumber bersama Kamaruddin Simanjuntak dalam acara Uya Kuya. Awalnya, Uya Kuya menanyakan kepada Martin terkait alasan Ferdy Sambo yang sampai sekarang masih bersikukuh bahwa ada motif pemerkosaan terhadap istrinya Putri Candrawathi, terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua itu. Martin menjelaskan, bahwa kalau seandainya Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu tidak mengatakan ada pemerkosaan, itu akan lebih mudah untuk berbohong. [caption id="attachment_512137" align="alignleft" width="300"] Martin Lukas Simanjuntak (kiri) Kamaruddin Simanjuntak (tengah) dan Uya Kuya (kanan)[/caption] "Karena tidak perlu dibuktikan secara materiil, tidak relevan kausalitas itu. Jadi misalkan seperti di Duren Tiga itu kan dia bilang hanya diraba-raba dan itu kan nggak akan butuh visum menurut saya. Cuman karena dia mendalilkan terjadinya dibanting tiga kali, diancam dan juga diperkosa gitu ya tujuan yang pertama adalah menghabisi karakter Yosua," kata Martin dalam acara itu dikutip Monitor Indonesia, Sabtu (31/12). "Bahwa Yosua ini adalah orang jahat, bahwa pribadi Yosua ini tidak bermoral, Yosua layak untuk dibunuh," sambungnya. Kemudian, mereka (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi) membangun ini untuk membuka jalan keluar buat mereka sebagai alasan pembenar tadi yang mana bisa membuat Hakim yakin bahwa orang ini (Yosua) layak dibunuh. "Lalu emosi (Ferdy Sambo) menurut beberapa lawyer, bahkan ada layer kondang juga nih yang mengatakan bahwa hanya dengan emosi itu bisa menggugurkan perencanaan (Pasal 340)," ungkapnya. [caption id="attachment_509869" align="alignleft" width="300"] Terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf saat di ruang sidang pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/12) (Foto: MI-Aswan/Repro)[/caption] Karena, lanjut Martin, menurut beberapa ahli yang sudah memberikan pendapat dan beberapa juga lawyer yang lumayan terkenal. Tapi ada juga yang cukup unik dan ada yang mengatakan kalau ada emosi maka tidak ada perencanaan. "Makanya dua hal itulah yang sampai saat ini konsisten diperjuangkan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Supaya nanti pasalnya 338 KUHP. Karena kalau pasal 338 KUHP ini tergenapi maka Putri itu nggak akan bisa ditarik sebagai sebagai pemeran," bebernya. Martin menjelaskan bahwa Pasal 338 KUHP merupakan pembunuhan yang secara spontan, dalam hal ini bisa dikatakan Putri Candrawati tidak berperan dalam kasus ini. "Karena kalau itu pembunuhan spontan maka yang bertanggung jawab cuma dua yaitu yang menembak dan yang memberikan perintah, Bhadara Richard Eliezer atau Bharada E dan Ferdy Sambo. Sementara Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf itu tidak ada peran di situ kalau di pasal 338 jadi itu dikasih bebas arahnya kesitu," ungkapnya. Kemudian, lanjut Martin, persidangan itu tidak hanya dilakukan Pengadilan, namun ada persidangan banding dan ada persidangan kasasi. "Nah, makanya mereka konsisten terhadap dalil mereka supaya kalaupun kalah di Pengadilan Negeri ya, bisa mereka masih bisa banding, mereka masih bisa kasasi yang penting mereka tetap konsisten gitu loh," katanya. Mengenai pasal pembunuhan perencanaan (340), kata Martin, ini sudah terbukti karena sudah terang benderang. Kalau menurut ahli kriminologi, tegas Martin, motifnya ini sudah ada, tidak lain dan tidak bukan adalah adanya informasi yang disampaikan oleh terdakwa Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo sehingga memicu yang bersangkutan menjadi marah. "Tapi marahnya yang dimaksud itu adalah bukan marahnya spontan, tapi marahnya yang masih bisa merencanakan, memilih tempat, memilih waktu, mengikutsertakan orang lain, memilih alat dan juga merencanakan cara untuk melakukan penutupan jejak ataupun Obstruction of Justice," jelasnya. [caption id="attachment_509365" align="alignleft" width="300"] Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi (Foto: MI/Aswan)[/caption] Lebih lanjut, Martin menerangkan, bahwa jikalau ini tidak terbukti Pasal 340 KUHP, berarti Putri Candrawathi gagal dijadikan narapidana nanti Namun kalau ini Pasal 340 KUHP, maka ini bisa membuktikan bahwa pemicu terjadi tragedi pembunuhan berencana ini adalah akibat informasi yang diduga keras keliru yang disampaikan oleh Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo. "Bahkan Putri Candrawathi pada saat menyampaikan informasi yang keliru itu di Jalan Saguling berdasarkan keterangan Richard Elizer (Bharada E) memberikan saran kepada Ferdy Sambo untuk mempersiapkan alat lalu bersama-sama dengan terdakwa yang lainnya mengarahkan korban ini untuk jalan ke Duren Tiga," jelasnya. "Jadi menurut saya, omong kosong perkataannya Febri Diansyah, omong kosong perkataannya Penasihat Hukum yang lainnya yang mengatakan bahwa Putri Candrawati tidak tahu apa-apa," sambungnya. [caption id="attachment_511460" align="alignleft" width="300"] Febri Diansyah (kiri) dan rekan kuasa hukum terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi (Foto: MI/Amin)[/caption] Karena, tambah Martin, sesungguhnya yang menjadi pemicu dalam perkara ini adalah keterangan keliru yang disampaikan oleh Putri Candrawathi, lalu Putri Candrawathi juga ikut serta menyarankan menggunakan alat dan juga mengikut serta kepada mereka melakukan Obstruction of Justice. "Jadi disini Putri Candrawathi tidak pasif melainkan dialah pemicunya dan juga sebagai terdakwa yang juga ikut aktif dalam perencanaan pembunuhan ini," tutupnya.