JPU vs Ahli Pidana Soal Makna Kata 'Hajar' hingga Febri Diansyah Berandai-andai

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 Januari 2023 18:35 WIB
Jakarta, MI - Jaksa penuntut umum (JPU) sempat beradu argumen dengan ahli pidana Said Karim di persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J  terkait kontekstual soal makna kata 'Hajar'. Hal itu terjadi saat ahli pidana Said Karim dihadirkan menjadi saksi ahli meringankan untuk mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, di kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua di PN Jaksel, Selasa (3/1). Jaksa bertanya kepada ahli pidana Said Karim tentang makna kata 'Hajar' dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua. Jaksa meminta ahli menjelaskan apakah makna 'Hajar' itu berarti memukul atau mempunyai makna lain. "Terima kasih dibolehkan oleh majelis hakim untuk menjawab, nah kalau ada rangkaian peristiwa itu sebelum kata 'Hajar' apa makna 'Hajar' itu? Apakah mukul atau ada perbuatan lain? Silakan Saudara Ahli," tanya jaksa. Mulanya, Said mengaku selalu mengikuti jalannya persidangan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat ini. [caption id="attachment_512805" align="alignleft" width="300"] Ahli hukum pidana dan kriminologi, Said Karim (Foto: MI-Aswan/Repro)[/caption] Lalu, dia tertarik dengan kata 'Hajar' yang selalu dilontarkan di setiap persidangan kasus Sambo. Said mengatakan dirinya membuka 'Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)' terkait makna 'Hajar' ini. Said menyebut pihaknya tidak menemukan pengertian kata 'Hajar' sinonim dengan pengertian 'tembak'. "Jadi itu memang kata 'Hajar' muncul di dalam pemeriksaan perkara ini, ada keterangan yang menyatakan 'Hajar' saya lalu tertarik makna kata 'Hajar' ini saya kemudian membuka 'Kamus Besar Bahasa Indonesia' apakah ada kata makna kata 'Hajar' ini sinonim dengan atau tembak, tampaknya dalam 'Kamus Besar Bahasa Indonesia' kita tidak menemukan pengertian itu," kata Said. Said mengatakan tidak ada yang memberikan jaminan bahwa 'Hajar' itu berarti perintah untuk menembak. Dia kembali menegaskan tidak ada sinonim kata 'Hajar' dengan 'Tembak'. "Jadi pengertian 'Hajar' ini relatif dimaknai, terus terang mohon maaf tidak bermaksud bercanda, kita juga kadang-kadang kumpul-kumpul ramai-ramai dengan teman-teman SMA, ada makanan biasa kita bilang 'Hajar ya' kan makanan pun kita suruh hajar gitu kan," kata Said. "Apakah makna pengertian kata 'Hajar' ini sinonim atau sama dengan tembak? Tidak ada, tidak ada pengertian yang memberikan jaminan bahwa itu benar," imbuhnya. Pernyataan itu langsung ditimpali jaksa. Jaksa menegaskan pertanyaan itu bukan terkait sinonim, tapi soal konteks 'Hajar' seperti yang diucapkan Sambo ke Bharada Eliezer. Jaksa dan Said sempat beradu argumen soal itu. "Tadi Anda bilang sinonim. Saya tidak katakan sinonim. Saya hanya menyatakan kontekstual. Dari konteksnya yang tadi dibilang tadi ada permintaan isi amunisi. Ada perintah berani tidak tembak korban? Kontekstual dihubungkan dengan 'Hajar' apa? Bukan semantiknya, bukan sinonimnya, tapi kontekstualitasnya," kata jaksa. "Tadi saya sudah jelaskan bahwa pengertian 'Hajar' tidak berarti sama dengan tembak. Bapak sepakat ya?" tanya Said. "Ya. Saya tidak tanya sinonim tapi," jawab jaksa. "Memang. Artinya tidak samalah. Kita sepakat sampai di situ ya?" tanya Said. "Sepakat," jawab jaksa. "Bahwa dalam 'KBBI', kata 'Hajar' itu tidak berarti menembak," kata Said. Febri Diansyah Berandai Tidak Ada Rencana dan Salah Paham 'Hajar' Pengacara terdakwa Ferdy Sambo, Febri Diansyah mengandaikan peristiwa penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tidak pernah ada dan disebut awalnya hanya ingin melakukan klarifikasi terkait peristiwa pelecehan yang disebut terjadi di Magelang. “Bagaimana kalau sebenarnya tidak ada rencana untuk melakukan pembunuhan, tapi rencana yang ada adalah untuk melakukan klarifikasi?,” tanya Febri ke ahli hukum pidana dan kriminolog Said Karim. “Rencananya akan dilakukan pada malam hari, klarifikasi dilakukan pada malam hari. Tapi karena ada situasi dalam perjalanan ketika saudara terdakwa Ferdy Sambo melihat Josua di depan gerbang dan kemudian dia menjadi sangat emosional, apakah itu bisa disebut tidak memenuhi aspek kesengajaan?,” tanya Febri lagi. Said lantas menjelaskan perihal kesengajaan dalam kasus pembunuhan harus ada perbuatan nyata dan kehendak dari pelaku. “Bahwa kesengajaan itu harus ada perbuatan nyata dalam kasus pembunuhan. Harus ada perbuatan nyata dari pelaku yang menyebabkan terjadinya kematian, ada orang yang meninggal dunia dan kematian ini memang dikehendaki dari pelaku,” papar Said. Said juga menilai, berdasarkan uraian kronologis yang diberikan tim penasihat hukum, dia tidak melihat adanya unsur perencanaan dalam kasus pembunuhan tersebut. “Kalau saya mendengar uraian kronologis dari bapak penasihat hukum, saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ. Karena serta merta langsung berhenti lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi, tapi itu lagi-lagi semua pihak mempunyai kewenangan untuk menilai masing-masing,” tandas Said. Selain itu, Said Karim menyebut seseorang yang memberikan anjuran (penganjur) atas sebuah perbuatan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang tidak dianjurkan. Hal itu ia katakan saat Febri Diansyah menanyakan kepada Said soal apabila ada kesalahpahaman persepsi atas anjuran yang diberikan penganjur. "Bagaimana kalau dalam sebuah situasi pihak yang menganjurkan atau penganjur ini sebenarnya anjurannya berbeda dengan yang dilaksanakan? Pelaksana miss interpretasi atau miss persepsi dalam menerima anjuran dari pihak penganjur. Misalnya yang dianjurkan adalah ‘hajar’, tetapi yang dilakukan adalah menembak sehingga mengakibatkan matinya seseorang. Mohon saudara ahli jelaskan,” kata Febri kepada Said. Said lantas menjelaskan, sesuai pemahaman keilmuannya bahwa penganjur yang memberikan anjuran tidak bisa dimintai pertanggung jawaban pidana atas pidana yang tidak dianjurkannya. “Jadi dalam hal yang seperti ini, menurut pengetahuan hukum yang saya pahami, penganjur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap perbuatan yang tidak dia anjurkan, tidak bisa,” papar Said. Oleh karenanya, Said menilai yang menerima tanggung jawab resiko yang muncul akibat salah tafsir anjuran yang diberikan oleh penganjur. “Jadi kalau toh misalnya pelaku peserta melakukan itu dia salah tafsir atau melampaui batas yang dianjurkan, maka kalau ada akibat yang muncul atau resiko hukum yang muncul, itu adalah tanggung jawab orang sebagai pelaku peserta yang melakukannya, yang menerima anjuran tersebut,” tukasnya. Sambo Klaim Perintahkan 'Hajar' Sebelumnya, Ferdy Sambo menceritakan detik-detik penembakan Brigadir Yosua Hutabarat di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo mengklaim saat itu memerintahkan Bharada Richard Eliezer menghajar, tapi yang terjadi adalah penembakan. Pengakuan ini disampaikan Ferdy Sambo saat bersaksi untuk terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di PN Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). [caption id="attachment_509711" align="alignleft" width="300"] Terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo saat menanggapi keterangan saksi ahli dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan  (Foto: MI/Aswan)[/caption] Sambo awalnya bercerita melihat Yosua saat melintas di Duren Tiga ketika hendak ke Depok dari rumah Saguling. "Setelah sampai di Duren Tiga, melewati Duren Tiga, saya melihat Yosua ada di depan gerbang. Kemudian saya perintahkan Azan Romer, ajudan, untuk berhenti," kata Ferdy Sambo. Hakim pun heran kenapa Sambo melewati Duren Tiga saat hendak ke Depok dari rumah Saguling. Sambo menyebut rute perjalanan itu sudah menjadi kebiasaan. Sambo kemudian mengaku ingin mengkonfirmasi kepada Yosua terkait dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi di Magelang. Saat berjalan ke dalam rumah Duren Tiga, senjata milik Sambo sempat jatuh. "Kemudian saya masuk ke dalam. Saya lihat Ricky masih parkir mobil waktu itu, saya masuk ke dalam ketemu Kuat di dapur. Saya sampaikan 'Mana Yosua, panggil'" kata Sambo. Saat Ferdy Sambo masuk ke rumah, dia melihat Richard turun ke lantai satu. Setelahnya, Kuat Ma'ruf, Yosua, dan Ricky masuk ke rumah. "Saya masuk ke dalam, Richard turun. Kemudian, setelah itu, Yosua masuk bersama Kuat dan Ricky di belakangnya," katanya. Saat berhadapan dengan Yosua, Sambo bertanya mengenai apa yang terjadi di Magelang. Sambo mengaku emosional saat itu. Yosua pun disebut bertanya balik kepada Sambo. "Saya sampaikan kepada Yosua, 'kenapa kamu tega sama Ibu?' jawaban Yosua tidak seperti yang saya harapkan. Dia malah menanya balik 'Ada apa, Komandan?' seperti menantang," katanya. Kemudian Sambo mengaku memerintahkan Richard untuk menghajar. Akan tetapi, kata dia, yang terjadi adalah penembakan. "Saya kemudian lupa saya, tidak bisa mengingat lagi, saya bilang 'kamu kurang ajar' saya perintahkan Richard untuk 'hajar, Chad'," tutur Sambo. "'Hajar Chad, kamu hajar Chad'. Kemudian ditembaklah Yosua sambil maju sampai roboh, Yang Mulia," imbuhnya. #Febri Diansyah #Febri Diansyah Berandai-andai#Febri Diansyah