PM Kuwait Sheikh Ahmad Nawaf al-Sabah Ajukan Pengunduran Diri

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 24 Januari 2023 07:30 WIB
Jakarta, MI - Perdana Menteri Kuwait Sheikh Ahmad Nawaf al-Sabah pada hari Senin (23/1), menyerahkan pengunduran diri kabinetnya kepada putra mahkota negara itu. Dilansir dari Reuters, Selasa (24/1), media pemerintah melaporkan pengunduran diri itu menyusul perselisihan antara pemerintah dan parlemen terpilih. Putra Mahkota Sheikh Meshal al-Ahmad al-Sabah, yang telah mengambil alih sebagian besar tugas emir, tahun lalu menunjuk Sheikh Ahmad sebagai perdana menteri dan menyerukan pemilihan legislatif awal setelah membubarkan parlemen sebelumnya untuk mengakhiri perseteruan yang menghambat reformasi fiskal. Ketegangan baru-baru ini muncul kembali antara parlemen dan pemerintah, yang disumpah pada Oktober lalu, saat anggota parlemen mendesak RUU keringanan utang, di mana negara akan membeli pinjaman pribadi warga negara Kuwait, dan berusaha menanyai dua menteri. Perdana menteri mengajukan pengunduran diri pemerintah kepada putra mahkota "sebagai akibat dari apa yang terjadi dengan hubungan antara otoritas eksekutif dan legislatif", KUNA mengutip pernyataan kabinet. Parlemen telah dijadwalkan untuk bersidang pada hari Selasa. Kepala komite urusan keuangan dan ekonomi parlemen MP Shuaib Al Muwaizri, mengatakan dalam sebuah unggahan Twitter pada hari Minggu bahwa, keringanan utang pribadi akan tetap di atas meja sampai pemerintah "secara resmi memberikan alternatif yang adil" untuk meningkatkan upah, pensiun dan bantuan sosial untuk warga Kuwait. Negara penghasil minyak Teluk yang kaya itu telah berusaha memperkuat keuangan negaranya sebagai bagian dari reformasi struktural, termasuk undang-undang utang yang akan memungkinkan negara untuk memanfaatkan pasar internasional tetapi menghadapi kebuntuan legislatif. Pertikaian politik selama bertahun-tahun menghambat investasi dan reformasi di Kuwait, yang sangat bergantung pada pendapatan minyak, memiliki sistem kesejahteraan yang luas dan sektor publik yang mempekerjakan sekitar 80% warganya. Penduduk Kuwait berjumlah kurang dari sepertiga dari populasi 4,6 juta orang. Tokoh-tokoh oposisi memperoleh keuntungan besar dalam pemilihan parlemen bulan September di negara itu, yang melarang partai politik tetapi telah memberikan pengaruh lebih besar kepada badan legislatifnya daripada badan serupa di monarki Teluk lainnya. Kepemimpinan Kuwait telah mencoba mengatasi perselisihan politik dengan menanggapi tuntutan utama oposisi termasuk memberikan amnesti kepada pembangkang politik, memberantas dugaan korupsi dan merestrukturisasi beberapa lembaga kunci.