Jaksa Penuntut Setya Novanto 'Mudik' ke Kejagung

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 Februari 2023 20:01 WIB
Jakarta, MI - Jaksa Fitroh Rohcahyanto yang telah berkiprah sekitar 11 tahun di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan 'mudik' ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Menolak lupa kiprah Fitroh Rohcahyanto, ia sempat menuntut Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada tahun 2018 lalu. Saat itu, Fitroh tergabung dalam tim jaksa KPK menuntut eks pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, atas dugaan perintangan penyidikan. Fitroh juga pernah menjadi tim jaksa KPK dalam kasus korupsi suap proyek yang menjerat Bupati Mandailing Natal, Hidayat Batubara, pada 2013. Saat itu, Fitroh dan tim jaksa KPK menuntut Hidayat Batubara 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Selain itu, masih banyak kasus korupsi yang menyita perhatian publik dikawalnya selama di persidangan. Terkait dengan isu kepulangan Jaksa Fitroh, Kejagung menegaskan karena masa tugasnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tuntas. “Yang bersangkutan bukan memutuskan untuk kembali. Tetapi karena sudah hasbis masa penugasannya di KPK,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Jum'at (3/2). Menurut Ketut, masa penugasan personel jaksa di KPK selama 10 tahun. Sementara Jaksa Fitroh pada 2022 sudah mejalani peran di KPK selama 11 tahun. "Jadi bukan dikembalikan (dari KPK). Atau ditarik untuk kembali. Tetapi memang masa penugasannya di sana (KPK) sudah habis," beber Ketut. Saat ini, belum ada keputusan dari pemimpin di Kejagung soal penempatan jaksa Fitroh selanjutnya. Pasalnya, Kejagung masih menunggu rotasi atas kebutuhan di lembaga penuntutan negara itu. “Kita tunggu saja nanti selanjutnya. Apakah yang bersangkutan dipromosikan, atau bagaimana. Itu nanti tergantung kebutuhan di kejaksaan, dan itu nanti diputuskan oleh pimpinan,” pungkasnya. Diisukan Gegara Kasus Korupsi Formula E  Kabar tentang Direktur Penuntutan KPK itu pulang ke Kejagung sebenarnya sudah santer sejak awal Januari 2023 lalu. Kabar beredar menyebutkan jaksa Fitroh bukan kembali karena masa jabatannya yang purna. Melainkan, karena mengundurkan diri dari KPK lantaran adanya ketidaksepahaman dia, dengan para komisioner KPK terkait penyelidikan dugaan korupsi penyelenggaraan Formula-E Jakarta 2022. Namun, KPK membantah tentang adanya ‘konflik’ kepentingan penanganan kasus antara Fitroh dengan sejumlah komisioner. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, Fitroh Rohcahyanto memang kembali ke kejaksaan atas kemauan sendiri. “Saya ingin sampaikan bahwa Direktur Penuntutan KPK, Pak Fitroh Rohcahyanto betul kembali ke Kejaksaan Agung. Tetapi perlu kami sampaikan, atas permintaan beliau sendiri beberapa waktu yang lalu, tahun kemarin, untuk kemudian mengembangkan karier di sana (kejaksaan),” jelas Ali Fikri, Kamis (2/2) kemarin. Ada dua jaksa, kata Ali, yang memilih pulang ke kejaksaan. Tetapi Ali Fikri, menolak menyebutkan satu jaksa lainnya itu. “Jadi ini supaya jelas, clear. Tidak ada narasi-narasi seolah-olah kemudian mengundurkan diri, ataupun ditarik. Mereka kan tidak selamanya di sini (KPK)," ungkapnya Ali. Lanjut Ali, ada waktu-waktu tertentu kemudian mereka memang harus kembali untuk mengembangkan karier di instansi asalnya. "Dan kemudian ada pengganti oleh pegawai-pegawai lainnya,” tandasnya. Perlu diketahui, bahwa kasus korupsi e-KTP merupakan sebuah kasus yang menyedot perhatian banyak pihak dikarenakan banyaknya pejabat dan tokoh-tokoh yang diduga terlibat ditambah besarnya jumlah anggaran negara yang dikorupsi. Kasus Korupsi e-KTP ini terjadi karena keserakahan dan sifat ingin memperkaya diri oleh pejabat dan pihak swasta, dimana ada prinsip mempertahankan jarak yang dilanggar sehingga korupsi ini dapat terjadi. Salah satu penyebab korupsi ini dapat terjadi adalah hukuman yang ringan sehingga tidak menimbukan efek jera, dimana sebenarnya pada UU Korupsi Nomor 31 Pasal 2 Ayat 2 ancaman pidana hukuman mati dapat diterapkan sesuai syarat berlaku. Jaksa Fitroh saat itu menyatakan terdakwa kasus korupsi E KTP dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak Iangsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa. Menurut jaksa, Fredrich melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu, sebelum Setya Novanto mengalami kecelakaan. Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Setya Novanto melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Wan)