Gegara Nagih Utang, Ibu Ini Dijerat UU ITE, Kok Bisa?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 Februari 2023 23:46 WIB
Jakarta, MI - Tidak disangka-sangka, seorang Ibu dari Malang, Dian Patria Arum Sari menagih utang sekitar Rp 25 juta, justru terancam 2,5 tahun penjara dan diminta bayar denda Rp 750 juta. Hal ini karena Dian dilaporkan terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Lantas bagaimana duduk perkaranya? Awalnya, teman Dian atau kenalan dari suaminya menawarkan berinvestasi bisnis petelur pada tahun 2019 lalu. Saat itu, Dian dengan percayanya memberikan uang Rp 25 juta kepada temannya itu dengan jaminan satu buah mobil. Transaksi hutang piutang itu, terjadi di kediaman teman dari suaminya. "Dia (teman suaminya) ngomong uang saya akan dikembalikan satu bulan lagi. Nanti akan dikembalikan bersama temannya sekalian mengambil mobilnya," jelas Dian diutip pada Rabu (8/2). Belum genap satu bulan, Dian didatangi oleh seorang pria dengan beberapa orang rombongannya. Mereka berkata ingin mengambil mobil yang dibawa Dian. Pria yang datang dengan rombongannya itulah yang dimaksud oleh teman dari suaminya adalah seseorang yang akan mengembalikan uang Dian dan mengambil mobil. Tapi kenyataannya, kedatangan mereka bukan untuk membayar hutang. Melainkan hanya untuk mengambil mobil. "Jadi ceritanya panjang, karena sudah sejak tahun 2019," ungkapnya. Semenjak kejadian itulah, Dian selalu berusaha untuk menagih uangnya. Namun, meski sudah didatangi kerumahnya maupun dihubungi melalui telphone, yang bersangkutan tidak memberikan tanggapan. Akhirnya Dian membuat komentar di status Facebook istri si debitur pada 2019. Dian mengakui komentarnya di status Facebook itu cukup nyelekit. Dian lalu buru-buru men-delete postingan itu. Tapi sudah keburu di-screenshot oleh istri si debitur. "Saya siap salah, karena emosi saya nulis seperti itu," tutur Dian. Karena butuh uang mendesak, Dian melaporkan si debitur ke Polres Malang dengan pasal penipuan/penggelapan. Dian malah dapat panggilan dari pihak kepolisian atas kasus pencemaran nama baik yang diatur UU ITE. "Sudah ada upaya mediasi tetap tidak ada hasilnya. Sebab saya tetap mau uang saya Rp 25 juta kembali," ucap Dian. Berujung ke Pengadilan Negeri Kepanjen Kasus ini pun akhirnya harus ke meja hijau. Akibatnya Dian harus menerima tekanan psikis atas hukum 2,5 tahun penjara berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Pengadilan Negeri Kepanjen, pada tanggal 12 Sepetember 2022 lalu. Dilansir Monitor Indonesia, Rabu(8/2) dari Sistem Informasi Penelusuran Perkasa (SIPP) PN Kepanjen, bahwa Jaksa memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen yang memeriksa dan mengadili perkara ini dengan memutuskan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. "Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 Ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11 TAHUN 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dalam surat dakwaan Pertama kami," jelas Jaksa. Kemudian, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama dua tahun dan enama bulan denda Rp750.000.000, subsider tiga bulan kurungan. Atas tuntutan itu, meski mengaku salah, Dian merasa kaget dengan hukuman yang terlalu tinggi. Bahkan dia membandingkan tuntuntan itu dengan maling uang rakyat yang tak lain adalah koruptor. "Kok tuntutannya 2,5 tahun penjara. Saya bukan koruptor loh," ungkapnya. Sementara itu, pengacara Dian, M Sholeh, mengaku sangat prihatin atas apa yang dialami Dian. Sholeh yang mendampingi Dian di tengah sidang mencoba mengurai permasalahan Dian. "Pertama, kasus ini seharusnya sudah kedaluwarsa. Kasus ini delik aduan, jangka waktu aduan 6 bulan. Ini sudah bertahun-tahun baru dilaporkan," kata M Sholeh. Kedua, M Sholeh mengaku tuntutan jaksa terlalu berat dan tidak memenuhi rasa kemanusiaan. Hal itu tidak sebanding dengan apa yang diperbuat Dian. Denda Rp 750 juta juga tidak logis karena latar belakang sengketa perdata adalah utang-perdata Rp 25 juta. "Kalau tuntutannya seperti ini, akal sehatnya di mana?" jelas M Sholeh. Sidang Pledoi Dian Dian bakal menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, pada Selasa (14/2/2023) mendatang setelah sidang pembacaan pledoinya kemarin ditunda. Yakni terkait persidangan dalam dakwaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dian terancam hukuman penjara 2,5 tahun serta denda Rp 750 juta. Penyebabnya karena yang bersangkutan menagih hutang. "Jadwal sidangnya kemarin (Selasa 7/2/2023) adalah pledoi dari PH (penasehat hukum) terdakwa," kata Humas PN Kepanjen, Muhamad Aulia Reza Utama, Rabu (8/2). Aulia menyebut, sidang yang sejatinya diagendakan pledoi tersebut, dilangsungkan pada Selasa (7/2/2023) pagi. Yakni sekitar pukul 10.00 WIB. "Agendanya sidang dilangsungkan di ruang Kartika. Pledoi ditunda, karena kemarin pledoi belum siap. Sehingga ditunda Selasa (14/2/2023) minggu depan," ujar Aulia. Menanggapi keputusan penundaan dari majelis hakim tersebut, Dian mengaku akan segera berkoordinasi dengan pihak penasehat hukumnya. Dia berharap, sederet bukti yang telah dikumpulkan tersebut, bisa membuat dirinya bebas dari tuntutan dakwaan. Yakni yang berkaitan dengan UU ITE. "Ya harapannya dengan bukti-bukti yang ada, ya Insyaa Allah semoga saya bisa bebas, karena yang saya bilang itu bukan sebuah pencemaran nama baik, tapi fakta yang terjadi. Saksi sudah saya bawa, surat juga ada, lalu pencemaran nama baik yang gimana maksudnya," keluhnya. #Nagih Utang

Topik:

UU ITE Utang