Psikologi Forensik Singgung Motif Pembunuhan Sopir Taksi Online hingga Keluarga Minta Bripda HS Dipenjara 20 Tahun

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Februari 2023 21:05 WIB
Jakarta, MI - Kasus pembunuhan sopir taksi online di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat, bernama Sonny Rizal Tahitu (60) yang diduga dilakukan oleh anggota Densus 88 anti teror Polri Bripda HS yang disinyalir bahwa ada permasalahan ekonomi. Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai, jika tidak ada barang berharga milik korban yang hilang dalam tragedi pembunuhan sadis itu, bisa jadi ada motif lain yang dapat mempengaruhi kondisi mental dari tersangka. Biasanya, lanjut dia, dalam peristiwa pembunuhan terhadap seseorang itu bisa terjadi dengan berbagai macam latarbelakang masalah. salah satunya, menurut Reza, pembunuhan sopir. Taksi online itu bisa terjadi lantaran emosional dan mental tersangka sedang terganggu akibat hutang dan berbagai macam masalah lainnya. [caption id="attachment_511177" align="alignnone" width="653"] Reza Indragiri Amriel (Foto: MI/Aswan)[/caption] Sebab, menurut Reza, dalam konstruksi realitas perilaku dan tindakan pelaku kejahatan itu bisa dilatarbelakangi dengan motif instrumental dan motif emosional. Dalam kasus ini, Reza melihat, bahwa motif dari pembunuhan terhadap supir taksi online itu disinyalir akibat motif emosional. "Pelaku kejahatan bisa punya motif instrumental dan motif emosional. Kalau tidak ada barang barang milik korban yang hilang, maka boleh jadi pelaku bermotif emosional," kata Reza, Jum'at (10/2). Reza juga mengaku, saat awal mendapat kabar informasi Ikhwal peristiwa pembunuhan supir taksi online itu, Reza mengaku secara spontan menerka-nerka bahwa peristiwa tersebut diduga terjadi lantaran pengaruh narkoba, miras atau efek lain yang menimbulkan perasaan negatif  terhadap rasa emosional korban. "Nah, pada momen saya terima info tentang kejadian itu, saya spontan membayangkan adakah pengaruh narkoba, miras, atau perasaan negatif tertentu si pelaku terhadap korbannya," tutur Reza. Reza menambahkan, faktor emosional dari diri perilaku itu, disinyalir juga menyebabkan hilangnya kontrol terhadap emosi dan pikiran positif dari dalam jiwa pelaku. Sehingga menyebabkan pelaku melakukan aksi nekat untuk membunuh korban. "Faktor-faktor semacam itu yang bisa membuat seseorang kehilangan kontrol diri. Akibatnya, aksi pembunuhan pun berlangsung brutal dan berantakan. Berantakan dalam pengertian bahwa barang bukti berceceran di mana-mana," tandas Reza.  Bripda HS Kerap Melanggar Adapun peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Senin (23/1/2023) sekitar pukul 04.20 WIB. Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar mengatakan, Bripda HS telah berulang kali melakukan pelanggaran. [caption id="attachment_437106" align="alignnone" width="671"] Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol Aswin Siregar. (foto: Humas Polri)[/caption] "Profil tersangka Bripda Haris Sitanggang ini telah beberapa kali melakukan pelanggaran," kata Aswin, Selasa (7/2). Aswin mengungkapkan, Bripda HS pernah melakukan penipuan terhadap rekannya sesama anggota Polri. Tertangkap Main Judi Selain itu, Bripda HS juga sempat tertangkap tangan bermain judi online. "Terlibat utang pribadi yang sangat besar kepada berbagai pihak. Telah diberikan hukuman oleh pimpinan Densus 88," ungkap Aswin. Sejak awal kasus ini bergulir, lanjut Aswin, Densus 88 berkomitmen mendukung penyidikan terhadap Bripda HS. "Setelah peristiwa pembunuhan tersebut, pihak Densus 88 Anti Teror Polri langsung membentuk tim untuk melakukan pengejaran dan berhasil menangkap pelaku, kemudian diserahkan kepada Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk proses hukum selanjutnya," ucap dia. Ia menegaskan, pimpinan Densus 88 tidak mentolerir tindak pidana yang dilakukan Bripda HS dan mendukung proses penyidikan Polda Metro Jaya. "Pimpinan Densus 88 tidak mentolerir pelanggaran hukum yamg dilakukan anggota Densus 88 dan mendukung penyidikan yang profesional dan transparan yang dilakukan penyidik Ditkrimum Polda Metro Jaya," tegas Aswin. Bripda HS Tersangka Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes  mengatakan Bripda HS sudah ditetapkan tersangka dan kemudian dilakukan penahanan pada saat itu juga. Trunoyudo menjelaskan, Bripda HS ditangkap tak sampai 24 jam setelah menghabisi nyawa SRT. [caption id="attachment_521975" align="alignnone" width="656"] Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (Foto: MI/Aswan)[/caption] "Dalam hal ini dari Densus 88 langsung mengamankan pelaku pada tanggal 23 (Januari) di hari yang sama ini sekira pukul 16.30 WIB di Puri Persada, Desa Sindangmulya, Bekasi, Jawa Barat," ujarnya, Selasa (7/2). Masalah Ekonomi Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, Bripda HS memiliki masalah ekonomi hingga timbul niat untuk merampas mobil korban. "Oknum ini, tentunya kita harus bisa melihat apa yang terjadi secara perilaku dalam satuan. Saya membenarkan apa yang telah disampaikan oleh tim pengacaranya, yaitu ingin memiliki harta milik korban. Mengapa perilakunya? Perilakunya sejauh ini masalah ekonomi secara pribadinya sehingga ini terjadi," tambahnya. Ingin Rampas Mobil Sebelumnya, kuasa hukum keluarga SRT, Jundri R Betutu, mengatakan pelaku mencoba merampas kendaraan korban. Namun, korban sempat melakukan perlawanan. [caption id="attachment_522014" align="alignnone" width="683"] Keluarga Sopir Taksi Online SRT di Polda Metro Jaya bersama kuasa hukumnya (Ist)[/caption] "Tetapi si korban ini melawan, jadi kalau TKP yang ditunjukkan kepada kami sesuai dengan lapangan, itu berada di Jalan Nusantara. Nah tetapi kami sudah menelusuri, mayat atau korban itu memang di Jalan Nusantara," kata Jundri di Polda Metro Jaya, Selasa (7/2). Sempat Berduel Namun, duel antara pelaku dan korban di dalam mobil terjadi di Jalan Banjarmasin. Berdasarkan keterangan sejumlah warga di TKP, jelas Jundri, korban sempat berteriak dan membunyikan klakson. Namun, warga mengira SRT mengemudikan kendaraannya dalam kondisi mabuk. "Korban ini kemudian melawan. Dia teriak-teriak kemudian membunyikan klakson. Karena tidak berhenti, kemudian beberapa warga itu memang keluar, dia mengira ini hanya orang mabuk," ungkap Jundri. "Tetapi dari Jalan Banjarmasin itu mereka melihat adanya suatu mobil yang sudah mulai bergoyang-goyang," tambahnya. Di sisi lain, ia mengungkap modus pelaku saat menghabisi nyawa korban. Jundri menduga pelaku sudah merencanakan pembunuhan ini. "Jadi informasi yang kami peroleh bahwa pelaku ini memang sudah mempersiapkan mulai dari hari Jumat dia sudah mengintai. Kemudian baru lah klien kami ini kemudian sudah ditakdirkan oleh Tuhan sehingga umurnya hanya di situ, begitu," kata Jundri. Motifnya, jelas Jundri, pelaku ingin merampas mobil korban. "Motifnya yang pasti bahwa berdasarkan informasi penyidik disampaikan motifnya memang niat untuk mencuri kendaraan," ucap dia. Pesan Taksi Online Tanpa Aplikasi Berdasarkan analisa Jundri, pelaku mulanya memesan taksi online dari kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, tanpa menggunakan aplikasi. "Nah kemudian memang dia tidak mempunyai uang. Si pelaku ini memang sudah menyampaikan 'bang saya tidak punya uang, antarkan saya ke tempat tujuan'. Kira-kira begitu," ungkap dia. Ia menyebut korban dikenal sebagai pribadi yang baik sehingga mau mengantarkan pelaku ke tempat tujuan meski mengaku tak memiliki uang. "Ya sudah diantar lah begitu. Tapi ternyata itu hanyalah modus untuk menghilangkan jejak dia," ungkap Jundri. Keberatan Tak Dijerat Pasal 340 KUHP Keluarga korban, sambung Jundri, merasa keberatan saat mengetahui penyidik Polda Metro Jaya tidak memasukkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. "Oleh karena itu, kami keberatan dengan pasal-pasal yang diajukan oleh penyidik," tegasnya. Ia menjelaskan bahwa ada 3 pasal yang diajukan penyidik. Pertama adalah pasal pembunuhan biasa 338, kemudian Pasal 351 ayat 3 yaitu penganiyaan yang menyebabkan meninggalnya seseorang. "Nah yang ketiga Pasal 365, pencurian yang menyebabkan meninggalnya seseorang," ujar dia. Minta Dipenjara 20 Tahun Ia pun meminta meminta penyidik menyertakan Pasal 339 dan 340 KUHP yang ancaman hukumannya penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara. "Oleh karena itu tadi kami memesan dan menyampaikan agar disertakan Pasal 340, kemudian Pasal 339 dengan hukuman sesuai dengan perintah Undang-Undang yaitu hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara," demikian Jundri. (Wan) #Bripda HS