Eks Komisioner Komnas HAM Tak Setuju Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati, Ini Alasannya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 April 2023 05:22 WIB
Jakarta, MI - Mantan Komisioner Komnas HAM Nur Kholis tidak setuju jika terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo tetap dihukum mati. "Saya tidak setuju dengan hukuman mati karena berbagai alasannya tidak hanya terhadap Sambo tapi terhadap siapapun," tegas Nur Kholis, Sabtu (8/4). Menurut Nur Kholis, kesempatan hidup seseorang adalah hak yang tidak boleh dicabut selain oleh Tuhan. Kejahatan yang berat sekali pun sudah cukup dengan hukuman penjara seumur hidup sebagai pidana maksimal. "Dalam kondisi apapun jadi kalau pun kejahatan itu dianggap luar biasa maka hukuman maksimal misalnya penjara seumur hidup tapi bukan hukuman mati," lanjutnya. Nur Kholis pun meyakini, hukuman mati tidak berdampak pada menurunnya angka kejahatan. Karena itu, tindakan hukuman mati dinilai kurang bijak bila diterapkan kepada manusia yang menjadi hak asasi yang dimiliki setiap insan. "Jadi tidak ada hubungannya oleh karena itu untuk mengurangi kejahatan," ungkapnya. Untuk itu, Nur Kholis menyarankan, untuk mengurangi tingkat kejahatan yang patut dilakukan bukanlah menghukum pelaku dengan hukuman mati namun membenahi sistem hukum menjadi lebih adil tidak hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, kesejahteraan ekonomi yang lebih merata, pendidikan masyarakat yang lebih maju. Meski kontra terhadap hukuman mati, Nur Kholis menyatakan perbuatan Ferdy Sambo tidak dapat dibenarkan terlepas dari apapun alasannya. Sebab yang bersangkutan telah menghilangkan nyawa seseorang secara paksa. "Saya tidak mengiyakan apa yang dilakukan Sambo, itu salah pasti. Tapi tidak tepat pengenaan hukuman mati, kalau mau maksimal silahkan negara hukum dia seumur hidup," tandasnya. Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tinggi Jakarta akan menjatuhkan vonis atas banding yang diajukan Ferdy Sambo dkk pada Rabu (12/3) mendatang. Ada empat orang yang mengajukan banding karena tak terima dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. Di tingkat pengadilan negeri, Ferdy Sambo divonis pidana mati. Sementara istrinya, Putri Candrawati divonis 20 tahun penjara. Adapun ajudannya, Ricky Rizal, divonis majelis hakim PN Jakarta Selatan pidana penjara selama 13 tahun. Sedangkan satu asisten rumah tangga, yakni Kuat Maruf, divonis 15 tahun. Empat orang tersebut, yang dinyatakan di PN Jaksel terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan dan atau turut serta dalam pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, mengharapkan hukuman yang lebih ringan. Dalam sidang banding, yang diperiksa oleh hakim bukan lagi seperti sidang di pengadilan tingkat pengadilan negeri. Hakim akan memeriksa ulang alat bukti yang sudah ada, baik berupa barang bukti, keterangan saksi, keterangan ahli, dan bukti lainnya yang sudah dihadirkan saat sidang di PN. Berdasarkan UU 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan, pemeriksaan di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi meliputi pemeriksaan ulangan pada fakta-fakta dan aspek-aspek hukum dari suatu perkara yang telah diperiksa dan diputus di tingkat Pengadilan Negeri. Putusan hakim dalam tingkat banding bisa saja sama dan memperkuat putusan pengadilan negeri. Ada juga potensi putusan hakim akan lebih rendah atau lebih tinggi dari yang telah dibacakan hakim di tingkat pertama. Berdasarkan undang-undang, pihak yang tidak puas atas Putusan Pengadilan Negeri bisa mengajukan banding dengan alasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri telah tidak memberikan pertimbangan hukum yang cukup dan tidak mendasarkan putusannya pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Bila nanti pada saat banding, majelis hakim yang menyidangkan perkara menganggap para pemohon itu tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti vonis yang dijatuhkan, maka vonis pemohon akan lebih ringan atau bahkan bebas. Selain menjadwalkan sidang tersebut, Pengadilan Tinggi Jakarta juga telah menunjuk hakim yang berbeda untuk keempat terdakwa, yang mempelajari dan memutuskan perkara tersebut. Dalam perkara banding Ferdy Sambo, Hakim Singgih Budi Prakoso ditunjuk sebagai ketua majelis. Hakim anggotanya adalah Ewit Soetriadi, Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Perkara banding Putri Candrawathi, Hakim Ewit Soetriadi ditunjuk sebagai Ketua Majelis Hakim. Hakim anggota adalah Singgih Budi Prakoso, Abdul Fattah, Mulyanto, dan Tony Pribadi. Perkara banding Ricky Rizal, Hakim Mulyanto ditunjuk sebagai Ketua Majelis Hakim. Sementara anggota hakim adalah Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Sementara dalam perkara Banding Kuat Maruf, yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Abdul Fattah. Anggota hakimnya adalah Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, Mulyanto, dan Tony Pribadi.