TPPU Rp 349 T Kemenkeu Rawan Tenggelam! Ekonom Sebut Dua Menteri Ini Tak Bisa Dilawan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Maret 2023 08:25 WIB
Jakarta, MI - Pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai temuan transaksi gelap Rp 300 triliun yang kini bertambah menjadi Rp 349 triliun di Kemenkeu rawan tenggelam karena ada masalah sistemik yang belum terselesaikan. Pasalnya, kasus seperti ini bukan hal baru. Sudah ada kasus Gayus Tambunan, Hari Purnomo, Angin Prayitno, hingga Rafael Alun Trisambodo. “Yang enggak enak, dimulainya dari kasus. Padahal kesalahannya ada di sistem karena ini bukan kasus baru,” kata pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy dalam videonya seperti dikutip Monitor Indonesia, Rabu (22/3). Transaksi gelap Rp 300 triliun yang belakangan diklarifikasi bukan tindak pidana pencucian yang (TPPU) sebagaimana disampaikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana. “Kasus pajak tidak ada yang tuntas. Kasus Gayus Tambunan putus mata rantainya. Kasus Hari Purnomo Rp 375 miliar dianggap tidak masalah. Padahal ada masalah Sri Mulyani dengan Hadi Purnomo. Semua isinya gratifikasi dan suap. Kasus Angin Prayitno juga enggak tuntas. Terakhir muncul Rafael Alun Trisambodo (hartanya mencapai Rp 56,1 miliar),” bebernya. Kesalahan sistem, kata dia adalah UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, karena memberikan celah kepada perusahaan asing untuk melakukan kejahatan perpajakan lewat strategi transfer pricing. “Di era Presiden Joko Widodo, Pansus Pelindo membuktikan juga strategic transfer pricing. Jadi yang dibilang sama Mahfud MD dengan temuan PPATK itu (transaksi gelap Rp 300 triliun) peanuts (kacangan),” jelas Ichsanuddin. Dengan demikian, menurut dia temuan transaksi gelap Rp 300 triliun yang dianggap hanya sebagai puncak gunung es oleh sebagian pihak sudah tepat, karena masalah sebenarnya adalah sistem keuangan yang erat kaitannya dengan sistem hukum dan politik Indonesia yang dikendalikan minoritas orang. Sehingga, ia meyakini kasus transaksi gelap Rp 300 triliun di Kemenkeu akan tenggelam, dan hilang seperti kasus-kasus penggelapan pajak sebelumnya sejak tahun 2010 silam. Peta kejahatan keuangan negara, tambah dia adalah sistem hukum terbeli, budaya politik korup menghasilkan negara jatuh miskin. Maka tegas dia, dibutuhkan kepemimpinan yang punya kompetensi. Selama tidak kompeten maka pemimpin mudah didikte. “Ada dua pemain besar di negeri ini, yakni LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) dan Sri Mulyani. Tak ada lawan. Angka Rp 300 T tak akan tuntas karena akar sistem ekonomi dan akar sistem politik tak tersentuh,” demikian Ichsanuddin Noorsy. Sebelumnyua, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan soal transaksi janggal Rp 300 triliun yang sempat disebut di Kemenkeu adalah tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Penegasan itu disampaikan di rapat bersama Komisi III DPR RI. Rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR itu berlangsung pada Selasa (21/3) kemarin. Rapat diawali dengan menampilkan video Menko Polhukam Mahfud Md. Dalam video itu, terlihat kompilasi pemberitaan Mahfud Md yang menyebut awal mula adanya transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kemenkeu. Setelah itu Ketua PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan data PPATK periode 2002-2022. Ivan menyampaikan PPATK telah mengungkap perkara TPPU dengan total angka ratusan triliun. "PPATK telah mengungkapkan perkara TPPU dari berbagai tindak pidana asal, LHA dan LHP terkait tindak pidana korupsi Rp 81,3 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana perjudian Rp 81 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana GFC Rp 4,8 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana narkotika Rp 3,4 triliun, LHA dan LHP terkait penggelapan dana yayasan Rp 1,7 triliun," ujar Ivan. Legislator dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa, langsung mencecar Ivan soal Rp 300 triliun lebih yang akhir-akhir ini heboh. "PPATK yang diekspos itu TPPU atau bukan? Yang 300 (triliun) itu TPPU?" tanya Desmond. "TPPU, pencucian uang. Itu hasil analisis dan hasil pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada TPPU, tidak akan kami sampaikan," tegas Ivan. "Jadi ada kejahatan di Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan) gitu?" tanya Desmond lagi. "Bukan, dalam posisi Departemen Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8/2010 disebutkan di situ penyidik tindak pidana asal adalah penyidik TPPU, dan di penjelasannya dikatakan bahwa Bea Cukai dan Direktorat Jenderal adalah penyidik tindak pidana asal," jawab Ivan. #TPPU Rp 349 T Kemenkeu #TPPU Rp 349 T Kemenkeu

Topik:

TPPU Rp 349 T Kemenkeu