PHK Pekerja Industri Tekstil Semakin Mengkhawatirkan, Komisi IX Tekankan Mesti Ada Solusi

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 24 Juli 2024 21:23 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati (Foto: Ist)
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyoroti soal tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil yang semakin mengkhawatirkan. 

Sebab, berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, sejak dari Januari hingga Mei 2024, terdapat 20 hingga 30 pabrik memtusukan untuk gulung tikar, sehingga mengakibatkan 10.800 karyawan kehilangan pekerjaan.

Apalagi kata dia, Kementerian Perindustrian melaporkan ada enam pabrik besar telah tutup hingga Juni 2024, yakni PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusuma Putra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Sai Aparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat, dengan total 11.000 buruh terkena PHK.

Karena itu kata Kurniasih, jika tidak ada solusi dari pemangku kebijakan, maka angka pengangguran akibat lesunya industri tekstil akan membebani pemerintah. 

"Pekerja dari industri tekstil yang terkena PHK tidak akan mudah menemukan tempat kerja baru jika kondisi industri tekstil secara nasional masih lesu," kata Kurniasih kepada wartawan, Rabu (24/7/2024).  

"Kami di Komisi IX concern dari sisi pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Bagaimanapun bertambahnya angka pengangguran akan membebani pemerintah," sambungnya.

Politikus Fraksi PKS ini menyebut, salah satu penyebab lesunya industri tekstil nasional adalah membanjirnya produk tekstil impor dengan harga yang jauh lebih murah. 

Kurniasih mengingatkan jika ada persoalan di hulu terkait sebuah industri padat karya, efeknya akan berdampak di hilir dari sisi pekerja. 

"Harap dicatat setiap kebijakan yang diambil harus diperhatikan dampaknya dari hulu ke hilir, jangan sampai atas nama kemudahan impor justru mengorbankan anak bangsa yang harus kehilangan pekerjaan," kata Kurniasih.

Anggota DPR Dapil DKI Jakarta II ini pun mengingatkan, skill para pekerja di bidang industri tekstil tidak serta merta bisa dialihkan ke industri lain atau diminta membuka usaha sebagai akibat PHK yang dilakukan industri. 

"Pekerja korban PHK masih harus terus menghidup keluarganya. Tidak mudah mencari kerja di Industri tekstil yang lain jika sama-sama sedang lesu. Atau dipaksa menjadi wirausaha UMKM yang belum tentu mendapatkan pendapatan tetap," pungkasnya.